Prolog #1

246 73 78
                                    

"Hidup memang tak selalu seperti yang kau inginkan dan yang kau harapkan."
Bondan Prakoso - Kau tak sendiri
***

Seorang gadis dengan seragam pramukanya tampak memasuki gerbang SMK Bakti Nusa dengan tenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang gadis dengan seragam pramukanya tampak memasuki gerbang SMK Bakti Nusa dengan tenang. Sambil menggendong tas ransel hitamnya, gadis itu terlihat begitu santai mengingat hari ini adalah hari Sabtu.
Ya, dia. Dia adalah Raina Mentari.
Gadis kelahiran Semarang 16 tahun yang lalu. Berpostur tubuh tinggi dengan mata yang berwarna cokelat, gadis itu terlihat cukup menarik. Rambutnya yang lurus nan hitam menambah daya tarik dari Raina. Kini gadis itu menduduki bangku kelas dua SMK di salah satu sekolah kejuruan terkenal di tempat tinggalnya. Raina bukanlah gadis yang suka mengotak-atik atau bereksperimen, tetapi  budaya ikut teman lah yang menjadikan dia masuk ke sekolah itu.

Raina sendiri tak mengerti dengan jalan pikirannya dulu. Padahal dia tahu dia suka menghitung dan membaca. Seharusnya gadis itu lebih memprioritaskan untuk masuk ke sekolah lain. Memilih SMK daripada SMA itu sungguh pilihan yang berat bagi Raina. Orang tuanya berpesan bahwa Raina tidak diperkenankan masuk SMA, padahal bakat serta kemampuannya terletak di sana.

Hari Sabtu SMK Bakti Nusa hanya dipenuhi oleh anak-anak yang mengikuti organisasi. Tak terkecuali Raina, gadis itu kini menyandang  sebagai sekretaris KIT atau Komunitas Ilmu Teknologi. Komunitas ini termasuk organisasi internal, karena pengurus dan anggotanya hanya berasal dari jurusan tertentu. Dan Raina, gadis itu mengambil jurusan Teknik Komputer dan  Jaringan, jurusan yang lumayan menarik perhatian Raina.

Kisah Raina berawal dari sini, organisasi yang tak hanya mengajarkan sosialisasi dan kerjasama, melainkan juga dengan rasa. Di usia 17 tahun, kehidupan remaja Raina mulai menarik. Menangis, tertawa, pahit, manis, menyenangkan serta menyedihkan Raina rasakan dalam waktu yang hampir sama. Semua berjalan begitu saja. Tak ada sandaran, peluk hangat, kata-kata menenangkan, dan teman bercerita. Ia seperti sendiri. Andai saja Raina masih menjadi gadis kecil yang manja, mungkin ia takkan merasakan kehidupan seperti saat ini. Selama itu Raina selalu memeluk dirinya sendiri, mencoba melampiaskan semuanya lewat do’a dan tangisan.
Kini, hidupnya telah lebih baik. Segala kejadian itu masih terekam manis di kepalanya dan akan terus diingat selama ia bernapas.

Prolognya singkat aja ya hihi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prolognya singkat aja ya hihi.

Semoga suka <3

Salam hangat,

Ridela

HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang