Boleh?

8 0 1
                                    

Kugoyangkan kakiku di kursi plastik yang hampir patah, kaki kecilku, sekecil cicit tangisku mendengar pertengkaran hebat diluar kamar. Ibuku, yang mayoritas keluar dari pita suaranya hanya tangis, pilu sekali kudengar. Sedangkan, suami ibuku membentak, seolah semua sumber masalah adalah ibu.
"Aku tak selingkuh, berapa kali mesti ku bilang, hah?! Telingamu yang kau bilang berharga itu lebih mendengar omongan tetangga dari omonganku?" teriaknya. "Dasar busuk, kau sengaja kan menggunjingkan aku diluar sana? Mengataiku tukang selingkuh dan tidak bertanggung jawab. Sudah untung kau tidak ku ceraikan!" lanjutnya emosi. Dan serentetan makian terlontar dari bibirnya yang menghitam akibat rokok. Suami ibuku, yang enggan kupanggil ayah itu adalah pria terkasar yang pernah ada dimuka bumi. Jangan heran, di umurku yang baru 15 tahun saja aku tahu kalimat itu, terima kasih untuk sinetron yang sering kulihat sehabis petang, ketika suami ibu tidak dirumah.

Oh iya, namaku Fatimah. Ibuku, Maryam yang menamaiku, katanya supaya aku bisa setabah Fatimah putri Nabi. Aku tinggal jauh pinggir kota, pemukiman asri, dengan rumah yang tidak terlalu berdempet. Umurku 15 tahun, setahuku. Aku tidak pernah lagi bertanya. Pernah sekali kutanya ibu tentang hujan, dari mana hujan turun dan pelangi, apa jawabannya? "Tolong ibu fatim, ibu tidak ada waktu untuk menjawab pertanyaan konyol seperti itu". Tapi ketika aku menangis ketika digigit lipan, ibuku berkata sambil menggosok lukaku dengan minyak sumbawa, "Namamu adalah fatimah, itu karna kamu harus sabar dan tabah seperti putri Nabi. Kamu tahu kenapa senja diciptakan? Itu karna Tuhan memberikan keindahan sebelum gelap menyelimuti, dan dia datang lagi sebelum terang menuntun, begitu seterusnya". Aku mendengar sambil bengong, berpikir, apa maksudnya? Saat itu aku masih sangat kecil, dan suka kepo. Sejak saat itu aku berhenti menghitung umurku, toh nanti ibu akan membicarakannya. Yang harus ku lakukan adalah bersabar.

Ketika aku tersadar dari lamunanku, diluar sudah hening. Mungkinkah suami ibu sudah pergi lagi? Dengan amat pelan ku buka pintu kamar, kutahan menggunakan kaki lagi karna mengeluarkan derit. Ku intip keluar dan kulihat ibu duduk di lantai depan TV, kakinya di tekuk kebelakang, tangannya menjuntai kedepan dan tubuhnya telungkup, posisi familiar yang selalu kudapat setelah mereka bertengkar. Lalu ibu menatapku,
"Jangan benci ibu." katanya seperti biasa. "Aku tidak punya alasan untuk membenci ibu." kataku seperti biasa pula. "Kemana dia?".
"Ayahmu keluar, mungkin ke tempat om Raiz, tadi ibu tidak di pukul kok." Ucapnya sambil tersenyum, berusaha kuat.
"Memang tidak, tapi ibu hampir botak. Kenapa sih ibu tidak melawan? Atau sembunyi saja pas dia datang? Toh dia tidak akan tahu ibu dimana." dan tidak akan bertanya padaku, lanjutku dalam hati. Mataku menelusuri rambut ibu yang rontok, kasar sekali.
"Selama kamu tidak di sentuh, ibu tidak masalah. Tadi ayahmu mendengar tetangga menbicarakannya, dia menuduh ibu yang tidak-tidak. Ayahmu hanya datang membawa uang belanja, besok mau makan apa fatim?" Aku tahu ibu berusaha mengalihkan pembicaraan.Dan aku tidak membantah ataupun bertanya. Kalau ibu sudah mengganti topik, berarti pembicaraan selesai. Lagi.
***
Ibuku, tipikal perempuan yang sangat menghargai hubungan. Bisa di buktikan berapa kali suaminya selingkuh, ribuan kali tangan kasar suaminya mendarat di tubuhnya dan omongannya yang lebih menyakitkan dari teriris parang. Anehnya, suami ibu tidak pernah berbicara dengaku, se-kata pun. Aku tidak pernah bertanya, terlalu takut dan hanya menunggu cerita dari ibu. Hal itu pula yang membuatku tidak pernah memanggilnya ayah, boro-boro dipanggil ayah, ngomong hai saja tidak pernah.
"Melamun lagi?" Aku terperanjat, hampir terjungkang dari bangkuku.
"Menganggu saja kamu Dam, aku sedang menikmati waktu tenangku". Dia adam, satu-satunya teman yang ku punya, di sekolah. Aku terlalu pendiam untuk memulai obrolan, terbiasa menunggu cerita dari ibu membangun karakterku menjadi introvet. Sama seperti Adam, dia sama pendiamnya denganku, lebih pendiam kurasa. Satu-satunya alasan kami bisa berteman karna tugas mengarang berpasangan konyol yang diciptakan Pak Mansyur, guru bahasa Indonesia. Mungkin karna sifat kami yang sama akhirnya memotivasi Pak Mansyur untuk memasangkan kami berdua.

"Bosan?" Sahutnya lagi, acuh tak acuh.
"Aku tidak pernah bosan, kamu tahu? Aku banyak berkelana di pikiranku".
"Kepalamu yang kecil itu bisa meladak". Ucapnya lagi yang tidak ku balas. Aku kembali berpikir, atau melamun, waktu itu, Adam pertama kali mengajakku berbicara.
"Buruan!" Sahutnya, singkat dan sarat akan perintah. Setelah 15 menit penuh hening. Ku tengok kanan-kiriku, semua pasangan sudah memulai kerja sama dan mulai menulis. Sambil mendumel dalam hati, aku kembali berpikir mau menulis apa. Temanya tentang liburan keluarga, aku tidak pernah liburan. Satu-satunya jalan-jalan yang aku pernah rasakan hanya ke pasar lokal, berbelanja baju baru untuk hari raya, itupun sudah lama sekali.
"Lama banget sih, nilai bahasa kamu kan bagus. Kalau aku yang nulis, kamu bakalan rugi".
"Lagian apa susahnya sih nulis liburan doang!" Lanjutnya jengkel.
"Aku tidak pernah liburan." Sahutku. Mungkin karna dia mendengar suara sedihku, atau wajahku yang menurutnya mengasihankan, entahlah, dia mulai bercerita. Aku mendengarkan dengan serius dan mulai menulis. Nilai kami yang tertinggi saat itu.

"Aku main bola saja." Suara adam lagi-lagi mengagetkanku.
"Loh kamu masih disini? Main aja kali tidak usah ijin segala." Aku membalas, cuek.
"Aku juga tidak meminta ijinmu." Ngotot adam sambil berbalik, menjauh. Bedanya Adam dengan aku adalah, dia punya banyak teman, meski pendiam. Dia pendiam namun disukai. Wajahnya memang wajah yang pantas disukai.
"Mikir apa sih". Ku pukul kepalaku, agak keras karna kurasakan mulai berdenyut. Apakah aku boleh menyukai laki-laki sedang dengan mata kepalaku sendiri ibuku sering di siksa oleh mereka?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk Yang PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang