NIKAH MARATON

Nikah Maraton

Disclaimer Masashi Kishimoto
Lemon and Romance

Sudut pandang Hinata

Punggung senja menghadangku dengan mahkota keangkuhan yang benderang namun mencekam. Parasnya terlampau agung hanya sekedar menyoroti makhluk lemah sepertiku. Apalah daya gadis seperempat abad terkekang tradisi kuno. Bahkan gaun menjuntai mewah yang menyapu dinginnya marmer masih sedikit meninggi akibat cengkeraman cemas telapak kananku dan menampilkan mulus jemari kaki yang ramping nan jenjang. Kesepuluh jemari yang seharusnya dibelai mesra sepatu wanita bertumit selangit untuk mengelabuhi cebol raga ini. Sepasang benda tak murah itu kulontar dengan cantiknya menuju landasan dasar tempat sampah. Apa guna mahal jika menjelma serupa penghambat langkahku. Ransel semungil ragaku bergelantungan pada bahu kananku. Gemulai ayunannya melambat seiring menutupnya langkah lebar yang telah tersusun sejauh seratus meter.

Jika ada yang bertanya siapakah makhluk paling malang yang terjebak dalam dunia fatamorgana ini? Aku akan menjadi nominator dengan dukungan membludak. Harta maupun papa bukan tolak ukur kebahagiaanku. Darah biru mengalir deras dalam nadi orang tuaku. Jabatan puncak telah digenggamnya sebagai penguasa perusahaan multinasional. Namun apalah seorang aku yang terjerat simpul kebangsawanan. Ayah menghalangi niatku meminang pekerjaan di sebuah perguruan tinggi namun meloloskan jalanku meraih gelar S2. Lalu untuk apa segala teori yang membebat otakku hingga migrain menjadi sahabat sejati ketika skripsi dan tesis? Aku berkhayal menjadi seorang pengajar para mahasiswa yang akan menjemput hari esok ketika kelulusan tiba. Seorang ibu dosen lincah, menarik dan cerdas. Segala angan hanyalah bunga lamunan semata ketika si sulung Uchiha memaksa menerobos penolakanku. Rasa yang jatuh tak menghendaki dadanya sebagai sandaran. Aku belum sempat menemukan hati yang ingin kusinggahi. Aku belum menemukan senyuman pereda kesepian dari seorang adam. Tanpa penyesalan, aku melaju membentangkan jarak dengan kenyataan jika ayah pun mengangguki keinginan Uchiha. Sebuah pelarian demi menyelamatkan serangkaian mimpi masa depan yang telah tersusun rapi sejak belia.

Uchiha Itachi pemuda istimewa namun bukan salahku jika sauh hati enggan terlontar padanya. Uchiha Itachi pria tak cela namun bagaimana jika rasa memilih sendiri landasannya.

Aku meremas ujung gaun violet yang telah kusibak tinggi. Punggung renta dalam balutan kekuasaan, tetap setia menghakimiku yang tertangkap basah. Kerah rendah tanpa lengan melunglai ke sisi kiri hingga bahu kecil yang setulus satin mengintip nakal. Lama aku menanti, punggung lebar ayah tak jua berbalik hingga deheman ringan mengejutkan jantungku yang berdendang tak normal. Aku refleks mengambil satu langkah lebar ke belakang.

Punggung itu memutar disertai gerakan meloloskan jas gelap dari bahunya. Lenganku bergoncang bagai menikmati serangan gempa mendadak. Paras penuh guratan usia itu menatapku tanpa kurva. Perlahan derap alas kaki mewahnya membabat jarak kami yang tak dekat. Sebelah lengan kekarnya berayun menghampiri parasku. Aku yakin jika telapak tangan itu bernafsu melakukan pendaratan pada pipiku. Kukatupkan layar mataku, berharap sedikit meredam rasa nyeri yang akan tersaji ketika tulang pipiku cidera.

Puluhan detik berlalu, namun tak terhidang tamparan murka dirinya. Melainkan rasa nyaman yang merengkuh kedua pundakku yang menantang malam. Hangatnya jas sedikit menghalangi bayu runcing yang menembus tulang. Kusibak perlahan kelopak mataku saat sayup tawa lirih mengalun.

Aku tersentak. Sepoi yang menerobos pekarangan belakang kediaman Hyuuga kini menyapu mulus parasku. Anak rambut yang menyandar pada dahiku berkejaran riang.

Pria sumber darah dagingku meraih kedua sisi rahangku sebelum menyinggungkan bibir tipisnya pada kening, “Pergilah, sayang! Raihlah cita dan cintamu. Kau tetap seorang Hyuuga dan pintu rumah ini selalu menerima kau kembali. Ayah tak ingin kau menjadi korban tradisi yang akan mengikis kebahagiaanmu.”