First Day

11 3 4
                                    

Bertemu beberapa kali dalam sehari  dengan seseorang yang sangat menyebalkan adalah hal tersial dalam hidup



Jam setengah enam pagi aku sudah bangun, lebih pagi dari biasanya. Aku merasa sangat bersemangat untuk berangkat ke sekolahku yang baru. Ya,, aku dan keluargaku pindah ke ibukota seminggu lalu. Hal ini karena Papah pindah tempat kerja dan Mamah memilih untuk membuka praktiknya mengikuti Papah, jadi mau tak mau aku ikut mereka.

Aku meraih ponselku dan melihat apakah ada pesan masuk dari teman disekolah lamaku atau tidak. Ternyata ada satu akun yang mengirimiku dengan banyak pesan, siapa lagi kalau bukan Darren.

Kebiasaannya adalah mengirimiku spam chat saat kami harus berangkat ke sekolah dan aku belum menyapanya, katanya untuk memeriksa aku sudah bangun atau belum karena aku tipe anak yang sering berangkat tepat waktu atau lebih tepatnya saat bel masuk berbunyi aku baru melewati gerbang sekolah.

Kami berbalas pesan agak lama, sekitar sepuluh menit sampai dia bilang harus sarapan dan berangkat sekolah. Dia adalah murid yang pintar dan juga aktif dalam berbagai organisasi sekolah, betapa beruntungnya aku memiliki kekasih hebat seperti dirinya.

Kuletakan ponselku asal diatas kasur dan bergegas mandi lalu turun kebawah untuk makan dan berangkat sekolah.

“Ale? tumben udah rapih, baru jam enam loh. Biasanya berangkat kalo kurang sepuluh menit?” Heran Mamah saat melihatku turun menghampiri mereka yang sedang sarapan.

“Mah, dia kan murid baru, jadi harus memberikan kesan pertama yang baik dong.. Apalagi Papahnya ketua komite, anaknya harus rajin.” Papah membanggakan diri dan aku langsung memamerkan ibu jariku tanda setuju dengan ucapan Papah.

"Eh tapi,, kalau Papah ke sekolah jangan bilang kalo Ale anak Papah ya, pleasee..” Mohonku pada Papa dan beliau memasang raut bingung.

"Kamu nggak mau ngakuin Papah?"

“Bukan begitu ihh. Ale cuma nggak mau mereka ndeketin Ale karena tau keluarga Ale.” Mereka mengangguk mengerti.

"Ini kartu busnya, jangan sampe ilang nanti nggak bisa pulang.” Kata Mamah menyerahkan sebuah kartu.

Aku melihat jam tanganku, pukul 06.15. Jarak kesekolah baru lebih jauh dari sebelumnya yang hanya berjarak lima ratus meter. Akhirnya aku memutuskan untuk pamit dan beranjak pergi.

“Bukannya sekolah mulai jam delapan?” Kata Papah dan aku baru mengingatnya, kenapa aku bisa selupa ini. Aku memukul kepalaku sendiri dan mereka hanya tertawa kecil.

***

Aku membuang napasku kasar. Tahu akan seperti ini, lebih baik aku bangun jam tujuh saja, kenapa harus repot bangun terlalu pagi?. Sekarang yang bisa kulakukan hanya duduk di kursi taman rumah yang menghadap ke kolam renang melihat matahari yang mulai meninggi.

Kalau dipikir-pikir, rumah yang baru aku tinggali beberapa hari ini sangat nyaman. Di lantai satu hanya ada ruang tamu dan dapur yang langsung terhubung dengan halaman belakang yang juga terdapat kebun kecil, di lantai dua ada empat kamar dan lantai ketiga terdapat taman dan kolam renang.

Baiklah, sekarang sudah pukul 07.15 dan aku memutuskan untuk berangkat ke sekolah. Mulai berjalan keluar kompleks sendirian, sampai menunggu bus dihalte-pun tak ada satu orang yang kukenali. Sungguh aku tak suka dengan suasana seperti ini, tak ada yang bisa ku ajak berbicara. Hanya earphone di telingaku yang bernyanyi.

Why Must UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang