1.senjata makan tuan

69 7 2
                                    

            Hari senin di sebut sebagian orang dengan kata monday, bukan dalam artian kata bahasa inggris, tapi itu hanya singkatan dari monster day, mungkin karena senin merupakan awal dari kegiatan padat selepas weekend, tapi itu semua tidak berlaku bagi gadis yang menenteng tas merah mudanya, gadis yang menuruni anak tangga dua dua sekali langkah, terkesan terburu-buru.

Seusai di depan meja makan, Kinan terkesiap ketika sepasang mata coklat madunya menangkap sosok laki-laki, sedang memakan sarapannya seolah rumah kinan adalah rumahnya sendiri.

"Muka lo terlalu kaget, seakan nggak pernah nemuin nih bocah pagi-pagi udah disini." Varo angkat bicara seraya menuding laki-laki di depannya dengan jarinya

Kinan baru ingin membalas omongan kakaknya tapi terhenti karena suara candaan milik seseorang

"Adek lo kaget karena dia makin sadar kalo setiap hari gue tambah ganteng." Tidak ada yang menyahut omongan Air, bukan karena setuju dengan kalimat yang cowok itu lontarkan, tapi Varo hanya malas menanggapi bocah satu itu, sehingga dia hanya melempar satu lembar roti tawar tepat kemuka Air.

Kinan terkekeh geli ketika sosok yang ditimpuk oleh kakaknya itu mendengus kesal, Air Nakhla Putra, sahabatnya sejak ia duduk di bangku sekolah dasar, yang ajaibnya sampai saat ia SMA Tuhan masih menakdirkan mereka untuk satu sekolah bersama.

Kinan sudah terbiasa mendapati Air duduk di meja makan bersama keluarganya, tapi semalam Air menelfonnya, mengatakan bahwa di hari pertama mereka menjadi murid kelas sebelas ia tidak bisa masuk karena masih terjebak di kampung halamannya, katanya karena masih dalam rangka lebaran.

Lebaran?Kinan baru ingat sekarang sudah lebih dari dua minggu setelah idul fitri, bodoh memang dia, bisa saja ditipu oleh Air.

"Beberapa minggu di Bandung bikin lo tambah putih ya." Kalimat yang Kinan lontarkan sesudah ia duduk memicu senyum di wajah Air, bukan jenis senyum yang bagus, karena senyum itu terkesan mengejek seseorang di sebelah Kinan.

"Berarti kalo liburan gue kudu nya ke pantai ki, sebagai orang yang tidak sombong macam gue, gue harus jangan terlalu kentara nunjukin kalo gue putih, kasian soalnya sama orang yang item dari lahir."

"Heh cicak!" Varo bersungut kesal "Lo kalo ngomong ama adek gue ngeliatnya ke dia, jangan ngelirik ke gue, kenapa? Lo naksir ama gue?"

"Kalaupun bang, gue menyimpang kayak gitu, gue bakal milih pasangan yang putih kayak gue, bukan yang item kayak lo, bukan apa-apa, tapi gue nggak pengen pasangan gue minder kalo lagi jalan ama gue."

"Anindito alvaro" Najwa---bunda Kinan menginterupsi gerakan Varo yang ingin bangkit dari duduknya, seperti biasa, ingin memberi jitakan ke kepala Air.

Sementara, sosok muda yang duduk di tempat seharusnya kepala keluarga tempati, hanya terkekeh geli, Kinan bahkan terperangah ketika hampir beberapa minggu tidak mendengar kekehan itu.

Fabian, kakak tertua Kinan, bukanlah seseorang yang seperti Varo, pria itu hanya berbicara seperlunya saja, ekspresi wajahnya juga tidak jauh dari poker face, dan Kinan bukanlah sejenis adik yang manis yang mampu membuat Fabian terkekeh.

Sejauh ini hanya satu orang yang mampu membuat Fabian terkekeh, seseorang yang kembali berdebat dengan Varo.

"Bang, di Bandung kan gue berendem di air terjun bang, katanya orang yang mandi make air itu kulitnya bakal putih bang" Air membuka tasnya, mengeluarkan botol Aqua besar lengkap dengan airnya"eh gue bawain aja buat lo, itung-itung oleh-oleh dari gue."

"Gue sangat tersanjung" Varo mendelik sinis "tapi sebenarnya lo gak perlu repot-repot, kalo gue mau gue bisa langsung ke sana."

"Tapi bang, menurut gue, walaupun lo berendem berjam-jam disana, nggak bakalan bikin lo putih, soalnya item lo itu kayaknya udah berkerak."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang