DON'T LIKE DON'T READ!
***
"Aku minta maaf, Yamato-san."
"Maaf kau bilang?" Tatapan marah Yamato menghunus Sakura yang tertunduk dalam. "Sakura! Kau sudah keterlaluan! Seharusnya kau tidak semena-mena dalam pekerjaanmu! Kau pikir kau siapa hanya karena Naruto baik padamu!"
"A-ku tahu.. Kumohon maafkan aku, Yamato-san," cicit Sakura takut.
Sedikit mencebik, "Aku benar-benar tidak mengerti dengan Naruto. Kalau aku yang jadi bos, akan kupecat kau hari ini juga."
Sakura meneguk ludah, tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika ia dipecat. Ia jadi gelandangan, kah? Ia menggeleng cepat, "Sekali lagi maafkan aku, Yamato-san. Aku janji takkan mengulanginya lagi."
"Kau pasti akan mengulanginya lagi dan lagi, Sakura. Harusnya kau itu--"
Ceramah panjang pun terjadi.
Sakura berusaha mendengarkan dengan baik, namun di saat ia tak sengaja menggerakkan matanya ke arah lain, dirinya sontak terpaku.
Naruto? Sejak kapan dia di situ?
Matanya menyendu kala menyadari Naruto hanya memandangnya datar kemudian pergi begitu saja. Hatinya mencelos. Tidak menyangka Naruto akan berubah sejauh ini.
Bukankah Naruto yang biasanya akan membantunya lepas dari ceramahan Yamato? Seperti waktu itu.
"Yamato-san.."
"Naruto.."
"Jangan marahi Sakura-chan lagi."
"Baiklah."
Matanya mulai berembun seiring hatinya yang dipenuhi fakta bahwa Naruto takkan melakukan hal itu lagi padanya. Takkan ada lagi Naruto yang baik dan hangat. Itu karena dirinya. Dan, kini ia merasa kehilangan.
"--kura! Sakura! Kau mendengarku?"
Sakura langsung mendongak sepenuhnya, "I-iya, Yamato-san, maafkan aku.."
"He-hei, kau kenapa?" tanya Yamato panik. Pasalnya, mata Sakura berair seperti menahan tangis. "Apa aku berlebihan?"
Sakura menggeleng, lalu tersenyum. "Tidak, Yamato-san. Aku hanya kelilipan." Ia segera menghapus air mata itu sebelum turun ke pipinya. "Baiklah, boleh aku kembali bekerja? Sekali lagi maafkan aku, Yamato-san."
Sakura berojigi, kemudian meninggalkan Yamato yang memandang aneh dirinya.
Kelilipan? Jelas-jelas aku melihat wajahnya tampak... sedih?
***
"Bagaimana kabarmu, Sasuke-kun?" tanya Ino seraya memakan potongan buah apel yang baru saja dibawakan Sasuke. Ia senang hari ini pria itu menjenguknya di sela kegiatan kantornya yang sibuk.
"Hn, aku baik."
Ino tersenyum. "Kau mau?" Ia mengarahkan satu potongan buah tepat di bibir Sasuke.
"Satu saja." Sasuke membuka mulutnya, lalu mengunyah pelan potongan buah itu.
Senyum Ino bertambah lebar. "Sasuke-kun, kau tahu? Aku rindu saat-saat kita berdua seperti ini. Apa kau juga... merindukannya?"
Aquamarine bertemu onyx.
Diam-diam, mereka menyalurkan kerinduan melalui sebuah tatapan. Dan, tanpa disadari, masing-masing dari mereka saling mendekatkan wajah. Ino bahkan sudah memejamkan matanya.
Tapi... Onyx Sasuke melebar.
Bibir mereka hampir bersentuhan jikalau Sasuke tidak secara refleks mengembalikan kesadarannya.
Sasuke menjauh dan Ino tampak kecewa dibuatnya. Sedikit tak tega melihat ekspresi itu, namun ia lega juga, hampir saja ia mengkhianati Sakura. Meski, ia belum menyukai gadis pink itu, tapi ia tetap tak bisa berbuat hal yang--memang--tidak seharusnya ia perbuat. Calon istrinya sekarang itu Sakura, bukan lagi Ino.
Ino mendengus, entah kenapa ia merasa aneh dengan situasi ini.
"Kau kenapa, Sasuke-kun?"Yang ditanya langsung memberikan tatapan bertanya. "Kenapa apanya?"
"Kau menghindari momen beberapa detik yang lalu," ucap Ino.
"Memang seharusnya aku begitu," balas Sasuke.
Ino tersenyum miring. "Kenapa? Takut mengkhianati forehead, eh? Kau mulai menyukainya? Ah, atau jangan-jangan kau... maksudku kalian sudah pernah berciuman?"
Sasuke mengerutkan dahinya, tak mengerti mengapa Ino bertanya demikian. Mendengus pelan, ia pun mencoba meladeni --mantan-- calon istrinya ini. "Aa," hanya itu tapi wajah Ino sudah memerah menahan kesal.
"Souka? La-lalu bagaimana?"
Ino merutuk mulutnya yang mengeluarkan pertanyaan ambigu. Membuat Sasuke mengangkat sebelah alisnya.
"Ma-maksudku bagaimana caranya kalian bisa berciuman? Kau tahu, forehead tak pernah sekalipun berurusan dengan hal seperti itu."
Sasuke menyeringai tipis. "Kau sendiri tahu bagaimana seorang Uchiha," kali ini ucapannya yang terkesan ambigu. Melirik jam tangannya sebentar, ia lalu berdiri mengundang tanya dari Ino.
"Aku harus kembali." Dapat Sasuke lihat Ino kembali kecewa. Tersenyum kecil, ia pun memeluk gadis pirang itu. "Aku akan menjenguk lagi lain kali," ucapnya menenangkan.
Baru saja Ino ingin membalas pelukan tersebut, tapi Sasuke sudah lebih dulu melepasnya. "Hn, aku pergi."
Mata Ino meredup. Sebelah hatinya seolah ikut pergi.
Kau berubah, Sasuke-kun.
***
Sakura mengusap-usap lengannya karena angin malam yang seakan menembus tubuhnya. Tak lupa, ia menggosok telapak tangan sebagai penghantar rasa hangat.
"Aku mohon cepatlah keluar.." lirih Sakura berharap. Sesekali matanya melirik ke pintu kaca.
Apa pekerjaannya belum selesai? Atau dia ketiduran? Tidak mungkin kan dia sudah pulang?
Menit demi menit menunggu, Sakura ingin menangis rasanya. Haruskah ia pulang saja sekarang? Merengut sedih, ia pun memutuskan berjalan meninggalkan resto. Tapi, baru beberapa langkah, telinganya mendengar suara pintu terbuka. Ada secercah rasa senang menghinggapi hatinya. Ia langsung berbalik untuk menatap seseorang yang membuka pintu tersebut. Sebuah senyum pun terukir di bibirnya.
"Naruto.."
Orang itu segera menggulirkan matanya karena merasa terpanggil. Seketika matanya membola seiring jantungnya yang berdegup kencang.
"Sakura-chan..?"
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Do It?
FanfictionNaruto © Masashi Kishimoto Haruno Sakura, gadis berusia 20 tahun yang bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran ayam. Suatu hari, ia dilanda kebingungan besar dalam menentukan kehidupan percintaannya. *** "Bagaimana bisa aku memilih diantara calon...