Bab 1 ~Sendiri itu Sepi~

7 3 1
                                    


Wanita itu berdiri di atas balkon rumahnya dengan menatap setangkai mawar putih yang di ikat pada sebuah undangan yang ada di tangannya.
Tepat pukul lima sore tadi, seorang kurir datang ke rumah dengan membawa sebuah undangan dari seseorang. Entah kenapa, ada sebuah rasa sakit di hatinya ketika ia membaca sepasang nama yang akan mengucap janji sakral seminggu yang akan datang.

 Sesekali ia menyeka air mata yang akan jatuh, lalu menengadah ke atas langit. Jujur, bukan ini yang ia inginkan, baru saja minggu kemarin ia pulih dari luka akibat kecelakaan yang menimpa keluarganya, kini hatinya kembali terluka karena kabar sesorang yang ia sebut dalam do'anya akan bersanding dengan orang lain, bukan dia. Mungkin ini ketetapan dari allah. Seorang hamba hanya bisa meminta, namum hanya allah yang berkehendak.

"Salma, ummi tunggu di bawah.. kita shalat berjamaah".
Tiba-tiba ummi mencairkan suasana hati yang sedang bertikai bersama luka itu. Salma pun akhirnya keluar dari kamar untuk mengambil wudhu dan bersiap-siap untuk shalat maghrib berjamaah.

....

"Cie, yang lagi patah hati". Ucap adam, kakak dari salma yang usianya tak berbeda jauh darinya.

"Astagfiraullah. Apaan sih mas adam, salma baik-baik aja kok".
Salma mencoba mengelak dari adam yang sesekali menggodanya.

"Terus undangan pernikahan itu? Yakin baik-baik aja?".

"Eh, mas tau?"
Adam terkekeh dengan pertanyaan adiknya itu, bagaimana tidak, pasalnya adam kenal dekat dengan laki-laki yang kabarnya akan menikah itu.

"Dia itu rekan kerja mas loh de, mana mungkin mas gak tau, mas mu aja di undang.." ucap adam. Sebenarnya ada satu hal yang ingin adam katakan pada salma mengenai rencana khitbah yang akan di lakukan pria itu pada salma, namun sepertinya ini bukan saat yang tepat karena pria itu dijodohkan oleh orang tuanya dan sebentar lagi akan menikah.
Adam berhenti berbicara ketika mendengar adzan berkumandang.
Setelah itu mereka melaksanakan shalat maghrib berjamaah tanpa kehadiran abi, karena abinya sedang melaksanakan tugas pekerjaan di kalimantan.

***

Jemari lentik miliknya menari-nari diatas laptop dan sesekali ia menyesap secangkir teh yang menemaninya hingga larut malam.
Titik jenuh tiba-tiba mengganggu suasana hati salma yang awalnya sedang fokus mengerjakan tugas mata kuliahnya. Terpaksa salma harus mengakhiri aktivitasnya daripada harus mengorbankan kesehatannya dengan tidur larut malam lagi. Saat ia hendak mematikan lampu kamarnya, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu dari luar.
"Mas adam? Belum tidur?"
Ucap salma pada adam yang berdiri diambang pintu kamarnya.

"Harusnya mas yang tanya, kamu bergadang lagi, dek?"

"Demi tugas mas."

***

Ketika saudara adalah tempat yang tepat untuk dijadikan sebuah sandaran, maka dia adalah sandaran terNyaman yang kini ku punya.

Adam dan salma kini tengah menikmati indahnya pemandangan di atas balkon, lampu-lampu yang menyala seantero kota jakarta ini menghiasi gelapnya malam.
Adam sesekali menatap salma yang terlihat menikmati suasana malam ini.

"Yang sabar ya, dek". Ucap adam tiba-tiba membuat salma menoleh padanya.

"Untuk? Salma selalu sabar kok mas, tenang aja.. tugas kuliah salma gak susah ya".

"Mas tau, kamu sedikit kecewa kan dengan kabar dia yang sebentar lagi  akan menikah?" Tanya adam, dan membuat salma terdiam sejenak.

"Mas. Jika orang lain bahagia, apakah kita harus ikut bahagia?" Tanya salma.

"Harus"

"Jika kita tidak bahagia, apakah orang lain juga seperti kita?"

"Belum tentu!".

"Mengapa?".

"Karena, orang lain gak pernah tau apa yang kita rasakan, meskipun dia mengetahui, namun hanya kita sendiri yang harus menjalani dan mengakhiri sebuah ketidak bahagiaan itu, bukan orang lain. Terkadang orang lain hanya memahami, dan memberi solusi tanpa ingin ikut larut dalam suasana yang membuat kita tidak bahagia, harus salma tau, kebahagiaan itu bersemayam pada hati orang-orang yang selalu melewati masalahnya dengan sabar, dan menikmati proses itu". Ucap adam seolah-olah ingin menasihati kegelisahaan di hati salma.

"Emang salma lagi gak bahagia?, eh kok tidur?" Lanjutnya..

Adam menggeleng kepala saat melihat salma tertidur di bahunya, rasanya seperti mendongeng pada seorang anak kecil yang susah untuk tidur. Adam mengusap pucuk kepala salma dan menggendong salma ke kamarnya, tidak tega jika ia harus membangunkan salma yang terlelap dalam tidurnya.

***

"Mi, waktu malam adam gendong salma ke kamarnya" ucap adam sembari membantu uminya menata piring untuk sarapan.

"Loh, kenapa salma? Kok digendong?

Salma yang sedang memasak sarapan pun menoleh saat mendengar pengaduan kakaknya itu.
"Mas adam!! Jangan bilang ke umi bisa gak? Salma kan gak sengaja ketiduran dengerin ceramahmu itu".

Adam yang mendengar itu pun tak kuasa menahan tawa, baginya keluarga inilah yang membuat adam selalu bersyukur.

Setelah sarapan, salma pergi ke taman belakang. Sambil mengelus bulu kucingnya, salma sesekali mengajak bicara kucingnya itu. Hari ini tidak ada jadwal kuliah, dengan seperti inilah salma bisa menenangkan diri dari tugas-tugas yang tidak bosan menemani harinya.

Salma meraih handphone miliknya yang berdering, tanda panggilan masuk dari nomor yang tak dikenal. Setelah diangkat, namun tak ada suara yang terdengar dari sebrang sana. Mungkin salah sambung, pikir salma.

"Ehm".. seorang pria berdehem saat melihat salma tengah bermain dengan kucingnya.

"Siapa anda?".
Melihat pria itu, sepertinya salma tidak mengenalnya.

"Saya Akhsan, teman kakak kamu.. saya kesini atas perintah Adam, adam bilang agar kamu bersiap-siap untuk pergi bersama kami. Seorang wanita memang suka menyendiri jika sedang patah hati, padahal jika ia mengerti kalau sendiri itu sepi"  ucap akhsan sebelum pergi meninggalkan salma.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Salma al-farizy (Ketika Menjadi Milik-Nya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang