Bip, bip... bip, bip," ku layangkan tanganku tepat di atas alarm yang berisik itu. "Oke, aku bangun," kataku pada alarm itu seolah-olah alarm itu hidup. Saat ku lihat jam di alarm itu, mataku mendadak melotot seperti mau copot dari tempatnya.
Aku menggosok-gosok mataku untuk memastikan apakah yang ku lihat ini benar. "Jam delapan?!" suara teriakanku cukup keras untuk membangunkan sesekor beruang yang sedang berhibernasi. Ku sampirkan selimut putih yang menutupi tubuhku dan langsung berhambur ke luar dari kamar. Ku paksa kakiku yang masih lemas ini untuk berlari menuju kamar mandi.
Saat tinggal beberapa langkah lagi menuju kamar mandi, kakiku terpeleset. "Brukk," suara itu terdengar mantap saat tubuhku terbanting di lantai linoleum. Sial, ku harap saat ini juga aku bisa pingsan sehingga tidak perlu pergi sekolah. Ku dengar suara seseorang yang berjalan mendekatiku seperti sedang menghentak-hentakkan kaki. Bisa ku tebak itu ayah.
"Ki? Masih hidup?" mataku terbelalak saat mendengar suara serak yang khas itu.
"Seperti yang Ayah lihat," aku nyengir kesakitan."jangan khawatir. Anakmu ini sudah terjatuh lebih dari seratus kali dalam sebulan," Aku nyengir.
"Biar Ayah bantu," ayah mengulurkan tangannya yang agak lebih besar dari tanganku"ini kan Sabtu, kenapa kamu buru-buru mandi?"
Saat mendengar kata 'Sabtu' ke luar dari mulutnya, rasanya bagai disambar petir. Tapi petir ini membawakan sekelumit kesenangan tersendiri bagiku. Ugh, kenapa aku bisa lupa kalau ini Sabtu? Jika benda-benda di sekitarku bisa bicara, mereka pasti sudah terbahak melihat kekonyolanku ini.
"Ehmm.. tidak apa-apa? aku hanya ingin kelihatan rajin saja, kok," kataku
Berusaha menutupi yang sebenarnya dari ayah. Sepertinya, apa pun upayaku untuk berbohong tidak akan mempan untuk ayah. Sepertinya, ayah memiliki obat agar imun dari kebohonganku. Ia malah menyeringai. Tanpa sadar, aku mengikuti ayah yang sedang berjalan ke dapur. Aku tertunduk menyembuyikan rasa malu. Ia berbalik dan mengerutkan kening, keheranan.
"Mau mandi, kan?"
"Emmm... anu... ku rasa aku butuh makan sebelum mandi," aku gelagapan mencari alasan. Alisnya bertaut. Ia berbalik lagi dan membukakan tudung saji yang dibaliknya sudah tersaji makanan yang telah dimasak oleh ibu. Aku menarik kursi dan duduk."Sebenarnya, Yah?" dengan antusias ia menatapku menunggu jawaban.
"nanti malam aku akan ikut pameran barang antik,"
"Di mana? Dengan siapa?" ia memotong perkataanku."Dan, apa yang kamu jual? Bukannya semua barang yang kamu punya itu masih bagus?" semua pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirnya.
"Ehmm.. kalau Ayah mengizinkan, aku akan memakai motor yang ada di garasi itu untuk dipamerkan," Pintaku.Ku kerutkan keningku, berharap agar ia setuju. Dagunya mengeras setelah mendengarku mengatakan 'motor yang ada di garasi'.
Tetapi ia masih terdiam tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
Hmm Sepertinya ayah memang tidak mengizinkan aku untuk membawa motor itu ke pameran. "Ya sudahlah apa boleh buat mau gimana lagi kalo ayah tidak menginzinkan untuk menjualnya" guman ku dalam hati.
Setelah menyantap sarapn yang sungguh lezat. Aku pun langsung bergegas pergi mandi. Saat di dalam kamar mandi , aku pun terbesit untuk membawa motor itu secara diam diam untuk dijual disana.
Pikirku saat itu disaat ayah tertidur aku akan membawanya kesana menggunakan mobil truk adam. Akupun langsung bergegas menyelesaikan mandi dang langusng mencari handphone ku dan langsung menghubungi adam
"Hei dam, kamu lagi dimana sekarang? Bisa bantuin aku bawa mobil truk ayah mu kesini" kata ku dengan terburu buru
"aku dirumah nih ki. Emang buat angkut barang apa truknya?" tanyanya penasaran
KAMU SEDANG MEMBACA
Motor Tua
FantasyIni adalah cerita mengenai hoby. Hoby yg sudah biasa, selain membawa ke hoby, cerita ini masuk ke dalam cinta. Cinta yg bersemi di tempat pertama bertemu