1. I see you (Lea)

11 0 0
                                    

"psst... cantelan panci!.. arah jam 5, jaket coklat duduk nyender dinding, rambutnya keren, matanya maaan...", temenku Sasha berbisik dengan suara agak keras di telingaku.
Sialan nih anak, bikin kupingku berdenging! Dari tadi dia sibuk jelalatan mengedarkan mata ke seluruh penjuru auditorium dan sesekali memberikan "laporan pandangan mata" kepadaku.

Kami berdua adalah mahasiswa tahun pertama dan hari ini mata kuliah umum semester 2 dimulai. Otomatis banyak mahasiwa (baca : lelaki) dari jurusan lain yang hadir di dalam kuliah ini. Yang belum kami kenal dan mungkin senior. Yang menurut Sasha, siapa tahu bisa menjadi kandidat pacarku (dasar mak comblang karbitan!).

Aku menengok ke belakang kananku. Si jaket coklat sedang berbicara serius dengan teman yang duduk di depannya.

Yaa salam... kenapa ada mahluk sekeren ini di kelasku?!.. Rambutnya dipotong tipis kiri kanan, agak sedikit lebat dan acak-acakan di depan. Alisnya tebal, hidungnya mancung. Matanya sexy banget, bikin mimisan lihatnya. Pasti dia belum sempat cukuran tadi pagi, jambangnya masih terlihat tipis.

Mungkin merasa sedang diperhatikan, tiba2 dia menengok ke arah tempatku duduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin merasa sedang diperhatikan, tiba2 dia menengok ke arah tempatku duduk. Dan matanya.. lurus menatap ke arahku, satu alisnya terangkat. Mulutnya tersenyum miring. Mampus gue ke-gap! Pait... pait...
Salah tingkah, aku langsung menunduk pura-pura sibuk mencari sesuatu di dalam tasku.

Untung tidak lama kemudian pintu ruangan dibuka dan seseorang melangkah masuk menuju meja dosen di depan kelas. Si jaket coklat teralih perhatiannya. Terima kasih, Tuhan!

"Ok class!... absen siapa yg pegang terakhir? Tolong kasih ke saya. Saya akan memanggil acak beberapa nama. Silahkan perkenalkan diri dan jurusan", pak Bima, dosenku berkata dari depan kelas.

Beberapa nama dipanggil oleh beliau.

"Tristan Raditya", dosenku memanggil nama mahasiswa ke empat yang ada di daftar absen.

"Hadir, sir!", si jaket coklat mengacungkan tangannya.

Hmmm... nama yg bagus.. aku jadi kebayang Brad Pitt di legends of the fall. Mirip juga mukanya sih.

"Silahkan Tristan, perkenalkan dirimu", kata dosenku sambil membetulkan kacamatanya.

"Hai guys.. namaku Tristan. Aku senior di jurusan tehnik arsitektur. Aku baru sempat ambil mata kuliah ini sekarang", Tristan nyengir sambil garuk kepalanya ketika mengucapkan kalimat terakhir.

Empat mahasiswi cantik berpenampilan modis yang duduk di bangku paling depan bisik-bisik sambil memperhatikan Tristan.
Tidak lama, satu dari mereka mengangkat tangan kanannya dan bertanya ke dosenku, "Maaf pak Bima. Saya boleh bertanya ke Tristan ya".

"Ummmm... Tristan...namaku Anna. Boleh minta nomer handphone kamu?", tanyanya sambil tersenyum menggoda. Salah satu temannya, yang paling cantik, memakai jaket denim biru dan tank top putih mengerling ke arah Tristan sambil memainkan ujung rambutnya. Beberapa mahasiswa ada yang tertawa dan pura-pura batuk. Bahkan ada yang nyeletuk ,"way to go, Tristan".

Perhatianku beralih dari Anna ke Tristan.
Ya ampun.. kenapa dia? Raut mukanya tiba-tiba mengeras, rahangnya terlihat membeku dan tatapan matanya menyipit ke arah Anna.

Pertanyaan tersebut dibalas Tristan dengan kata-kata, "Sorry, nomer handphone-ku hanya aku berikan kepada orang-orang tertentu dan itu bukan termasuk kamu".
Setelah itu dia melengos dan menatap laptop di atas meja bangkunya.

Mulut Anna terbuka lebar mendengar perkataan Tristan. Ketiga temannya melotot ke arah Tristan.

Syeeet... sumpah, ini lelaki sombong banget. Ganteng sih, pintar juga pasti (ga ada kan ya anak tehnik yang bego?), tetapi belagu. Dan aku paling ga suka sama lelaki seperti ini. Kalau kata Ira, temenku di SMA, "sok kecakepan, lo!".

Selama jam kuliah, ntah kenapa perasaanku seperti ada yang menatapku dari belakang. Mungkin hanya perasaanku saja, tetapi mataku berulang kali mencuri pandang ke arah Tristan. Serasa ada magnet yang menarik kepalaku ke arahnya.

"Earth to Lea.... Lo abis ini temenin gue ke kantin ya. Gue lapar, belum sempat sarapan", Sasha menyikutku sambil berbisik.

Belum sempat aku menjawab, suaranya naik satu oktaf, "Eh Nyet.. ngapain lo bolak balik ngeliatin Tristan? Astaga.... elo naksir dia? Cakep memang, tapi ga mungkin banget deh sama lo. Bisa tabok-tabokan sama abang lo ntar, dewa moody kayak gitu".

Kepalaku spontan menengok lagi ke belakang ke arah Tristan. Di saat bersamaan, matanya yang indah menatapku. Mata yg marah dan tidak bersahabat. Kayaknya dia mendengar apa yang diucapkan Sasha.

Ampun Tuhan... Kenapa Engkau takdirkan hamba berteman dengan orang yang mulutnya ga ada saringan sih...
Aku membuang pandanganku menatap sepatuku, mukaku memerah, berharap lantai di bawah bangkuku lumer dan menenggelamkanku.

Saved by the Bel, jam kuliah berakhir. Aku memasukkan laptopku ke dalam tas dan bergegas melangkah ke selasar menuju pintu kelas. 

"Permisi... air panas... air panas... minggiiir", Sasha terburu-buru menuju pintu, menerjang barisan orang yang antri keluar kelas, "Le, gue mau ke kamar mandi. Gue nyusul ke kantin ya!", teriaknya kepadaku.

Bersamaan dengan jawabanku "oke!", tubuhku menabrak orang di depanku yang berhenti mendadak.

"Sorry....", kataku otomatis sambil tersenyum melihat kepada orang yang aku tabrak.  Seketika senyumku membeku ketika menatap mata orang tersebut. Mata yang sedingin es. Mata Tristan.

"Watch your step, shortcake!", balasnya dengan suara yang sedikit menggeram.

Whooaa... Gue dipanggil shortcake?? Sembarangan! Aku ga pendek sebagai wanita, dia aja yang ketinggian, melebihi lelaki normal di Indonesia.

"Heh Kutu... aku ga sengaja ya.. Udah minta maaf juga. Bisa ga lebih nice ngomongnya?", Aku melipat tanganku di dada dan mataku menatap matanya menunggu jawaban.

Dia menghela napas sambil membetulkan letak ransel di bahunya. "Look, I'm sorry for being rude, ok?!.. after you, princes", jawabnya menatapku mengejek, sambil bergeser menepi dan menggerakkan tangannya menyuruhku lewat.

Astaga, ini mahluk Adonis... kenapa sih nyebelin amat... minta dikepret bolak balik!
Mata kami saling bertatapan dengan marah, tidak ada yang mau mengalah. Aku rasa raut mukaku sudah menyerupai emak singa yang mau dipisahin dari anaknya. Garang. Biasanya Sasha yang lebih mudah emosi daripada aku. Aku termasuk orang yang easy peasy lemon squeezy, kata abangku. Gilak! Baru sekali ini darahku naik ke kepala menghadapi orang.

Posisi berdiri kami agak menghalangi mahasiswa lain untuk keluar kelas . Beberapa tampak tidak sabar saat melewati kami dan seseorang berujar ,"Find a room already!".

Kepala Tristan menoleh secepat kilat kepada orang tersebut, yang terburu-buru keluar kelas begitu melihat tatapan membunuh dari Tristan.

Sesaat sebelum mata Tristan beralih kembali menatapku, mataku menangkap kilatan emosi lain di dalam mata Tristan. Perasaan sedih. Emosi yang tersimpan dan berubah menjadi es dalam sekejap mata, ketika matanya menatapku kembali.

Tristan menggelengkan kepala seperti berusaha meredam amarahnya dan berlalu dari hadapanku tanpa sepatah katapun. Aku termangu di tempat, seperti ada sesuatu yang menusuk dadaku mengingat emosi lain yang aku lihat sesaat dalam matanya.
Benar-benar pagi hari yang luar biasa bagiku.

Empty ShellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang