PROLOG

771 136 50
                                    

*SEBELUM BACA, MUNGKIN BISA VOTE & KOMENTAR DI KOLOM KOMENTAR SETELAHNYA. MAKASIH. 😊🤘💕*

*MAAF BUAT TYPO. SOALNYA BELUM DIEDIT LAGI.*

*SEMOGA SUKA*

...

*backsong: Little Mix Ft. Jason Derulo - Secret Love Song

...

Cinta.

Satu kata sederhana yang banyak bikin anak manusia kelimpungan. Kata cinta kalau ditambah imbuhan menjadi 'mencintai' dan 'dicintai'. Sesederhana dan semudah itu. Tapi di saat seseorang harus memilih di antara mencintai dan dicintai bukannya itu susah? Sebagai manusia, bukankah akan lebih baik mencintai dan dicintai secara bersamaan? Ada timbal balik disaat mencintai maupun dicintai. Bukan cuma mencintai. Atau, dicintai aja, kan?

Gue ngga nyangka kisah cinta gue bakalan serumit ini. Pertama, kisah gue sama "dia". "Dia" yang mencintai gue, tapi gue ngga cinta sama "dia". Kedua, di saat gue mencintai, gue meyakini kalau "dia" juga mencintai gue. Kenyataannya? Ternyata keyakinan gue salah. "Dia" sama sekali ngga mencintai gue. Karma is real and came to me so fast, right? HAHA.  Terus, setelah gue pikir-pikir lagi, kejadian itu justru bikin gue jadi bersyukur sama Tuhan. Karena gue jadi pernah dikasih kesempatan buat ngerasain gimana rasanya mencintai tapi ngga dicintai dan dicintai tapi gue sama sekali ngga mencintai "dia".

Tapi, diantara dua hal itu. Yang terakhir ini yang bikin gue lebih bersyukur lagi sama Tuhan. Karena ini adalah kisah cinta gue yang pada akhirnya gue bisa ngerasain gimana rasanya mencintai dan dicintai di waktu yang bersamaan. Dan, itu lebih baik daripada mencintai secara sepihak aja. Walaupun, Tuhan belum ngizinin gue buat ngerasain mencintai dan dicintai-satu sama lain tanpa adanya halangan apapun. Pada kenyataannya, Tuhan masih nguji gue buat berjuang dan berkorban lagi.

Di saat gue sama "dia" udah sama-sama saling mencintai dan dicintai. Lingkungan kerja gue dan "dia" justru ngga mendukung sama sekali hubungan kita dan pekerjaan kita yang ngebuat kita harus saling merelakan. Pekerjaan kita juga yang ngebuat kita harus memilih mengakhiri di saat semuanya baru aja dimulai.

Kali ini, walaupun udah diakhiri, gue masih aja belum ikhlas ngebiarin "dia" pergi. Gue juga masih belum ikhlas kalau "dia" sama yang lain. Padahal dulu-dulu gue mah bodo amat. Ngga peduli.

Gue baru aja balik dari kerjaan. Gue seorang artis papan atas di Indonesia. Subnya seorang aktor dan musisi. Kerjaan gue ngehibur orang-orang dengan keahlian akting dan main musik gue. Kadang gue juga bisa nyanyi dikit-dikit. Bagus sih ngga, cuma masih bisa buat dengerin lah.

Dari dalam mobil, mata gue tertuju pada satu titik rumah bertingkat. Jalanan udah lengang. Satu-dua kendaraan aja yang lewat sini. Lagian ini udah lewat tengah malam juga. Udah jam setengah tiga dini hari. Gue udah ngantuk. Mata gue udah berat banget. Badan gue juga udah capek. Gue sih ngga peduli. Yang gue peduliin sekarang yaitu hati gue. Gue kangen. Iya, gue lagi kangen sama "dia".

Lampu temaram jalanan jadi temen gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lampu temaram jalanan jadi temen gue. Lampu temaram yang nerangin gelapnya langit malam bikin kenangan-kenangan gue sama "dia" muncul di otak. Makin bikin dada gue sesek. Beneran. Gue ngga bohong.

Mata berat gue terus mengamati rumah itu. Gue ngga berniat jahat, kok. Gue masih normal. Ngga psycho.

Ngga lama mata berat gue langsung ringan saat cahaya terang tiba-tiba nyala dari balik jendela–yang tertutup tirai putih dari lantai atas- rumah yang hampir sepuluh menitan gue amati. Perlahan, gue juga lihat bayangan dari seseorang. Seseorang yang berjalan mendekati jendela lalu ngga lama ia menyibak tirai.

Saat orang itu menyibak tirai, saat itu juga hati gue mencelos. Turun secepat kilat dari tempatnya. Tanpa gue suruh.

"Dia" benar-benar kembali. Tapi, kapan? Kenapa "dia" ngga ngabarin gue? Apa "dia" bener-bener mau ngebenci gue? Apa "dia" bener-bener ngga mau berurusan lagi sama gue?

Setengah tahun gue ngga pernah dengar kabar apapun dari "dia". Setengah tahun gua mati-matian buat bertahan dengan keyakinan gue sendiri kalau "dia" bakalan balik lagi. Gue sampai rela sempetin buat bolak-balik tempat kerjaan ke rumah "dia". Cuma karena buat satu alasan, yaitu nunggu "dia". Sampai akhirnya, "dia" sekarang beneran balik.

Tanpa gue sadari, mata gue panas. Berair. Gue nangis. Sesenggukan.

Cowok macam apa gue?

Nangis sesenggukan cuma gara-gara ngelihat cewek berambut panjang tergerai-acak-acakan dengan baju tidurnya sambil minum air putih dan sesekali mandang langit malam dari kamar -yang berjarak kurang dari lima belas meter dari mobil gue? Gue cuma bisa meringis pahit di sela-sela tangisan konyol gue ini.

"Dia" sama sekali ngga berubah. Masih tetap sama ketika terakhir kali gue ketemu "dia". Masih sama juga saat pertama kali gue tahu siapa "dia".

"Pagi, mas Kafka Narendra? Saya Ranum Naleandra.

–Mas Kafka bisa panggil saya Rana aja.

–Saya make up artist mas Kafka mulai hari ini.

–Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik."

"Dia" ngulurin tangan ke hadapan gue terus senyum. Sampai gue balas uluran tangan dia. Kita saling jabat tangan.

Dari situ kisah gue sama "dia" dimulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari situ kisah gue sama "dia" dimulai.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BETWEEN USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang