Matahari mulai tergelincir ke arah barat, menyisakan langit yang memamerkan keelokan cahaya jingganya. Burung-burung pun mulai beterbangan ke tempat asalnya usai mencari kebutuhan hidup mereka.
Aku dan kedua sahabatku ditambah adik salah seorang sahabatku memutuskan untuk berhenti di salah satu mesjid di kota ini guna menunaikan ibadah sholat maghrib.
Di depan bangunan agung dan megah ini kami tercengang-cengang dengan desain eksterior yang membuat siapapun berdecak kagum.
Tidak mau ketinggalan sholat berjemaah, kami pun memarkirkan sepeda motor dan segera menuju tempat wudhu wanita yang terletak di sebelah kanan rumah Allah ini.
Selesai berwudhu kami kembali dibuat terkagum-kagum oleh desain interior mesjid yang Masyaallah indaaah sekali.
Ini adalah mesjid terindah yang pernah aku kunjungi. Mungkin terlihat berlebihan, tapi jika kalian mengunjungi mesjid ini, respon kalian kurang lebih akan seperti kami saat ini.
Masih dengan perasaan takjub kami mengambil mukenah yang memang telah disediakan pihak mesjid dan segera mengikuti imam untuk sholat berjamaah.
Selesai sholat, kami bergegas ke tempat penitipan sendal takut nanti terlalu larut malam sampai di kota asal kami.
Teman-temanku sudah mengenakan sepatu mereka tetapi aku belum juga. Sepatu ku berada didekat kumpulan pria. Aku takut mengambilnya, tapi desakan dari teman membuat aku memberanikan diri mengambilnya.
"Permisi pak, mau ngambil sepatu. " ucapku ramah disertai seulas senyum pada orang yang posisinya berada paling dekat dengan sepatuku. Beliau membalas senyumku kemudian menganggukkan kepalanya.
Aku membungkukkan badan berusaha meraih sepatuku namun tanganku hampir menyentuh tangan seseorang, tetapi orang itu dengan cepat menarik tangannya seperti enggan tersentuh olehku.
Aku meliriknya sekilas dengan perasaan kesal, tapi respon yang kudapat justru sebaliknya. Dia melemparkan senyumannya padaku yang kemudian kubalas dengan senyum terpaksa.
Setelah berhasil mendapatkan sepatu ku aku bergegas mengenakannya dan berlari ke arah karibku yang tengah menunggu.
"Kalian liat nggak tadi, dia ngehindar gitu waktu hampir ke sentuh sama gue. Jijik kali ya dia sama gue. " cerocosku.
"Ya Allah, Keyzia Abdul Ghafar, jangan suudzon mulu sama orang. Lo nggak ngeliat dandanannya alim bener. Dia bukannya jijik Key, tapi dia takut bersentuhan sama yang bukan mahram. " cerca Fathira sahabatku.
"Bener tuh Key, apa yang dibilang sama Ipat." Fathira melotot ke sumber suara tak senang namanya dinistakan, yang dipelototi malah terkekeh, "Percuma ya nilai agama lo selalu lebih tinggi dari kita, tapi masalah ginian aja lu kagak ngerti. " sambung Violet dengan tatapan tak percaya.
"Iiiih,Vio udah ratusan kali gue bilang, jangan pernah panggil gue 'IPAT'!! Nyokap gue udah susah-susah ngasih nama yang cakep kayak anaknya, tapi seenak jidad lo ganti nama gue!" ujar Fathira tak terima. Vio hanya terkekeh tanpa merasa bersalah.
Aku hanya tersenyum mendengar penuturan mereka. Aku tak tau harus menjawab apa lagi karena apa yang mereka katakan itu benar. Dan entah kenapa aku sekarang cukup lega, rasa kesalku mendadak lenyap terbawa angin sepoy-sepoy yang mengusap permukaan wajahku.
Tak ingin berlama-lama larut dalam pembicaraan ini, kami bergegas menuju kota kecil kami yang jaraknya kurang lebih satu jam perjalanan dari kota ini.
Sebulan berlalu, kami disibukkan oleh aktivitas masing-masing. Fathira yang sibuk bimbel untuk persiapan SBMPTN, Violet dan aku yang sibuk belajar otodidak tanpa bantuan dari lembaga apapun.
Setiap waktu kami lalui hanya dengan tumpukan soal memusingkan yang meraung-raung meminta jawaban.
Hari-hari membosankan persiapan SBMPTN pun berlalu digantikan dengan hari-hari yang mendebarkan menungu hasil SBMPTN.
Tibalah di hari penentu masa depanku, ragu-ragu ku buka link pengumuman. Syafa karibku dari TK menemaniku melihat pengumuman.
Mataku berkaca-kaca tak percaya dengan hasil yang kuperoleh. Syafa memelukku erat, menenengkan hatiku yang tengah kacau.
Pundaknya yang basah oleh air mataku tak dihiraukannnya. Dia sibuk menenangkan kegundahanku.
"Gue goblok banget ya Ca." ratapku.
"Ssst! Lo nggak boleh ngomong gitu, yang nggak lulus kan bukan lo sendiri Key. Mungkin ini bukan jalan lo. " katanya berusaha menguatkan hatiku.
"Lo sih enak, lulus SNMPTN. Lah gue? SN nggak lulus SBM juga nggak lulus. Gue nggak tau mau ngomong apa ke nyokap. Dia pasti kecewa banget Ca. "
"Nyokap lo pasti ngerti kok Key, udah dong lo jangan nangis lagi. Mana Keyzia gue yang selalu tegar menghadapi masalah? Gue nggak suka liat lo nangis Key, lo jelek banget kalau lagi nangis. "
Aku mengusap kasar air mata yang membanjiri pipiku. Kupaksakan menarik dua sudut bibirku membentuk sebuah lekungan yang terkesan dipaksakan.
"Nah, gitu dong. Ini baru Keyzia yang gue kenal. " Syafa menarikku ke dalam dekapannya kemudian mengusap pelan kepalaku.
Dering ponsel membuatku melepas pelukan Syafa, kurogoh saku dan melihat siapa yang menghubungiku. Berat hati kuterima panggilannya, suara riang Violet menyambut telingaku.
"Keeeey, gue lulus! Ipat juga!" serunya girang. "lo lulus juga kan?" tanyanya penuh keyakinan. Tak ada respon yang keluar dari mulutku, hanya lelehan air mata yg kembali membanjiri pipiku. "Key, lo kok diam aja sih? Keey? Keyzia? Lo masih disana kan?" kini tangis tak dapat lagi ku bendung. Suara isakanku mulai memenuhi ruangan 3 kali 4 ini.
~To be continued~
Semoga suka🙏🏻 dan jangan lupa tinggalin jejak ya 😉
Jazzakumullah ya khair 💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding you?
Teen FictionKetika mesjid yang seharusnya menjadi tempat ibadah berubah menjadi tempat pertemuan dua insan kisah seorang gadis yang bertemu dengan seorang pemuda di sebuah mesjid akankah kisah mereka sampai ke pelaminan? atau hanya sekedar bertemu tanpa ada ke...