Pernah mendengar istilah di dunia ini tak ada yang namanya kebetulan? Bahkan sehelai daun yang jatuh saja sudah di rencanakan oleh sang Khalik. Apalagi pertemuanmu dengan seseorang. Entah apa rencana-Nya dibalik setiap pertemuan yang diciptakan, satu hal yang pasti kita harus tetap menjalankan setiap rencana yang telah Dia siapkan.
Seperti kejadian pagi ini, entah dunia yang memang sesempit daun kelor atau ini memang awal dari takdir yang Dia goreskan, aku kembali dipertemukan dengan pemuda yang beberapa hari lalu kutabrak di depan kelasku.
Dipercaya sebagai koordinator salah satu mata kuliah membuatku mau tak mau harus bermurah hati menyiapkan segala perlengkapan mata kuliah tersebut. Mengambil absen manual seperti sekarang ini misalnya.
Aku diminta mengambil absen ke akama fakultas yang jaraknya tak begitu jauh dengan gedung kuliahku. Salah satu kebiasaan kecilku yang sudah ditanamkan ayah sejak dini adalah menundukkan pandangan. Luar biasanya, bukan hanya ketika berbicara dengan lawan jenis saja aku selalu menundukkan pandangan, tetapi di semua situasi.
Ini sebenarnya kebiasaan baik namun juga menjadi kebiasaan buruk untukku. Acap kali aku dianggap arogan karena berselisih namun tak menyapa, bagaimana mau menyapa, kelihatan saja tidak. Dan dampak buruk lainnya aku juga sering nyaris bahkan sampai bertabrakan dengan sesuatu bahkan seseorang. That's my bad habit!
Sekarang lagi dan lagi aku nyaris menabrak seseorang. Langkahku terhenti saat mataku menangkap sepasang sneakers putih dalam jarak dua langkah dari flat shoes warna khaki tua milikku.
Reflek mataku langsung melihat pemilik sepatu itu. Setelah melihat sekilas pemiliknya, aku kembali menundukkan mataku.
"Maaf." Kataku lirih, kemudian menggeser langkah ke kanan dan kembali melanjutkan langkahku.
"Sepertinya sudah menjadi hobby kamu menabrak orang ya!"
Aku mengabaikannya, dan kembali melanjutkan langkahku yang sempat tertunda.
"Selain hobby nabrak orang, kamu juga budek ya! " sarkasnya.
Aku memutar tubuh malas, "Saya sudah bilang maaf. Anda yang mengabaikan permintaan maaf saya! " balasku tak kalah sarkas.
"Arfan! Arfan Irawan, itu nama saya." ucap pemuda itu yang jelas-jelas melenceng dari topik pembahasan.
"Saya tidak bertanya!" jawabku memutar bola mata jengah kemudian berbalik lagi dan melanjutkan tujuan awalku.
"Kamu harus selalu mengingatnya mulai hari ini Keyzia!" ujarnya sedikit berteriak karena jarak kami yang sudah cukup jauh. Tunggu dulu, dari mana dia mengetahui namaku? Ah iya, namaku disebut-sebut menggunakan pengeras suara di hari memalukan saat PBAK. Pasti karena itu!
***
Deringan ponsel yang nyaring menghentikan aktivitasku. Aku mengambil ponsel yang tergeletak dan melihat nama yang tertera disana. Senyum terukir di bibirku.
Aku menggeser panel hijau kemudian meletakkan benda pipih itu ke telinga kananku.
"Halo, assalamualaikum nak." suara yang kurindukan terdengar dari sebrang sana.
"Waalaikumsalam, bu." sambutku riang.
"Kamu gimana kabarnya?"
"Alhamdulillah sehat bu, ibu sama ayah sehat? "
Hampir setengah jam aku bercengkrama dengan ibu melalui udara, banyak hal yang kami bahas. Aku tak mau menyampaikan rasa tidak nyamanku berada di kota ini. Takut menambah beban ibuku.
"Wah, sudah setengah jam ternyata ya nak. Pantes kuping ibu panas. Udah dulu ya nak, jaga diri baik-baik disana. Ibu sayang kamu. "
"Insyaallah bu. Zia sayang ibu juga, titip salam buat ayah sama abang ya bu. " Ibu memutuskan sambungan setelah aku menjawab salamnya.
Aku menghela nafas panjang lalu menurunkan ponsel itu dan meletakkan ke tempat asalnya. Setidaknya telfon dari ibu bisa mengusir sedikit rasa kesepianku disini. Dan juga jadi penguatku untuk melanjutkan studi disini.
Kembali kulanjutkan aktivitasku yang sempat tertunda. Menarikan jari-jemari lentikku diatas keyboard laptop. Padahal baru sebulan kuliah disini, hari-hariku sudah dipenuhi dengan tumpukan tugas.
Kuliah tak seindah FTV yang biasa ditonton ibuku. Jangankan untuk nongkrong sana-sini setiap hari apalagi melakoni kisah cinta yang penuh warna-warni, yang ada hari-hariku dipenuhi tugas kuliah yang bejibun. Ternyata kuliah sedemikian rumitnya.
Aku memijat pelipis, kepalaku pening, mataku perih karena telah menatap layar laptop berjam-jam lamanya. Pukul 01.15 dini hari, aku masih terjaga. Mataku sudah tak bersahabat lagi, segelas kopi yang kubuat tadi tak mampu menghilangkan rasa kantukku.
Kulirik ranjang sebelah, Zahra teman sekamarku sudah pulas dalam tidurnya. Kumatikan laptop setelah menyimpan file yang kuketik, kemudian menyusul Zahra ke alam mimpi.
"Key, Key, Keyzia! Udah adzan. Bangun gih!" tubuhku terasa digoncang, mataku perlahan terbuka.
"Lima menit lagi, bu."
"Bu, ibu. Lo kira gue ibu lo? Emang muka gue udah kayak ibu-ibu apa?" sahut pemilik suara terdengar kesal. Mataku membuka sempurna. Itu bukan suara ibuku.
"Eh, neng Zahra yang manis ternyata."
Aku nyengir tanpa rasa bersalah. Dia hanya memutar bola mata jengah.Beginilah kami, jika dia bangun duluan akan membangunkanku seperti ini dan sebaliknya aku akan membangunkan nya jika bangun lebih dulu. Aku sangat bersyukur bisa memiliki teman sekamar seperti Zahra ini. Teman yang selalu membantuku lebih mendekatkan diri pada sang khalik.
Setelah rutinitas pagiku selesai, aku bergegas menuju kampus. Pagi ini mata kuliah diawali dengan dosen killer super on time yang tak mentolerir kata 'terlambat' walau sedetik pun. Terang saja aku tak ingin bermasalah dengannya. Minggu lalu ada salah seorang temanku yang diusir secara tudak terhormat karena terlambat hitungan detik. Membayangkannya saja membuatku bergidik.
"Kita ketemu lagi Keyzia!" suara bariton itu menginterupsi langkahku. Aku mendongakkan kepala dan mataku melotot melihat siapa yang berdiri dihadapanku.
~To be continued~
Semoga suka🙏🏻 dan jangan lupa tinggalin jejak ya 😉
Jazzakumullah ya khair 💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding you?
Teen FictionKetika mesjid yang seharusnya menjadi tempat ibadah berubah menjadi tempat pertemuan dua insan kisah seorang gadis yang bertemu dengan seorang pemuda di sebuah mesjid akankah kisah mereka sampai ke pelaminan? atau hanya sekedar bertemu tanpa ada ke...