1 회

6.8K 861 103
                                    

Aku Taeyong, Lee Taeyong.

Hari ini, Senin 2 Juli 2018 aku duduk sendirian di kamar, mencoba mengenang kembali masa masa yang pernah ku alami saat masih duduk di bangku sekolah menengah. Tepatnya pada tahun 2016, saat aku masih berusia 18 tahunan.

Dalam buku ini aku akan bercerita tentang seorang pria bernama Jung Jaehyun. Aku mengenalnya di malam tahun baru 2014. Dia orang Korea asli namun menetap di Amerika sejak berusia 9 tahun karena ikut dengan orang tuanya yang ditugaskan disana.

Malam itu ia kembali ke Korea bersama orang tuanya, dan menghadiri acara kecil-kecilan di rumah bibiku. Ibu dan Ayahnya cukup dekat dengan bibi juga Ibuku. Tapi, baru kali ini aku bertemu dengannya.

Di sanalah aku mulai mengenalnya, Jung Jaehyun. Ia satu tahun lebih tua dariku. Tapi aku tak pernah memanggilnya 'Hyung' karena bagiku ia sama kekanakannya denganku.

Jaehyun anak yang ramah. Aku yang agak pendiam jika bertemu dengan orang baru pun bisa dekat dengannya hanya dalam hitungan menit. Aku masih ingat saat malam itu dia menyapaku,

"Hei cantik, kenapa kau sendirian disini? Kalau diculik setan siapa yang susah?" Tanyanya.

Aku mengernyit, memerhatikan Jaehyun dari atas kebawah. Dia tampan, kulitnya sangat putih menyilaukan, senyumnya sangat manis, badannya yang berbalut t-shirt dan jaket denim pun sangat atletis.

"Mana ada manusia yang di culik setan," Jawabku datar.

Dia terkekeh, "Ada. Apalagi kalau manusianya pendek, kurus, dan cantik."

Aku memutar bola mata. Sepertinya dia pria yang senang mencari perhatian, batinku. "Ini namanya sebuah penghinaan."

Ia tergelak lalu duduk di sampingku. Disebuah kursi panjang bercat biru yang berdiri kokoh dihalaman rumah bibiku. Sejak saat itu aku mengenalnya dan dekat dengannya. Jung Jaehyun, si pria menyebalkan namun sangat perhatian.

Pernah sekali sebelum ia kembali ke Amerika, Jaehyun mengajakku berkeliling di pulau Nami. Katanya ingin merasakan romantisme seperti di drama Winter Sonata. Terkadang aku bingung, dia anak yang pintar namun juga bodoh secara bersamaan. Tapi menurutku itu lucu.

Jaehyun mengajakku duduk di rerumputan hijau pulau Nami. Ia bercerita banyak tentang kehidupannya di Amerika. Beruntung aku pendengar yang baik, jadi ia bebas berkeluh kesah denganku. Namun ketika Jaehyun bertanya tentang status hubunganku, perasaanku sedikit berkecamuk.

"Kau sudah punya kekasih?" Tanyanya.

Aku menghela nafas, "Belum."

Aku menjawabnya singkat, karena saat itu aku memang belum memiliki kekasih. Sebab, cinta pertamaku tak memberi kejelasan tentang hubungan kami.

Jaehyun terkekeh. "Hei, kau masih kelas 1 SMA. Jangan menjalin hubungan dulu. Kau masih belia."

"Belia, iya belia" balasku malas. Ia mencubit pipiku yang saat itu memang berisi.

"Aku serius Taeyong. Ini hanya saran supaya kau tak patah hati dan tersakiti sejak dini. Jagalah dirimu, saat ini banyak pria yang hanya menginginkan tubuh pasangannya lalu membuangnya setelah mendapat apa yang ia mau. Apalagi untuk anak seusiamu. Masih labil dan mudah diperdayai," Katanya panjang lebar.

Aku terkekeh, "Baiklah Oppa." Candaku.

Ia tersenyum, mengacak rambutku lalu menarik lenganku. "Ayo pulang, sudah hampir petang. Ibumu pasti membutuhkanmu."

Aku berdiri disampingnya. Mendongak karena ia lebih tinggi dariku. "Membutuhkanku? Kenapa?"

Ia berdecak. Menggeleng gelengkan kepalanya dramatis, "Ya membutuhkanmu di dapur Taeyong. Aigoo... Satu pemalas mulai tercium media," katanya. Aku tergelak.

Summer To Remember | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang