Prolog

3.5K 202 7
                                    

"Tsasya, lo ingat besok reuni kelas kita kan?" Tanya seseorang dari seberang telepon. Suaranya yang familiar karena panggilan yang sama berturut-turut. Sambil menahan emosi dan mengontrol suara, aku menjawab pertanyaannya dengan jengkel. "Gue nggak mungkin lupa karena lo nelepon gue tiap satu jam sekali." Jawabku ketus. Mengingat wajah si penelepon saja sudah cukup membuatku emosi.

Namun perempuan diseberang telepon malah terkekeh, "Gue pikir lo nggak bakalan datang karena ada Danu." Katanya pelan. Ucapan itu membuatku membeku selama beberapa detik, satu nama yang membuatku tidak bisa berkutik. Entah sudah berapa lama sejak terakhir kali kudengar nama itu disebut.

"Danu....datang?"

"Tentu saja! Sponsor utama reuni kita kali ini kan perusahaannya Danu."

Aku menelan ludah kasar, "Ya sudah kalo gitu, gue tutup teleponnya." Aku menutup panggilan kami berakhir untuk hari ini. Aku sedang menyusun beberapa barang-barangku yang tiba dari pengiriman.

Rumah ini adalah tempat tinggalku mulai dari sekarang karena Ibu tinggal bersama adikku diluar kota. Aku berencana untuk makan malam diluar hari ini, aku tidak menemukan apapun didalam kulkas yang dapat digunakan untuk memasak. Mira sedang dinas karena ia mendapat shift jaga malam dan baru akan kembali esok siang, derita seorang dokter yang masih koas adalah menjaga ugd dan sering kali mendapat shift jaga malam.

"Mir, gue jenguk elo ke rumah sakit bisa nggak?" Aku menghubungi Mira, berniat untuk mengunjunginya sambil membawakan gadis itu jajanan tengah malam karena dia sangat suka mengunyah.

"BOLEH BANGET, lo emang sahabat paling pengertian deh Sya." Aku bisa mendengar kekehan Mira dari seberang. "Lo tau aja jaga shift malam bikin gue laper."

Kan sudah kubilang, Mira pasti tahu aku akan membawakan dia makanan.

Aku dan Mira berteman baik sejak duduk dibangku sekolah menengah atas. Saat itu adalah masa-masa peralihan masa remaja kami yang benar-benar nakal dan penuh kebahagiaan. Aku memiliki sahabat yang selalu ada disampingku dan seorang kekasih yang sangat mencintaiku serta kedua orang tua yang utuh.

Semuanya benar-benar seperti mimpi indah.

Aku sampai di rumah sakit tempat Mira bekerja pada pukul sepuluh malam. Sambil membawa matcha latte kesukaannya dan beberapa macam roti untuk mengganjal perut. Mira suka makanan yang manis karena itu aku membelikannya roti. Aku belum pernah menginjakkan kaki di rumah sakit tempat Mira bekerja sebelumnya. Selain karena baru sampai di Jambi sebulan yang lalu, aku juga tidak pernah berpikir untuk pergi ke rumah sakit. Kupikir akan sangat ramai dan mengganggu Mira adalah hal yang tidak sopan.

"Hai beb sampe juga Lo." Mira melambaikan tangan saat matanya bertemu denganku. Kami janjian untuk bertemu di kantin rumah sakit yang sepi. "Gue agak nyasar sih tadi untung aja nanya sama resepsionis." Aku menaruh plastik diatas meja, Mira langsung membukanya dan mengambil salah satu roti sambil menyeruput minuman kesukaannya.

"Makasih loh beb, gue udah lama nggak minum matcha lattenya simon." Aku tersenyum saat Mira menikmati minumannya.

Aku memandangi suasana koridor yang sepi, mungkin karena jam besuk sudah habis jadi tidak ada orang lalu lalang disini. Mira sedang mengunyah roti isi pisang coklat saat aku kembali menatap kearahnya. "Lo nggak makan Sya?" Akhirnya dia menawarkan, padahal roti itu tinggal setengah. "Dasar lo, roti tinggal setengah baru nawarin ke gue." Cibirku pada tingkat kesadarannya.

Gadis cantik itu tertawa, "Moonmaap gue laper banget sih Sya makanya jadi lupa dengan orang."

Aku memaklumi, Mira pasti sangat lelah. "Eh ngomong-ngomong Lo yakin mau datang ke acara reuni sma?" Sudah kutebak ia pasti akan bertanya. Namun melihat reaksiku yang hanya diam pasti memancing rasa penasarannya."Maksud gue selama ini kan lo nggak pernah datang -walaupun cuma gue yang tahu alasannya. Tapi sekarang tiba-tiba lo muncul di acara reuni sekolah?" Tanyanya penasaran.

Sebenarnya aku juga bingung mengapa aku setuju untuk datang ke acara tersebut. Apakah karena panggilan beruntun dari ketua angkatan kami sejak tadi pagi? Sepertinya tidak. Aku telah menerima panggilan telepon yang sama sejak aku bekerja di Australia dahulu dan saat itu aku tak punya keinginan sedikitpun untuk kembali. Apalagi setelah mendengar kabar keberadaan Danu disana membuatku tidak keberatan untuk hadir, bagaimana jika kami bertemu apa yang harus aku katakan?

Hai Danu, sudah lama sekali ya.

Hentikan itu Tsasya! Batinku berteriak geli.

"Memangnya gue nggak boleh datang ke acara reuni sekolah cuma gara-gara ada Danu disana?" Aku tidak ingin orang-orang berpikir aku tidak hadir di acara reuni sebelum-sebelumnya karena menghindari Danu. Namun dahi Mira berkerut bingung, "Lho Danu bakalan datang?" tanyanya kebingungan.

Aku berkedip selama beberapa detik, merasa aneh sendiri. "Lo....nggak tahu soal ini?" Aku bertanya balik layaknya orang bodoh, Mira menggelengkan kepalanya. "Gue nggak ada denger kabar apapun soal Danu, gue cuma tanya kenapa lo akhirnya mau datang."

Wajahku memerah, ucapan Mira seakan menampar seluruh khayalan-khayalan bodohku tentang pertemuan dengan Danu.

Mira tertawa, mungkin dia sadar aku sudah tidak bisa menjawab ucapannya. "Gue tahu gimana hubungan lo dan Danu sebenarnya." Aku menundukkan kepala saat Mira malah memelukku dengan sayang. Mira adalah satu-satunya orang yang tahu betul bagaimana hubunganku dan Danu berakhir naas hingga alasan aku untuk pergi dari negara ini. "Kalo lo mau memperjuangkan hubungan kalian lagi gue pasti dukung Sya, cuma sepengetahuan gue Danu pacaran dengan si Rahma." Aku bisa merasakan sentuhan Mira pada kepalaku.

Aku sudah mendengar kabar itu sejak sampai di bandara Sultan Thaha, berita itu sangat panas dan bisa ditemukan diseluruh media sosial. Rahma Yunita, artis lokal penuh bakat yang sedang naik daun karena aktingnya bersama Reza Rahardian yang membuatnya mendapat penghargaan pemeran wanita terbaik di ajang Indonesia Movie Awards tahun ini. Aku mengenal Rahma karena kami juga satu sekolah, bisa dibilang dia juga tahu bahwa aku dan Danu pernah menjalin hubungan.

Tujuh tahun ternyata membawa banyak perubahan.

"Lo tau gue sayang banget sama lo kan beb." Mira menyisir rambutku dengan jemarinya yang panjang. "Jangan nyerah, gue pasti bakalan dukung lo okay!" Kami berpelukan kembali.

Aku pamit pergi saat jarum jam menunjukkan angka sebelas malam, Mira dipanggil oleh salah satu perawat karena kedatangan pasien di unit gawat darurat. Aku mengendarai vios 2015 ku dengan kecepatan sedang, menikmati suasana malam jalanan Jambi yang sangat kurindukan.

"Kalau kita ketemu nanti, gue harus bilang apa sama Lo Nu?"

***

Here To Heart -RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang