Chapter 9

180 23 15
                                    

Desember.

Ia masih jeri akan salju bulan Desember. Semalam, salju kembali menemui destinasinya di bumi—membuatnya mengurung diri di dalam kamar dengan earphone terpasang pada kedua telinga. Keesokan paginya ia dapat melihat warna putih yang tak berujung, seakan mencibir geletar yang terjadi padanya semalam suntuk. Ia harus bertahan, melintasi warna putih itu hingga dirinya sampai pada sebuah gedung agensi. Ia melepas lilitan syal pada lehernya dan menggulungnya di lengan, berjalan menuju elevator dengan langkah konstan.

Tujuh bulan berlalu sejak ia dan Im Hyunsik memutuskan kembali berhubungan dengan baik. Ia tak ingin mencemaskan apa pun sejak hari itu (kecuali salju yang membuatnya tetap tak nyaman). Di waktu senggangnya mereka seringkali bertemu untuk makan bersama, dan wanita itu—Han Maroo—entah, mungkin ia memang sinting. Ilhoon tak mengerti mengapa wanita itu justru terlihat lebih senang dibanding dirinya. Ia selalu mengedepankan kebahagiaan Hyunsik, dan mungkin karena itulah Hyunsik menganggap eksistensinya adalah sebuah kebutuhan yang hakiki. Ia tak pernah melihat Hyung-nya didera cinta selama lima tahun penuh. Gadis yang dikencaninya tak pernah tahan menghadapi sifatnya yang gila bekerja, dan setiap hubungannya dengan gadis-gadis itu berakhir, ia pun tak pernah terlihat begitu peduli. Ilhoon agak takjub mengetahui bahwa wanita yang bisa memecahkan tembok itu adalah wanita yang selama dua tahun penuh mengoceh di telinganya tentang kekagumannya terhadap Hyunsik. Takdir memang tak dapat ditebak.

Ia membuka pintu sebuah studio tanpa mengetuknya, dan senyum cerah itu segera dapat dilihatnya. Hyunsik tengah memangku sebuah gitar listrik dengan wajah sumringah. Senyum itu. Bagaimana mungkin ia dapat merasa cemas setiap melihatnya? Ia segera meletakkan syal dan mantelnya pada sebuah sofa panjang di dalam studio dan menghampiri Hyunsik.

"Ilhoon-ah, kau harus dengar ini," semburnya. "Aku tidak percaya hal seperti ini tidak terlintas di otakku sebelumnya. Dengar, aku menambahkan sesuatu di bagian overtune."

Lelaki itu memang sangat berani mengambil keputusan. Ia tak menyangka beberapa minggu yang lalu ia akan menerima telepon berisi tawaran kerjasama dengan agensi tempat Hyunsik bekerja. Ia langsung dapat menerka bahwa Hyunsiklah yang merekomendasikan dirinya untuk berkolaborasi menulis lagu bersamanya—untuk konser yang akan diadakan akhir tahun ini. Ia tak dapat menolak, mustahil ia menolak setelah berusaha menyetarakan dirinya dengan lelaki itu. Ia berpikir bahwa tak ada hal yang lebih menyenangkan dari ini. Ia tak berpikir dirinya akan sempat berbagi pikiran lagi dengan Hyunsik, dan kini mereka seolah senada. Hingga beberapa lagu nyaris rampung, pendapat mereka tak pernah bertolak belakang.

"Wow," tanggap Ilhoon, tersenyum. "Daebak—aku menyukainya. Coba kau naikkan treble-nya sedikit."

"Heol, aku juga berpikir begitu tadi." Hyunsik tertawa kecil. "Lagu ini akan rampung malam ini juga. Ayo kita makan ayam setelahnya, Yeo Sangseok-ssi."

Ilhoon ikut tertawa.

"Jangan seenaknya begitu, Hyung. Telingaku sudah sakit karena Maroo berkali-kali memamerkan dua tiket pertunjukkan musikal untuk malam ini."

"Ah, benar," Hyunsik menepuk dahinya. "Pertunjukkannya malam ini. Maaf, Ilhoon-ah."

"Yah—kita bisa makan ayam setelah itu, di apartemenmu. Aku akan membeli soju," ucap Ilhoon. "Daripada itu, lebih baik kau doakan Changsub Hyung. Sore ini, kan?"

Hyunsik menyeringai.

"Astaga," tawanya. "Ya, sore ini."

***

Setelah beberapa kali merasakan kencan buta, Changsub sempat memutuskan tak akan mencobanya lagi. Pasalnya, ia tak mau membuang-buang waktu dengan rasa sakit yang semestinya tak dideritanya. Ia tiga kali ditinggalkan, dan dua kali meninggalkan. Perpisahan menjadi sesuatu yang membuat hatinya kebas. Karenanya, ia menjadi sedikit tamak dalam bermimpi. Ia menginginkan wanita yang tak akan meninggalkannya, wanita yang akan terus bersamanya hingga titik akhir. Walau ia sempat berpikir bahwa semakin dewasa, pemikirannya soal percintaan semakin mendekati buku dongeng yang dibacanya semasa kecil.

CovalentWhere stories live. Discover now