Sigradarja, tahun 18xx.
Suara tapak kuda membelah malam yang gelap gulita. Kuda hitam membawa Pangeran kerajaan dengan cepat. Mungkin semua orang sedang menutup mata, namun ia tidak. Ada seseorang yang lebih penting untuk sekedar menutup mata baginya.
Peluh di dahinya tak menghalangi pandangannya. Jantungnya berdebar dengan kencang.
Saat ia membelah hutan yang sering di laluinya, tapak kuda itu makin berjalan kencang. Tak lama, ia menemukan rumah di tengah hutan dekat sungai, dengan obor penerangan yang masih menyala.
Ia segera melompat dari kudanya, mengambil pedang dari sarungnya. Pedang itu berkilat dengan cahaya rembulan.
Saat ia memasuki rumah itu, ia kacau. Semua telah terlambat. Semua hancur. Bersama rembulannya. Semua hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Kisah
Short StorySatu kisah dengan dua manusia. Satu kisah dengan masa yang berbeda. Satu kisah dua pasang mata yang sama. Hanya satu, apakah dengan akhir yang sama juga? Kisah dua masa dan dua manusia.