Pagi yang indah di hari senin, udara sedikit lembab karena memang habis hujan. Seperti pagi biasanya aku menyeduh kopi dan membawanya ke meja makan untuk menemani sarapanku. Pagi yang tenang pikirku sampai suara dering ponsel mengagetkan ku. Ku lirik sekilas untuk memgetahui siapa yang menghubungi ku sepagi ini.
Mama calling...
Langsung saja ku geser icon hijau di ponselku dan mengaktifkan mode speaker.
'Halo ma.. tumben pagi-pagi nelpon? Ada apa?' tanyaku begitu mendengar suara lembut mama menyapaku.
'Sayang, kamu bisa nanti mampir ke rumah, ada yang mau mama dan papa omongin.' pinta mama.
Aku yang mendengar permintaan mama langsung mengingat ingat kembali jadwalku hari ini sambil bergumam tentu setelah memastikan tidak ada kegiatan penting hari ini. Terdengat helaan nafas lega dari sebrang.
'Baiklah mama tunggu saat makan malam, biar kita makan malam bersama.' setelah itu panggilan terputus. Aku yang tidak ingin ambil pusing langsung saja melanjutkan sarapanku yang tadi sempat tertunda.
-----
Ku pijat pelipisku sambil melihat beberapa berkas di atas meja. Meneliti, menilai, mengoreksi segala macam kata dan angka yang tertulis di atasnya. Mengecek apakah ada kesalahan atau kerugian, berapa banyak ke untungan di bulan ini dan berapa banyak pengeluaran yang harus kami keluarkan. Belum lagi dengan setumpuk dokumen yang mengharuskan tangaku menandatanganinya. Lelah dan penat tapi beruntung kali ini tidak ada jadwal untuk meeting atau bertemu dengan klien jadi aku dapat sedikit beristirahat.
"Makan siang?" terdengar suara berat dari arah pintu. Apakah sudah masuk jam makan siang? Kenapa aku tidak menyadarinya?
"Ck, percuma di ruanganmu ini ada jam." dengusnya yang seketika membuatku terkekeh.
"Sorry sorry, mau makan siang di mana? Aku malas ke luar, kita pesan aja gimana?" usulku dan di angguki dengan seringai jail.
"Traktir?" katanya lagi dan ku balas dengan anggukan.
Tak berapa lama pesanan kami pun datang dan aku yang melihatnya tidak dapat mengontrol cacing cacing di perutku yang sudah protes minta di beri makan.
"Tadi mama nelpon suruh aku pulang, kira kira mau ngomong apa ya?" tanyaku pada pria yang duduk di sebelahku. Asisten sekaligus sahabat baikku Kalvin.
"Kamu tanya aku? Sorry bos aku bukan cenayan yang bisa tau isi otak tante Eliz." katanya sambil menyuapkan makan siangnya.
Ku putar bola mataku jengah "Yang nyuruh kamu nebak juga siapa? Aku cuma nanya kira kira apa gerangan yang ngebuat mama nyuruh aku pulang." dengusku.
"Santai, palingan tante Eliz kangen. Udah berapa lama kamu ngga pulang?" kali ini Kalvin yang bertanya padaku. Ku kerutkan keningku sedikit berfikir dan benar juga, sudah sebulan aku tidak pulang dan bertemu dengan kedua orang tuaku. Setelah papa pensiun dari jabatannya dan mengalihkan semua tanggung jawab itu ke pundakku, aku memang mulai jarang pulang ke rumah.
"Bisa jadi." ku gedikan bahuku acuh tak acuh dan kembali melanjutkan makan siangku yang sempat tertunda tadi.
-----
Ku parkirkan Audi putih milikku di garasi rumah besar yang faktanya adalah rumah kedua orang tuaku. Sedikit menghela nafas ku buka pintu besar itu yang langsung di sambut dengan senyuman dari mama.
"Akhirnya pulang anak mama, masih ingat rumah juga ternyata." sindir mama yang langsung membuatku meringis mendengarnya.
"Tentu saja masih dong ma, lagian Kenzi kan sibuk sama urusan kantor." ku peluk manja lengannya. Biasa dengan cara ini mama akan luluh dan menghentikan acara sindir menyindirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cactus
RomanceSeperti kaktus yang berduri. Seperti kaktus yang berdiri kokoh di tengah panasnya gurun pasir. Seperti kaktus yang menyembunyikan keindahannya. Seperti kaktus yang membuatku mengaguminya. Mengagumi keindahannya, mengagumi keberadaannya. Membuatku ya...