one.

9 2 0
                                    

          Pagi ini cukup padat. Hilir mudik orang-orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing membuat suasana ruangan menjadi terasa pengap. Entah yang menerima panggilan telepon, menyerahkan dokumen dari satu ke yang lain, bahkan memerintah ini-itu untuk segera dilaksanakan pun makin menambah kesibukan. Bukan tanpa alasan mereka begini. Ini karena pengambilalihan perusahaan yang menyebabkan banyaknya aktivitas untuk menyambut direktur utama baru dari perusahaan ini.

          Revan Aldevaro Wiratama. Begitu mendengar nama itu, sudah dipastikan sebagian besar dari pegawai kantor sudah mengetahui bahwa Revan merupakan anak dari pemilik perusahaan yakni, Raihan Wiratama. Sudah menjadi tradisi yang dilakukan banyak perusahaan bahwa yang menjadi penerusnya adalah salah satu dari keturunan keluarga. Dan itulah yang terjadi pada Revan. Di usianya yang menginjak kepala tiga, sudah sepatutnya ia membantu mengurus perusahaan. Hal itu yang terus diucapkan oleh Raihan kepada anaknya demi mendapatkan persetujuan. Alhasil, akhirnya pada hari ini, terjadilah pengambilalihan perusahaan.

          Jam sudah menunjukkan pukul sembilan kala Revan dengan setelan kerjanya datang menuju ke ruang direktur utama. Dengan didampingi oleh ayahnya sendiri, ia pun berhenti beberapa kali untuk memperkenalkan diri serta meminta kerja sama selama ia menjadi direktur utama. Tak banyak namun ada saja karyawan wanita yang histeris ketika melihat wajah Revan dengan perawakan yang gagah serta senyum menawannya.

          "Nah, ini Keira," Ketika nama perempuan itu disebut, ia lantas membungkuk memberi tanda hormat. "Satu-satunya sekretaris Papa yang top dalam pekerjaannya. Kamu pasti akan kagum dengan segala keapikan dia."

          Revan mengangguk setengah terkekeh. "Senang bertemu dengan Anda. Saya mohon atas kerja sama selama saya disini."

          "Senang bertemu dengan Bapak. Semoga pekerjaan saya mampu membantu selama Bapak disini." Balas Keira tersenyum.

          Setelah keduanya selesai, Revan dan ayahnya kemudian masuk ke ruang direktur utama. Ketika pintu terbuka, sepasang matanya langsung dimanjakan oleh interior yang didominasi oleh warna hitam dan putih. Di sebelah kiri terdapat rak besar berisi buku-buku yang berhubungan dengan bisnis serta berkas-berkas perusahaan. Sedangkan di sebelah kanan terdapat sofa serta pintu hitam yang sedikit membuat Revan tertuju.

          "Itu ruangan apa, Pa?" tanyanya.

          Mata Raihan mengikuti arah pandang anaknya lalu tersenyum, "Itu kamar. Papa sengaja membuat ruang kamar supaya Papa bisa istirahat kalau sudah terlalu capek." Revan mengangguk mengiyakan. "Oh, dan juga ada kamar mandi dan lemari pakaian kalau-kalau kamu merasa ingin mandi dan berganti."

          Untuk kesekian kalinya Revan mengangguk. Jujur, ia belum pernah menginjakkan kakinya di ruangan ayahnya sendiri. Walaupun dia sering mengunjungi perusahaan untuk sekedar memperhatikan perkembangan, tetapi sungguh ia malas. Selain malas pun, tentu ia juga tidak mau mengganggu pekerjaan ayahnya.

          Raihan menepuk punggung Revan pelan, "Papa tinggal ya? Kalau perlu atau ingin bertanya sesuatu, kamu langsung ke Keira saja. Tenang, kerja selama 2 tahun dengan Papa sudah cukup membuktikan bahwa Keira patut diacungi jempol."

          "Iya, Pa." jawab Revan. Setelah ayahnya pamit, Revan berjalan menuju mejanya. Meja yang cukup besar dengan pemandangan dibelakang melalui kaca transparan membuat Revan takjub. Dari sana, ia bisa melihat jalanan kota yang dipenuhi gedung-gedung besar serta aktivitas penduduk yang mulai sepi karena kebanyakan sudah mulai melakukan kegiatan masing-masing.

          tok tok tok

          "Permisi, Pak. Saya membawa beberapa berkas yang perlu Bapak pelajari."

          Revan memutar badannya, berjalan ke arah meja kerjanya. "Letakkan disana saja."

          Keira tersenyum lantas menaruh berkas-berkas di atas meja atasannya. "Bapak ingin kopi atau teh?" tawarnya.

          "Saya tidak suka kopi." tegasnya.

          Dalam hati Keira merutuki, mengapa kesannya dia jadi sinis begini sih. Dengan kesabaran tingkat tinggi, Keira lanjut bertanya, "Ada jenis tertentu untuk tehnya, Pak?"

          "Menurut kamu teh yang bagus apa?" tanya Revan tanpa menjawab pertanyaan Keira terlebih dahulu.

          "Selama ini, teh yang saya suka Chamomile karena..."

          Revan memotong, "Oke, sediakan saya itu setiap pagi." Keira menghela napas lalu mengundurkan diri untuk kembali ke meja kerjanya. Dia mengutuk betapa Revan begitu aneh padahal tadi pagi ketika perkenalan terlihat begitu ramah. Dan sekarang, layaknya seperti bos. Ralat, memang bos ternyata.


melted tamago notes :

          Halo semuanya!
So, this is my first chapter on writing. Masih banyak yang perlu dikoreksi sebenarnya, tapi aku akan meminta bantuan kalian dalam mengoreksi bagian mana yang kurang atau tidak tepat hihihi. Mohon dimaafkan kalau masih sedikit ya, maklum pemula.

Jangan lupa untuk tinggalin votes, comment, maupun follow aku ya! Thank you.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Man in TuxedoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang