Tinggal menghitung hari, perjalanan studiku di Taiwan yang hampir 4 tahun akhirnya terselesaikan. Wisuda akan digelar Hari Sabtu depan. Semakin banyak yang kupikirkan. Salah satunya adalah hubunganku dengan salah satu teman di kelas, sebut saja dia "Xiao Hui". Akankah pertemanan ini berlanjut di masa depan ? Apa yang membuatku dekat dengannya ? Benarkah dia akan menabung untuk mengunjungi negaraku Indonesia suatu hari ? Yang artinya aku harus siap menjadi Tour Guide-nya saat dia benar-benar datang ke Indonesia.
Lalu tiba-tiba memoriku kembali ke pertama kali kami bertemu, aku masih ingat dia dengan menggunakan kaos ketat membuat tubuhnya yang sangat kurus terlihat semakin kurus dengan rambutnya yang tidak keriting dan tidak lurus alias mengembang bak arum manis menghampiriku, aku lupa saat itu apa yang dia bicarakan. Saat itu Chineeseku masih sangat minim, hingga percakapan kami, aku selalu menggunakan translator. Tapi yang membedakan dia dengan teman kelas lain adalah, dia sangat sabar menunggu penjelasanku dan dia juga sabar menerjemahkan kosakata sulit yang diucapkan dosen ataupun yang ada di dalam soal pertanyaan walaupun terkadang aku susah memahami apa yang dia ucapkan hingga dia pusing sendiri. Kebanyakan teman kelasku tidak ingin mengobrol karena mereka selalu menganggap kami tidak mengerti Chineese atau mereka yang terlalu takut mengobrol dengan kami karena English mereka yang sangat minim. Bahkan yang membuatku terpukau adalah Xiao Hui dengan sendirinya tanpa aku bertanya akan menjelaskan kata yang sulit dimengerti, dengan menggunakan bahasa sederhananya. Dia bahkan bukan kalangan murid yang pintar, ataupun murid yang kece di kelas. Dia hanya murid biasa.
Hingga kubandingkan dia saat tahun pertama dengan sekarang kami yang hampir lulus sangat berbanding terbalik. Dia memiliki passion yang sangat kuat, lebih dari yang aku miliki. Dia memang tidak pintar di bidang yang bukan dirinya, tetapi sangat perfeksionis bila sudah di dalam bidangnya. Hingga terkadang lupa dengan orang di sekitarnya. Kami dulu memiki passion yang sama, tetapi lambat laun aku menyadari bahwa aku bukan dirinya yang tegas dan antusias. Aku akan meneruskan passion di bidang itu suatu hari, karena untuk saat ini tugasku adalah meyakinkan kepada orang tuaku bahwasannya aku bisa mendapatkan pekerjaan yang baik dan layak untuk mahasiswa lulusan luar negeri.
Kemudian di tahun ke-empat semester awal kami harus menempuh magang, aku memutuskan untuk menjaga jarak dengan Xiao Hui, kami magang di kota yang berbeda. Dia di Utara yaitu Ibu kota Taipei dan aku di bagian selatan yakni Kaohsiung. Dua kota ini sangat terkenal di Taiwan, hanya saja Kaohsiung tidak sepadat Taipei. Lagipula di Taipei semua serba mahal, gaji sebulan magang hanya habis untuk membayar sewa kosan atau apartemen. Walaupun tergantung pengeluaran masing-masing individu.
Selama kurun waktu 7 bulan magang, kami tetap saling kontak. Dia adalah tipe orang yang perhatian dan penyayang. Dia sering menanyai bagaimana kabarku dan apa saja yang sudah kupelajari selama program magang. Bisa jadi dia adalah orang yang terlalu perhatian, hingga dulunya pertama kali mengenal aku sempat mengira dia adalah seorang lesbi karena perhatiannya yang kurang normal untuk teman sesama perempuan. Dia sering menyelimutiku saat tidur, meng-chargekan hapeku, bahkan memijatiku. Sebenarnya itu membuatku geli, hahaha. Tapi pemikiranku tentang dia lesbi hilang saat tahu dia menyukai salah satu dosen laki-laki di kampus. Dan Xiao Hui mulai berdandan, ber-make up. Walaupun sedikit aneh, tapi kurasa itu hal yang baik untuknya.
Aku beberapa kali mengunjungi rumah Ibunya di Kota Chiayi, bahkan aku pernah sekali melihat Ayahnya dan mengunjungi kosannya di Kota Taizhong. Untuk hubungan siswa Internasional dan siswa lokal, hubungan kami sangat dekat. Bahkan belum ada sebelumnya orang Indonesia yang muslim dan berkerudung memiliki pertemanan sedekat kami. Aku juga tidak tahu mengapa. Dia sempat bilang, aku ini orangnya lucu makanya dia suka. Lucu darimana coba ? Mungkin karena aku terlalu berterus terang atau menjadi diriku saat bersamanya. Saking berterus terangnya kami juga sering bertengkar karena perbedaan pendapat. Memang aku yang sering mengalah, tetapi dia tahu saat aku diam tandanya aku sedang marah. Dan dia mencoba untuk mencairkan suasana.
Minggu depan, tepatnya sehari setelah wisuda adalah ulang tahunnya. Dia mengajak beberapa teman dekat untuk makan malam bersama, termasuk aku. Dan saat itu aku ingin memberinya hadiah ulang tahun sekaligus hadiah perpisahan. Hal yang paling tidak kusukai adalah berpisah. Saat ini aku berpikir tidak mengapa berpisah dengannya. Tapi setelah kutoleh ke belakang, terlalu banyak kenangan yang sudah kami lalui bersama. Dan tentu tidak mudah pula untuk melupakannya.
YOU ARE READING
I'll Give Ma Best!
RandomIt's my own story while i'm in Taiwan, it's about people in there and i've been meet a lot of character!