End

241 19 3
                                    

-

Hong Euijin, gadis berambut coklat itu menghembuskan nafas beratnya. Tangannya memijat keningnya, mencoba menghilangkan penat yang kini ia rasakan. Menjadi mahasiswi tingkat akhir membuat gadis itu menjadi stress. Jam tidurnya benar-benar berkurang, ditambah lagi dengan deadline yang terus saja menghantui harinya.

Gadis itu berdiri dari kursi perpustakaan kampus yang sejak tiga setengah jam lalu ia tempati. Membereskan buku-buku referensi dan alat tulis yang berserakan di atas meja. Memasukannya asal ke dalam tas ransel berwarna maroon kesayangannya. Setelah mengecek kembali kalau tidak ada barangnya yang tertinggal, gadis itu melangkah lunglai meninggalkan perpustakaan.

Di luar sudah gelap. Bulan telah muncul, menggantikan matahari yang bersinar terik sepanjang siang tadi. Mata gadis itu menangkap sebuah café dalam perjalanannya menuju halte. Di pertokoan yang bersebrangan dengan posisinya kini, berdiri café kecil yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Setelah beberapa menit berkutat dengan dirinya sendiri, Euijin memutuskan untuk bersinggah ke café itu. Berharap untuk mengurangi penat dengan kopi dan cake manis.



Criing!



Bel yang digantung diatas pintu café bergaya vintage itu berbunyi begitu Euijin mendorongnya. Menarik perhatian seorang barista yang berdiri di balik counter. Pemuda berambut coklat itu tersenyum sumringah. "Selamat datang!"

Euijin terdiam sejenak. Senyum pemuda itu seperti sihir, menggelitik bibirnya untuk membalas senyuman sang barista. Gadis itu berjalan mendekati counter, matanya sibuk membaca menu yang disodorkan barista dengan warna rambut yang sangat mirip dengannya.

"Menu special kami hari ini adalah triple-choco cake," barista yang mengenakan kemeja berwarna biru dengan lengan yang digulung itu membuka suara begitu menyadari raut kebingungan di wajah pelanggan dihadapannya ini. "Dan aku sangat merekomendasikan vanilla latte untuk diminum bersama dengan triple-choco cake."

Lagi, barista itu mengakhiri kalimatnya dengan senyuman yang membuat jantung Euijin berdetak sedikit lebih cepat. Pemuda itu tersenyum tipis sembari menunggu jawaban sang gadis. "Baiklah, aku pesan itu saja."



"Atas nama?" tanya barista itu lagi kini dengan sebuah cup plastik dan spidol bertinta hitam yang memenuhi kedua tangannya.

"Euijin." jawab gadis itu singkat. Pemuda dihadapannya terlihat terkejut, membuat dahi Euijin berkerut. Gadis itu cukup bingung dengan reaksi yang ia dapat.

Pemuda itu menggeleng pelan. Memasang kembali senyuman manis itu. "Kebetulan sekali, namaku juga Euijin." ucapnya terkekeh.

Kini giliran mata gadis itu yang membulat. "Benarkah?" tanyanya tak percaya. Setelah 23 tahun akhirnya ia bertemu dengan orang yang bernama sama dengannya!

Barista yang kini ia ketahui bernama Euijin itu mengangguk antusias. Menunjuk nametag bertuliskan Lee Euijin yang terpasang di celemek yang ia kenakan. Gadis itu mengangguk dengan bibir yang membulat, ia tidak begitu memperhatikan nametag yang terpasang karena terlalu terpana dengan senyuman empunya nametag.



Pemuda itu memintanya untuk duduk terlebih dahulu dan segera menyiapkan pesanan sang gadis. Euijin memilih untuk duduk di meja yang berada di dekat jendela besar. Menatap jalanan diluar sana yang terlihat mulai sepi. Ia berharap tidak akan melewatkan bus terakhir malam ini.

Tak lama kemudian pria bermarga Lee itu menghampirinya dengan sebuah nampan yang menjadi alas vanilla latte dingin dan triple-choco cake di atasnya. Dengan piawai, ia meletakkan semua pesanan di atas meja. "Selamat menikmati!" ucapnya tak lupa dengan senyuman manis itu.

Euijin meraih cup plastik dihadapannya, menyesap sedikit vanilla latte kedalam mulutnya. Rasa awal yang sedikit pahit diikuti dengan rasa manis yang tidak terlalu berlebihan mengisi rongga mulutnya. Jujur saja, gadis itu bukanlah penikmat kopi. Tapi sepertinya, vanilla latte buatan Lee Euijin menjadi pengecualian.

Matanya tertuju pada satu slice cake yang belum ia sentuh. Garpu yang ada berada di tangan kanannya memotong sedikit cake itu, membawanya ke dalam mulutnya. Manis, itu kata pertama yang muncul dipikiran Euijin begitu potongan kecil cake bewarna coklat itu mendarat di lidahnya. Dalam sekejab, cake di atas piring berwarna putih itu habis tak tersisa.

Kembali menyesap vanilla latte hingga tersisa kurang lebih setengahnya. Untuk sesaat, gadis itu melupakan penat yang sejak tadi dirasakannya. Semua berkat kopi, cake dan senyuman Lee Euijin. Tangannya memukul kepalanya pelan, seriously Hong Euijin what were you thinking about?!



Merasa pikirannya sudah mulai kacau, gadis itu memutuskan untuk pulang. Belum begitu jauh setelah ia meninggalkan café yang membuatnya berjanji dalam hati akan ia kunjungi lagi secepatnya, langkahnya diberhentikan dengan suatu suara. "Euijin-ssi!"

Gadis yang merasa namanya dipanggil menoleh, mendapati Lee Euijin yang berlari kecil dengan ransel maroon yang sangat familiar di matanya. " Astaga! " Euijin menepuk dahinya pelan. Pipinya memerah memikirkan keteledorannya. Dan juga bagaimana image-nya dimata pemuda itu. Ia berharap aspal di bawah kakinya ini melahapnya hidup-hidup.

Pemuda itu berhenti dihadapannya, menyodorkan ransel berwarna maroon. "Kau meninggalkan ini" tawa kecilnya terdengar begitu renyah membuat Euijin semakin ingin melenyapkan dirinya sekarang juga.

Euijin meringis, menerima ransel tersebut dan mendekapnya erat. Gadis itu membungkuk dan meminta maaf berkali-kali karena merepotkan sang barista. Sebuah tangan mendarat di atas kepalanya, mengusap rambutnya pelan. Euijin membeku seketika.

"Sudah, sudah. Tidak apa-apa," ucap Lee Euijin sekali lagi dengan senyuman itu. "Datang lagi ya!"

Setelah berpamitan, Lee Euijin berjalan kembali menuju café. Sebelum ia benar-benar hilang dari pandangan, pemuda itu membalikkan badannya. Melambaikan tangannya ke arah Euijin, dengan senyuman lebar.


Hong Euijin, 23 tahun. Tidak pernah menyangka ia akan jatuh cinta secepat ini.

-

No More | EuijinWhere stories live. Discover now