Kasihan mereka, tidak pernah bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Tetapi aku harus bisa menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk mereka.
Aku disini. Masih menatap mereka dalam redup cahaya sang rembulan. Andai saja ada yang bisa membantuku menghilangkan kesedihan itu. Tetapi, entahlah. Semoga saja. Aku pun pergi meninggalkan keheningan disana. Melangkah tenang menuju duniaku sejenak sembari meluruskan otot - otot yang kaku ini. Mencoba memulai semua dari awal.
Aku seperti mendengar sesuatu.
"Jangan pernah kau kawatirkan itu. Aku disini, disampingmu. Akan selalu menjaga mereka, Lisa dan Liza."
"Suara siapa itu?"
"Ini aku. Apa kau tak mengenaliku?"
"Fitria?" Batinku. Aku mengenalinya. Itu persis suara Fitria.
"Dimana kau Fitria?" Aku menyadari sesuatu, suara itu telah lenyap.
"Fitria!" Teriakku. Seketika itu aku terbangun dari mimpiku.
Huhh, ternyata hanya mimpi. Apa maksud mimpi tadi? Meskipun aku telah mengikhlaskannya pergi, tetapi tetap saja ada sesuatu yang mengganggunya untuk pergi. Sepertinya dia tidak tenang mengetahui keadaanku seperti ini. Pikirku
"Pagi yah!" Seru Lisa menyapaku yang baru saja bersiap dan lekas bergabung sarapan dengan kedua buah hati itu.
"Pagi juga Lisa, Liza!" Kataku balik menyapa mereka sambil mengelus pelan kepala mereka. Seperti biasa, disini hanya ada kami bertiga. Menyantap sarapan yang telah terhidang. Aku tak pernah punya yang namanya pembantu. Sejak kepergiannya hanya aku yang mengurus semua sendirian.
"Pagi juga yah!" Jawab si adik Liza sembari tersenyum menyantap roti didepannya.
Tak banyak yang menarik di kehidupan kami. Semua terulang tanpa bosannya. Terkadang aku sendiri pun tak bisa berbuat banyak, sakit ini kambuh ketika terlarut dengan hadirnya kenangan tentangnya.
Kami telah siap didalam mobil menuju tempat yang sudah terjadwalkan. Dalam perjalanan, hening. Tak sepatah katapun yang terucap. Namun, aku seperti mendengar sebuah percakapan yang tak biasa.
"Kak, tahu tidak aku semalam mimpi apa?" Tanya Liza yang memang ingin memberitahukan hal yang sangat berkesan dalam mimpinya.
"Ya jelas tidaklah. Apa coba?" Tanya Lisa.
"Aku senang sekali. Semalam aku mimpi bertemu ibu lho." Jawab Liza dengan suara agak samar dan lirih.
"Hmm, kirain apa. Kakak juga kali." Jawab Lisa sambil mengembangkan senyumnya.
Apa? Mereka juga bermimpi bertemu dengan Fitria? Apa maksud semua ini? Aku semakin tidak mengerti. Apa yang diinginkan Fitria? Apa dia akan kembali? Mustahil, orang yang sudah mati tidak mungkin hidup lagi. Entahlah, biar waktu yang menjawabnya.
Lamunan itu terbubarkan ketika terlihat gerbang sekolah itu menyapa kehadiran kami. Lisa dan Liza turun dan melangkah menuju kelas tanpa kawatir akan sesuatu.
Mereka persis seperti ibu mereka. Aku tersenyum, lekas melaju dijalanan itu. Jalan yang sampai hafal betul aku lika - likunya. Jalan yang biasa aku lewati bersamanya. Fitria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreaming : One Day in Truth
FantasyIni sebuah cerita tentang mimpi. Hanya mimpi? Bukan. Bukan sekedar itu, tapi lebih. Mimpi yang seolah - olah nyata. Merangkai kenyataan menuju masa depan. Masa yang tak selalu indah dan terkadang cukup pahit. Menjalani angan dengan kasungguhan. Berh...