01. Jennie Kim : Friend?

44 7 13
                                    

Jennie menghela nafas saat tahu kini ia sampai pada lembar terakhir di novel yang ia baca selama dua harian ini. Jennie melempar buku itu asal ke kasur.

"Mana handphone ku? Ah! pasti tertinggal di kamar" ia mulai menuruni tangga yang menghubungkan nya ke lantai ke dua menuju kamar tidur nya.

Ah perlu kalian tahu, Jennie punya ruangan pribadi nya. Ada ruangan yang lengkap dengan tempat tidur tanpa ranjang dan balkon di atap rumahnya. Biasanya ia akan menghabiskan waktu di sana, saat ia merasa kesepian.

"Bagaimana dengan Jennie?"

Langkah nya terhenti kala ada yang menyebutkan namanya, ia mendekat ke arah sumber suara itu. Ruang kerja Ayah Jennie.

Pintunya sedikit terbuka, ia bisa melihat kedua orangtua nya sedang duduk berhadapan. Jae Bum-Ayah Jennie, menatap sendu Ji Hyun-Ibu Jennie yang sedang menunduk sambil memejamkan matanya, memijat kening dengan kedua tangannya. Dua orang itu terlihat sangat lelah.

Terlebih Ji Hyun, seorang Ibu. Ia pasti sangat mengkhawatirkan anak gadis nya itu.

"Jae, kita sudah lima tahun meninggalkan Jennie dan baru saja tinggal dengannya delapan bulan ini. Apa tak terlalu jahat kita meninggalkan nya lagi?" Kini Jihyun beralih menatap suaminya itu.

"Lantas aku harus berbuat apa lagi? Kita memang harus pergi, Ji!"

Aih sakit rasanya, apa mereka benar akan meninggalkan ku lagi? Anak kalian itu aku atau pekerjaan, sih? -Jennie

"Jae kau pergilah, aku akan tinggal disini bersama Jennie" Ji Hyun tetaplah Ji Hyun. Wanita keras kepala yang Jae Bum kenal saat di bangku universitas itu tak pernah melunak sifat batunya.

"Aku tak bisa pergi tanpamu, Ji. Kau partner ku, partner kerja dan juga partner hidupku" Jae Bum mengusap kedua tangan Ji Hyun, tapi ditepis oleh Ji Hyun.

"Kalau begitu tuan Kim. Mulai hari ini aku ingin sepenuhnya menjadi Nyonya Kim. Sebagai partner hidupmu, tidak lagi menjabat sebagai partner kerjamu. Sekian dan sampai jumpa Tuan Kim. Semoga sukses dengan project usaha barumu itu"

Jihyun melongos keluar meninggalkan Jaebum yang kini mematung pasrah. Sebelum itu, Jennie yang menguping sedari tadi sembunyi dibalik pot besar jaga jaga takut kalau Ibunya tau Jennie menguping pembicaraan orang tua. Bisa saja ia dicap anak tidak sopan.

Jennie terduduk lemas dibalik pot. Ingin rasanya ia menangis tapi tak bisa. Gadis ini memang jarang sekali menangis walaupun disaat terpuruk sekalipun. Bisa saja mata tidak mengeluarkan air mata, tapi hati sudah menangis tersedu sedu saat itu juga.

Jennie menepuk nepuk dadanya. Ada sakit yang sangat tak bisa ia tahan, sakit yang selama ini ia pendam seorang diri.

"Ah kenapa sesakit ini?" Jennie memukul dadanya dan pergi ke Kamar.

Pintu kamarnya terbuka, ada sosok wanita yang ia sayangi tengah memasukkan beberapa gantung pakaian ke lemari.

Jennie tersenyum membalas senyuman Jihyun.

"Sudah membaca novelnya?" Tanya Jihyun. Yang ditanya hanya mengangguk.

"Ada apa hm?" Jihyun menutup pintu lemari dan beralih menatap Jennie dan mengajaknya duduk di kaki ranjang. Ia tahu ada yang ingin disampaikan gadisnya.

Setelah menatap sendu lama ibundanya, Jennie beralih memeluk Jihyun. Berharap Jihyun tau yang ingin Jennie ungkapkan tapi tak bisa.

"Sayang Mamah" Jennie mengeratkan pelukannya. Memejamkan matanya untuk beberapa saat berharap sang waktu berbaik hari untuk berhenti sebentar. Jennie ingin menghabiskan waktu nya sebelum ia harus merelakan ibunya pergi kembali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Garicu | HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang