Chapter 7

3.2K 433 148
                                    

"Kenapa kau dari tadi hanya mengaduk-aduk serealmu?" Kun menegur Renjun yang sibuk memutar-mutar sendok alumunium pada lautan yang digenangi cornflake dan biji granola.

Pemuda yang dipanggil namanya mendongak, alis sedikit terangkat sebelum mengerjap pelan dua kali sambil mengalihkan pandangannya. Dari sebrang meja Kun tahu adik sepupunya itu sedang menimang-nimang sesuatu. Seakan berusaha memformulasikan kata-kata dalam kepalanya sebelum mengalir keluar.

"Bukan apa-apa," putus Renjun pada akhirnya. Kun tersenyum simpul, sudah menebak jawaban Renjun. Ia kembali pada salad buah di manguk bening di hadapannya.

"Oke." Kun menggantung kalimatnya sejenak. "Kau bisa mengatakannya kalau kau tidak keberatan, I wont judge."

Pemuda bersurai coklat pitang itu tampak kembali berpikir. Kerutan ragu-ragu tercetak jelas di dahinya sementara Kun mengunyah tomat ceri dengan anteng di kursinya.

"Gege tahu, kemarin seseorang bertanya kepadaku," celetuk Renjun cukup keras untuk Kun dengar. Sementara Kun hanya mengangguk mengiyakan menyuruh Renjun melanjutkan.

"Dia punya seorang teman-ah, bukan-kenalan, tapi entah kenapa orang-orang tidak menyukai seseorang ini. Untuk alasan yang temanku ini tidak ketahui."

"Tapi untuk suatu alasan temanku itu kebetulan selalu bertemu dengannya, seaneh apapun situasi itu. Menurutmu ia harus menjauhinya?" Renjun mengakhiri sesi konsultasinya dengan membanting sendok lumayan keras ke dalam mangkuk, menyebabkan bercak-bercak putih menghiasi meja makan.

Kun tampak berpikir. Masih dengan gayanya yang santai dan kalem, salad buah di piring hitamnya tinggal setengah. "Hmmm.... Memang kenapa dengan orang ini?"

"Tidak tahu," Renjun menjawab pendek.

"Apa temanmu dalam bahaya?"

"Kalau saling berbicara di acara umum termasuk bahaya, mungkin iya. Lagipula dia masih bernafas sampai detik ini," ia mencibir pelan.

"Apa orang ini memperlakukan temanmu dengan baik?" ujar Kun lagi, kali ini ia menatap penuh pada Renjun yang lagi-lagi memainkan serealnya.

"Well, sejauh ini dia tidak mencoba untuk membunuhnya atau mendorongnya ke dalam jurang, jadi, yah, ku rasa ia baik-baik saja?" Renjun menjawab setengah mengeluh setengah bertanya.

"Oh."

"Oh?" sahut Renjun bingung. Bukan ini jawaban yang diharapkannya.

"Kalau temanmu merasa baik-baik saja dan tidak saling merugikan ya sudah, biarkan saja," jelas Kun enteng sambil menusuk tomat ceri terakhirnya.

"Begitu ya-maksudku, ya, kau benar sekali."

Dokter muda itu terkekeh ringan, ia menelan kunyahan tomat ceri sebelum berujar dengan senyum misterius. "Kalau Mark memperlakukanmu dengan baik maka tidak ada masalah."

"Memangnya Mark akan berbuat apa-tunggu..."

Mark?

"Mark siapa?" tanya Renjun dengan tampang tidak percaya, ia tahu ia tampak bodoh sekarang. Mulutnya menganga mengatup seperti ikan koi.

"Mark siapa lagi. Tentu saja Mark-Minhyung, Si Tuan Muda Lee," Kun mengangkat bahunya acuh tak acuh, namun senyum jahil yang muncul di wajahnya tidak terlewatkan oleh Renjun.

"Kenapa jadi Mark hyung? Memangnya aku sedang berbicara tentangnya!?" tuntut Renjun tidak terima, matanya memicing tajam menatap Kun.

"Aku tidak yakin temanmu yang mana yang kau ceritakan. Tapi aku yakin sekali belakangan ini Mark sering menemuimu." Ujar Kun sambil lalu meletakkan alat makannya di wastafel. Dengan pergerakan teratur tangannya mulai mencuci piring porselen itu dengan telaten. Sebuah senyum tipis tersungging di wajahnya kala tak mendapat respon lebih jauh dari Renjun.

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now