KRIIIIIIINGGGG....KRIIIIIIIINGGGGGG....
KRIIIIIIINGGGG....KRIIIIIIIINGGGGGG....
Samar-samar kulihat jam weker yang sungguh memekakan telinga, ya, sangat memekakan telinga mengingat semalam aku menaruhnya tepat bersebelahan dengan bantal, kalau-kalau aku terlalu kebo hingga bunyi berisik dari alarm tak mampu menggugahku untuk terbangun. Sudah sering sekali aku terlambat sekolah karena bantuan dari alarm tak cukup menolongku untuk bangun tepat waktu. Belasan hingga puluhan jam weker tak terhitung berapa jumlah pasti nyawa mereka yang sudah sering sekali berakhir ditanganku karena geramnya aku dengan suara bising yang mereka keluarkan. Aku merasa bersalah setelahnya, menyadari mereka tak bernyawa menghantam kokohnya dinding kamar dengan tanganku sendiri. Lebih tepatnya bersalah karena sudah menghambur-hamburkan uang hanya untuk membeli benda yang membuatku terbangun, jelas bukan aku yang membeli jam-jam weker itu.
“untung saja aku tak khilaf menghancurkanmu..” setelahnya kumatikan bunyi berisik alarm dan kembali tertidur... beberapa puluh menit kemudian aku tersadar perihal sekian puluh menit yang lalu kulakukan, saat kupalingkan wajah kearah jam weker yang menunjukkan 10 menit lagi akan menunjukkan pukul 7 pagi. Tak ada waktu lagi, pagi itu aku tak sempat untuk mengguyur tubuh dengan air. Membasuh wajah dan menyikat gigi dirasa cukup segar, setidaknya aku masih terlihat manusiawi untuk sedap dipandang.“papa aku berangkatt!!...” sudah tak ada lagi waktu untuk sekedar salim atau menyapanya.
“hey sarapan dulu!!” aku tak menghiraukan suara papa saat langkah kaki ini sudah mencapai pintu depan rumah, berlari menjadi pilihan yang tepat untuk mengejar keterlambatan. Sudah sekian ratus meter kutempuh dengan berlari namun sepertinya ini tak akan berhasil, langkah selanjutnya yang kutempuh adalah menghampiri abang-abang di pangkalan becak dan segera menduduki bangku becaknya tanpa ba bi bu “sekolah pak!” tanpa banyak bertanya sang bapak mengayuhkan becaknya menuju ketempat tujuanku. Sepanjang perjalanan sang abang mengayuh becaknya, hal yang kupikirkan selain aku sudah pasti terlambat mengejar ketepatan waktu tiba disekolah adalah mengejar pujaan hati yang kuyakini menungguku disekolah, entah siapapun dia. Aku tipe manusia yang antusias dengan semua impian-impian yang sudah memenuhi isi kepala, ingin rasanya kurealisasikan satu persatu semua hal yang sudah terpendam dalam benak. Salah satunya adalah jodoh...
Saat kaki mencoba turun dan beranjak dari becak, tepat didepan gerbang sekolah terlihat dari sekian belas meter dari tempat aku diturunkan, Pak Udin, satpam penjaga sekolah sudah siap-siap akan menutup pintu gerbang sekolah. Dengan cekatan langkah kaki ini sudah siap acang-ancang untuk berlari sebelum gerbang benar-benar menutup. “pak tunggu, pak, tunggu!!!” kencangnya kuberlari sampai kuabaikan peringatan dari pak Udin untuk berhenti dan pastinya peringatan itu diperuntukkan agar kutak boleh memasuki gedung sekolah.
Hampir sedikit lagi gerbang tertutup, namun akhirnya langkah ini berhasil membawa raga ngos-ngosanku memasuki halaman sekolah. “hey tunggu kamu!!!” sebelum pak Udin selesai mengunci pintu gerbang, aku sudah kembali berancang-ancang, bersiap mengeluarkan jurus seribu langkah, lariiiiiiii!Koridor demi koridor kulewati dengan terengah-engah, namun kelasku masih melewati beberapa kelas lagi. “Bimasakti?!” – “iya saya bu, iya!” akhirnya aku tiba tepat didepan pintu kelas, dengan seragam yang penuh keringat dan pelipis penuh peluh akibat lari maraton pagi ini. Setidaknya namaku diabsensi harian masih tercatat masuk dan bukan alfa atau entah keterangan yang menyatakan jika aku tak mengikuti mata pelajaran hari ini.
.
.
.
.
.
Pagi itu tanganku sibuk mengaduk kopi yang sudah kususupi susu agar tercampur kenimatannya, namun mataku merawang keluar kantin. Kembali, menghayalkan mimpi-mimpi yang ingin kugapai setelah menanggalkan seragam putih abu-abu.“hoooy, Bim, ada apa denganmu?” aku tersadar dari lamunan setelah Tike membuka suara.
“tak apa, aku hanya sedang berpikir ingin cepat-cepat menamatkan masa SMA dan melanjutkan kuliah di ibukota.” Jawabku dengan menyesap kopi susu dengan sendok.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bimasakti | Prayuda
Ficção AdolescenteSinopsis Bimasakti merupakan sosok yang sangat antusias dengan semua impian dan angan yang ia bangun sendiri dan berharap semua yang telah ia bangun sedemikian sempurna dalam bayangan akan terwujud dikemudian hari, namun sosok baru dalam hidupnya me...