Pagi ini kediaman keluarga Lin tidak bisa dibilang tentram dan damai. Suara teriakan dan omelan menjadi satu. Kehebohan itu terjadi hanya karena seseorang yang keras kepala lagipula manja. Putra dari keluarga Lin, Lin Yanjun.
"Kau tidak akan di apa-apakan, anak ngeyel!"
"Sekali tidak mau, ya aku tidak mau!"
Pria paruh baya itu mengerang frustasi melihat anaknya yang begitu keras kepala. Harus diapakan anaknya yang satu ini agar mau ke rumah sakit?
Dimulai dari kepanikan nyonya Lin. Pada saat itu nyonya Lin hendak membangunkan putranya yang seketika tidak jadi karena melihat Yanjun bergelung di bawah selimut dengan keadaan mengenaskan.
Pria itu bercucuran keringat sampai bajunya basah, dahinya panas dan ia terbatuk-batuk seperti kakek-kakek. Pada dasarnya, nyonya Lin mempunyai tingkat khawatir yang akut sehingga wanita itu berteriak dari lantai atas memanggil suaminya yang sedikit lagi bibirnya menyentuh pinggiran gelas kopinya.
Beruntung saja kopi tersebut tidak mengenai kaos putihnya. Tuan Lin tidak mengetahui apa yang terjadi, hanya bisa naik ke lantai atas dengan panik juga. Dilihat putra laki-lakinya dalam keadaan tidak baik dan istrinya yang panik. Sudah pasti ada sesuatu terjadi pada anaknya.
Berakhirlah mereka bertiga beradu mulut, lebih tepatnya bapak-anak yang beradu mulut. Nyonya Lin hanya memandangi keduanya dengan malas, lama-lama kekhawatirannya pada Yanjun berangsur hilang.
"Kau itu mengeluh sakit, sakit dan sakit tapi tidak mau ke rumah sakit. Bagaimana mau sembuh?" tanya Tuan Lin.
"Aku tidak suka rumah sakit. Pasti mereka akan menyuntikku, kan?! Aku tidak akan membiarkan kulitku di sentuh jarum laknat itu!" jawaban itu membuat Tuan dan Nyonya Lin seperti dihantam batu keras.
Apa tadi katanya? Takut disuntik?!?
Kekesalan Tuan Lin semakin memuncak, ia melotot ke arah putranya. "Kau ini tidak sadar umur, ya?! Umurmu itu sudah masuk dua puluh dua tahun, bayi besar! Bisa-bisanya hanya karena hal seperti itu, kau tidak mau ke rumah sakit?" Tuan Lin mengusap wajahnya kasar. "Tidak ada pilihan lain. Aku akan memanggilkan dokter pribadi saja. Astaga, Tuhan. Mengapa engkau memberiku anak lemah sepertinya."
Final Tuan Lin lalu beranjak keluar diikuti istrinya dari belakang. Setelah kedua orang tuanya perigi, Yanjun mengacak rambutnya frustasi.
"Sial, pasti ini sebuah azab karena kemarin aku sudah mengintip gadis yang sedang mandi!"
***
Zhangjing mengelus pelan lehernya yang sedikit kaku. Pekerjaannya baru saja selesai. Ia terlalu banyak menerima panggilan menjadi asisten dokter saat operasi, membuat waktunya termakan banyak. Biasanya, ia hanya mengurus pasien-pasien ringan saja, tidak sampai masuk ke dalam kegiatan operasi.
Baru saja ia akan membuka pintu mobilnya, ponsel dalam sakunya bergetar. Tertera nama 'Papa' disana.
"Halo, pa?"
"..."
"Tentu saja, ada apa?"
"..."
Zhangjing menghembuskan napasnya kasar. "Baiklah, lagipula ini belum terlalu malam. Papa bisa kirimkan alamatnya padaku."
"..."
"Aku melakukan ini karena moodku sedang baik, pa,"
Terdengar suara tawa khas dari sebrang sana membuat Zhangjing tersenyum kecil.
