Suatu hari di tahun 2017,
‘… Dengan sangat menyesal kami sampaikan bahwa surat lamaran anda terpaksa kami tolak karena ada beberapa hal yang masih berada di bawah kualifikasi kami..’
Aku menghela nafas berat ketika membaca penggalan e-mail yang baru aku terima.
Ponselku bergetar, ibuku meneleponku. Entah harus mengatakan ibu menelpon disaat yang tepat, atau justru sebaliknya.
“Halo?” sapa suara ibu di seberang sana.
“Ibu,”
“Sedang apa?”
“Aku sedang di café. Minum kopi.” kataku sambil melihat sekeliling.
“Bagaimana lamaran kerja minggu kemarin?”
“Aku baru saja ditolak lagi,” adu ku.
“Yasudah, kau bisa mencobanya lain kali.” ujar ibu.
“Maaf. Seharusnya aku sudah bisa bekerja untuk membantu ibu.”
“Ibu harap kau cepat-cepat dapat pekerjaan, ya. Adikmu akan kuliah tahun ini dan ibu khawatir tentang biayanya.”
“Aku tau,”
“Sudah dulu, ya. Ibu sedang masak. Besok ibu telpon lagi”
Bip.
Kata terakhir sebelum ibu menutup teleponnya sangat membuatku tidak nyaman.
Ibu meneleponku benar-benar hanya untuk menanyakan tentang pekerjaanku saja dan hanya peduli tentang adikku. Tanpa memikirkan perasaanku.
Ini kali ketujuh aku melamar pekerjaan dan semuanya ditolak. Padahal kali ini aku sudah percaya diri memenuhi kriteria perusahaan itu dan sangat yakin akan diterima. Tapi nyatanya tidak.
Dan, akhirnya aku menangis. Tak bisa menunda untuk meluapkan rasa kecewaku.
Aku terisak pelan ditengah café yang sedang ramai sambil berulang kali membaca ulang e-mail yang baru aku terima tadi. Berharap aku salah lihat.
Tapi kata-katanya tidak berubah. Aku tetap ditolak.
Lalu seorang pria dengan topi dan masker tiba-tiba duduk disebelahku. Dia menulis sesuatu di selembar tisu makan, lalu menyerahkannya padaku tanpa berkata apapun.
Di serbet itu tertulis,
‘Kau sudah berusaha. Jangan menyerah dan tetap tantang dirimu sendiri. lain waktu, pasti kau akan tersenyum’
Ajaibnya, kata-kata dalam selembar tisu itu menenangkanku. Hatiku benar-benar menghangat membacanya.Ketika hendak mengucapkan terimakasih, pria itu sudah keluar dari café tanpa sempat kukejar.
Siapa pria itu?
Dari matanya, aku rasa aku pernah melihatnya. Tapi, siapa?
Memakai masker dan topi, apa mungkin seorang idol?
Ah, mustahil, ya. Mana mungkin.
‘It must be autumn, to be excited for nothing
It’s probably a greeting that doesn’t really mean anything for you..’ lagu yang diputar dalam café itu membuat pupil mataku melebar. Ini kan, lagu Soran--‘…It must be autumn to be upset for nothing
It’s probably a phone call you made at a sudden thought of me while having a trouble sleeping’ --featuring Jonghyun.Benar. Pria itu Jonghyun! Member SHINee itu!
Lain kali, di comeback selanjutnya aku akan berusaha ikut fansign dan mengucapkan rasa terimakasihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FICLET] A Napkin ;Kim Jonghyun
KurzgeschichtenSebuah fiksi yang dibuat berdasarkan kisah nyata seorang pengguna pikicast. Sebuah bukti bahwa Kim Jonghyun adalah seorang malaikat. You did well Jonghyun-ah. #ThanksToJonghyunMyLifeIsWarm