Sukma

20 4 0
                                    


Kepala Raguh terasa pusing. Seketika kamar yang redup itu menjadi gelap total. Tubuhnya terasa ringan, napasnya mengalir pelan. Di ruangan 3 x 4 meter itu dia terbaring lemah, tersakiti, dan menyedihkan. Raguh berusaha untuk menjaga kesadarannya. Diambilnya segelas air yang berada di meja kecil dekat tempat tidur, mulai membuka kedua mata. Dilihatnya ruangan itu samar-samar oleh karena matanya terlalu lama menutup, terlalu lelah menahan rasa sakit hatinya. Raguh ingin menangis, namun, tidak bisa lagi, mengakibatkan matanya merah layaknya iritasi luar biasa.

Tidak peduli waktu yang terbuang, dia hanya bisa terbaring melihat sekelilingnya terporak-poranda. Raguh menghela napas dan mengacak-acakan rambutnya yang sudah melebihi daun telinga itu. Tidak bisa beranjak barang sejengkal pun, lemas seluruh tubuhnya, akal irasionalnya masih saja menguasai. Raguh berharap Delima mengetuk pintu, lalu memeluknya, pelukan yang selalu hangat. Raguh mengeluarkan foto wanita itu dari dompet hitamnya, memandanginya dengan sepenuh hati. Hanya melihat wajah dua dimensinya saja cukup sebagai morfin yang bekerja mujarab menenangkan hatinya yang tidak terkendali.

Dia memaksa tubuhnya untuk berdiri. Cermin memantulkan gambaran dirinya yang malang, serupa seperti gelandangan yang senang mabuk di pinggir kota sambil senang berandai-andai. Raguh melihat dirinya yang lain di dalam cermin. Raguh yang tampan, berseri, dan bahagia. Raguh yang merasakan hidup di bawah pelangi bersama Delima. Kenangan mereka merasuki pikiran Raguh kembali. Dia melihat pancaran sepasang mata yang mengikat hatinya. Pesta ulang tahun Derian, sahabatnya. Dalam keramaian manusia di ruangan itu,seketika terabaikan saat melihat Delima memasuki pintu bercat putih yang terlihat semakin indah dengan rok berwarna merah muda. Puan yang datang seorang diri itu melihat sekeliling dengan saksama. Tepat saat sorot matanya melihat ke arah tangga, didapatinya seorang lelaki yang sedang memerhatikannya. Delima tersenyum. Sial, Raguh seketika mati gaya dibuatnya, dihabiskannya minumannya lalu pergi.

Pesta berjalan lancar. Mereka semua bergembira merayakan ulang tahun Derian. Malam semakin larut, semakin hilang pula kesadaran, para tamu berpamit pulang satu per satu.

"Rau,kemari!" ujar Derian memanggil Raguh.

Raguh berjalan menghampiri sumber suara panggilan itu. Dilihatnya wanita itu duduk dekat dengan Derian, sambil meminum segelas air.

"Perkenalkan, pacar baruku, Deana namanya"

Wanita itu langsung menatap sinis Derian. Raguh hanya mengangguk lalu tersenyum padanya, Delima membalasnya dengan senyum yang terpaksa. Raguh tahu betul, sobat karibnya itu memang tampan dan kaya, siapa pula wanita yang tidak mau dengannya? Dan entahlah, Delima adalah perempuan yang keberapa lagi, dia lihai sekali mempermainkan para wanita.

"Baiklah, aku 'Deana' pulang terlebih dahulu" ujar perempuan itu dengan dingin

"Ayolah sayang, kau tahu sedang aku mabuk, aku hanya salah menyebut namamu"

Sejujurnya Raguh tahu dan yakin, pasti Deana itu adalah selingkuhannya yang baru. Memang buaya darat, namun, itulah sahabatnya. Mereka saling melengkapi satu sama lain.

"Raguh namamu, bukan? Tolong antar aku ke rumah, bolehkah?"

Situasi macam apa pula ini, pikir Raguh. Raguh melirik Derian seolah memberi kode "Ini bagaimana?" dan Derian hanya memiringkan kepalanya seraya menjawab "Masa bodoh, silahkan saja."

Delima berjalan terlebih dahulu disusul oleh Raguh di belakangnya. Mobil melaju cepat di jalan malam yang sepi. Dinyalakannya penghangat mobil dan diputarnya musik yang bernada melankolis. Raguh tahu, itu akan membuat hati wanita tenang. Delima hanya menatap jalan yang kosong itu dengan tatapan sendu. Raguh masih belum bisa angkat suara, lebih baik mendiamkannya saja saat ini.

Menjelajah Asa Dalam UdaraWhere stories live. Discover now