Suasana makan malam pertama ini terasa sangat canggung, dengan percakapan seadanya saja oleh keempat orang yang ada disana.
Hingga akhir pun masih tak ada percakapan berfaedah antara mereka. Hanya ucapan selamat malam yang singkat.
"Terimakasih atas makanannya. Selamat malam." ucap Lissa mengakhiri makan malam nya.
Gadis cantik itu segera melangkahkan kakinya menuju kamar nya yang berada di atas.
"Tunggu." sebuah tangan mencegah langkah Lissa memasuki kamarnya.
Gadis itu berbalik, melihat siapa yang menghentikannya.
Rave, pria itu melepaskan genggaman nya pada Lissa.
"Ada apa?" tanya Lissa tak mau basa basi.
"Kau pasti sudah tau tentangku dari Ayah. Jadi tolong jaga sikap mu jika kau ingin hidup tenang." Rave mengantongi tangan nya dengan gaya sombong. Membuat Lissa jengah dengan sikap pria itu.
Dengan tak berdosanya Lissa membungkuk pelan lalu segera masuk kedalam kamar nya tanpa membalas ucapsn Rave barusan.
"Sialan." decih Rave.
.
.Keesokan harinya. Lissa bangun dengan malas, bagian perut bawahnya terasa keram. Serta rasa lembab diantara kedua pahanya.
Ia tau jika itu awal bulannya. Dan ia malas ke sekolah hari ini.
Dengan sedikit membungkuk, gadis itu berjalan kearah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Waktu 1 jam untuk seorang gadis yang sedang datang bulan bukanlah hal yang asing. Lissa kekuar dari kamar mandi setelah 1 jam lebih berada disana.
Betapa terkejutnya gadis itu saat melihat seorang pria tengah bersender di tembok tepat di depan pintu kamar mandi Lissa.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Lissa cepat.
Rave tersenyum miring, berjalan mendekat kearah Lissa. Spontan sajs gadis itu mundur dengab perlahan.
"Selamat pagi, Lissa." ucap Rave akhirnya.
Lissa hanya diam, bingung dengan sikap pria di depannya itu.
"Kau tidak ke sekolah Rave?" Lissa mendorong bahu pria itu lalu pergi menuju lemari pakaian.
Rave berjalan mengikuti Lissa. "Tidak, aku malas. Kau sendiri?" Rave balas bertanya.
Lissa hanya diam, malas menanggapi. Mana mungkin ia menceritakan tentang datang bulannya pada orang yang baru kemarin ia kenal.
"Keluar. Aku akan memakai pakaian ku." perintah Lissa sambil memeluk pakaiannya dan menatap Rave.
"Kenapa? Pakai saja. Aku juga tidak mengganggu." Rave mengangkat bahu nya acuh. "Ngomong-ngomong tubuhmu bagus juga." sambungnya.
Lissa tersentak, menyadari apa yang dari tadi Rave perhatikan. Segera gadis itu mendorong Rave keluar kamar nya dengan susah payah.
.
.Rave, pria itu menuruni tangga rumah baru nya itu dengan santai. Setelah diusir dari kamar Lissa, ia memutuskan untuk pergi ke kamarnya sendiri yang ada di lantai dasar.
Rave merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur, memejamkan matanya untuk meresapi dunia mimpi.
25 menit. Rave membuka matanya dengan kesal. Lalu duduk bersila di atas tempat tidurnya.
"Kenapa aku memikirkannya??" Rave memukul kepalanya sendiri. Berusaha menghilangkan bayangan yang ada di otaknya.
"Rave apa kau punya perasaan dengan adik mu sendiri? Apa kau menyukai nya? Aku yakin itu hanya rasa suka kepada seorang adik, bukan pada seorang wanita. Iya. Aku yakin itu." Rave terus berbicara sendiri, mempertanyakan tentang perasaan nya pada adiknya, Lissa.