Simple

32 10 3
                                    

Seokmin tersenyum, menatap coklat, kemudian menatapku. Ia mengambil coklat dari tanganku kemudian menunjukkannya ke arahku.

"Apa kau juga ingin kukenalkan pada Kak Soonyoung? Dengan ini?" ia masih tersenyum.
Aku duduk di sampingnya karena merasa pegal berdiri.

"Kenapa juga aku harus memintamu untuk mengenalkannya padaku. Kalau aku mau aku bisa berkenalan sendiri," jawabku mantap.

"Entahlah, tapi mereka memberiku roti dan memintaku mengenalkan pada Kak Soonyoung." Seokmin menerawang jauh lalu tertawa kecil. Manis sekali.

"Lalu kau menjual temanmu hanya demi sepotong roti?"

Seokmin menatapku tak percaya.
"Wah... Bagaimana bisa kau menuduhkan hal seperti itu padaku? Tentu saja tidak. Kecuali jika mereka memberiku doenjang jjigae."

Aku tak tahu harus bereaksi seperti apa. Selera humornya benar-benar kacau sekali.

"Ngomong-ngomong kenapa kau ada disini?" tanyaku.

"Mmm... Hanya duduk?" jawab Seokmin sambil memiringkan kepalanya, ragu dengan jawabannya sendiri.
"Kau sendiri?"

Pertanyaan Seokmin seolah menyadarkanku pada hasrat ke toilet yang sempat terlupa. Aku bergegas berdiri karena hasrat tersebut mulai menyerangku dengan ganas, ibuku sering bilang itu dinamakan kebelet.

Aku berlari meninggalkan Seokmin "Aku mau ke toilet!"

***

Guru mapel setelah jam olahraga ternyata tidak masuk, anak laki-laki memutuskan bermain sepak bola di lapangan, dan anak perempuan menonton dari pinggir.

Aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari Seokmin. Ia dalam balutan baju olahraga terlihat lebih menarik. Awalnya kukira Seokmin hanya akan duduk dan tidak ikut bermain. Tapi aku salah.

Diluar dugaan, Seokmin sangat bersemangat. Ia beberapa kali mencetak gol dan berteriak dengan seru di lapangan. Ia juga melakukan gerakan selebrasi dan tertawa lepas.

"Astaga, benarkah itu Seokmin teman kita?" tanya sebuah suara di belakangku. Kurasa mereka akan mulai membicarakan betapa menawannya Seokmin berkolaborasi dengan senyum dan keringatnya.

Seokmin menggiring bola dengan penuh energi. Ia sempat menubruk Youngdo dan kelihatannya tubrukan tersebut cukup keras, untung Youngdo tidak terjungkal.

Setelah anak laki-laki selesai bermain bola, anak perempuan pergi untuk mengganti baju. Aku sempat melihat Seokmin berlari ke arah Youngdo lalu menepuk pundaknya dan dari bibirnya kurasa ia mengucakpan.
"Apa kau tidak apa-apa? Aku sungguh minta maaf."

****

Pelajaran terakhir adalah matematika. Hari itu rasanya sungguh melelahkan. aku ingin cepat pulang dan tidur sampai malam. Tapi pulang cepat hanyalah sebuah khayalan karena aku harus piket.

Aku menyapu dengan malas, ada Jisoo yang sedang mengelap jendela dan Youngdo sedang merapikan bangku. Sebenarnya ada Sikyung juga yang piket hari ini, tapi ia tidak masuk karena sakit.
Saat melihat Youngdo terlintas sebuah pertanyaan dalam benakku.

"Hei Youngdo, apa kau tidak apa-apa?" tanyaku.
Jisoo dan Youngdo menghentikan pekerjaannya. Jisoo menatapku sekilas lalu melanjutkan mengelap meja sedangkan Youngdo masih menatapku dengan heran. Seolah aku bertanya padanya kenapa alien tidak makan sarden ikan.

Aku menyentuh bahuku sendiri lalu menunjuk Youngdo. "Bahumu. Kulihat tadi kau tertabrak Seokmin."

"Wooo Eunkyo. Kau sangat perhatian ya," goda Jisoo.

Youngdo menggerak-gerakkan bahu dan lengannya. "Kau melihatnya? Si Seokmin itu, wah, aku tidak menyangka tenaganya besar sekali."

Jisoo menatap Youngdo. "Huh? Apa kau terluka?"

"Tidak. Wah kenapa banyak yang mengkhawatirkanku? Kalian kan tau aku ini juga kuat," Youngdo tertawa.
"Setelah menabrakku ia meminta maaf dengan sangat khawatir. Seolah ia baru menabrakku dengan buldoser atau apa. Dia anak yang baik. " Youngdo kembali melanjutkan pekerjaannya.


Sesampainya di rumah, aku takbisa berhenti memikirkan Seokmin.
Pendiam, ternyata punya cerita.
Badan kecil, ternyata kuat.
Terlihat tidak peduli, tapi hatinya lembut.
Sisi apa lagi tentangmu yang belum kutau?

Kemudian aku terlelap tidur.

Internal VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang