Chapter 2

2.1K 201 43
                                    

Sorry sorry sorry sorry sorry sedalam-dalamnya buat kalian yang udah nunggu lanjutan fic ini (dari tahun lalu T_T). Beberapa chap yang udah aku buat lenyap bersama flasdisk yang dibuat hilang sama temen. So mau nulis dari awal lagi rasanya berat... Ditambah lagi tugas kuliah yang numpuk. Tapi akhir-akhir ini aku memutuskan untuk balik lagii dan akan berusaha untuk rajin update.
Dengan chapter 2 yang super singkat ini, hanya mau mengabarkan kalau aku masih hidup. Yeyyy.




Disclaimer : Naruto bukan milik saya.


Flashback on

"Hakke rokujuuyon sho!"
Hanabi menutup sesi sparring kali ini dengan pukulan terakhir yang menyerang enam puluh empat titik vital chakra. Mengakibatkan lawannya terhempas jauh dan menubruk keras salah satu batang pohon yang mengelilingi mansion Hyuuga.

Hanabi membungkuk singkat pada lawannya sebelum pergi meninggalkan lapangan. Para tetua dan ketua klan yang sedari tadi duduk tak jauh dari lapangan untuk menonton pertarungan ini pun tampak bangkit dan bersiap untuk meninggalkan tempat. Ada beberapa ekspresi berbeda di sana. Sebagian tersenyum sinis sedangkan yang lainnya tampak menggeleng kecewa.

Sedangkan lawan yang menerima serangan mematikan dari Hanabi masih terduduk di bawah pohon yang ditubruknya. Darah segar mengalir deras dari sudut bibir.

"Hinata-sama!", teriak Hyuuga Ko sambil berlari menghampiri nonanya.

"Kau baik-baik saja?" Ko meringis mendengar pertanyaannya bodoh yang keluar dari mulutnya. Rasa-rasanya ia ingin menampar dirinya sendiri. Dilihat sekilas pun semua orang tahu nonanya sedang tidak baik-baik saja. Gadis di hadapannya jelas mengenaskan. Tubuhnya terkulai lemah dan bibirnya terus mengeluarkan darah. Ko yakin bagian punggung Hinata juga pasti terluka parah akibat hantaman keras dengan pohon.

"Aku baik-baik saja,Ko Nii-san. Jangan khawatir." ucap Hinata lembut untuk menenangkan pria di yang menatapnya dengan cemas. Ia juga bersusahpayah menampilkan cengiran. Berusaha untuk terlihat meyakinkan.

Lalu manik lavendernya bergulir ke punggung tegap ayahnya yang berjalan beriringan dengan para tetua meninggalkan lapangan. Tatapannya berubah sendu.

"Aku baik-baik saja." Ujarnya sekali lagi dengan lirih yang hampir menyamai bisikan. Sebelum akhirnya bersusah payah untuk berdiri dengan kedua kaki yang bergetar.

"Biar saya bantu Hinata-sama " dibalas dengan gelengan kuat.

"Tapi Hi-"

"Bukankah Nii-san ada misi hari ini?" potong Hinata cepat sambil memicingkan matanya. Menyerah, akhirnya Kou pun membungkuk pamit meninggalkan Hinata dengan berat hati.

Setelah memastikan Kou hilang dari pandangan, Hinata perlahan-lahan bangkit dan tertatih-tatih memasuki mansion. Sedikit darah keluar dari bibir yang digigit kuat untuk menahan rintihan. Saat berbelok memasuki koridor ia berpapasan dengan Hanabi. Hanabi yang keluar dari duel tanpa segores luka pun mendecih melihat keadaan kakaknya saat ini. Ia berhenti saat berada tepat di hadapan Hinata.

" Jangan membuatku malu berbagi marga denganmu,"

"-"

"Bodoh sekali Nii-san mempertaruhkan nyawanya untuk manusia tak berguna sepertimu,"

"-"

"Pada awalnya memang kau yang pantas mati , Hinata "

Flashback off

-----------------------------------------------------------

Setelah selesai mandi Naruto langsung mendudukan kokohnya di atas sofa. Tak peduli dengan air yang terus menetes dari ujung surai pirangnya. Membuat kaos putih yang dikenakannya lembab. Sekarang tubuhnya terasa jauh lebih rileks. Tiga hari ini ia belum memejamkan matanya sama sekali. Ia tahu fisiknya lelah dan butuh tidur tapi entah kenapa pikirannya tidak memberinya kesempatan. Beberapa tahun belakangan, tidur merupakan aktivitas yang paling sulit dilakukan. Jika dalam seminggu ia berhasil tidur dua kali saja, sudah bisa dihitung sebagai berkah.

Naruto tahu hari ini pun pasti ia tidak akan bisa tidur. Akhirnya ia memutuskan untuk bangkit ke dapur untuk memasak beberapa bungkus ramen dan mengambil 5 kaleng soda.

"Apa kau lihat ini Hime? Aku makan ramen instant setiap hari,"

"Dan kulkasku selalu dipenuhi kaleng-kaleng soda,"

"Rambutku tak pernah dalam keadaan kering saat tidur"

"Tapi kenapa? Kenapa kau tidak pernah datang untuk memarahiku lagi?"

"Padahal jelas -jelas semua peraturan sudah kulanggar"

--


"Ayame, berikan aku satu botol lagi" ucap kunoichi bersurai musim semi.

"Eng.. Sakura, sepertinya kami sudah kehabisan sake",  balas Ayame- salah seorang pelayan kedai dengan ragu. Kondisi gadis di hadapannya ini sudah tidak bisa dikatakan baik. Wajahnya memerah, bicaranya melantur dan bahkan untuk duduk diam saja ia kesulitan. Sebentar terhuyung ke kanan, sebentar ke kiri dan bahkan hampir terjungkal dari kursi. Wajar saja jika dilihat dari puluhan botol kosong yang berjajar di mejanya.

"Jangan membohongiku, Ayame" Sakura mengacungkan jari telunjuk lentiknya ke arah Ayame dan menyipitkan matanya dengan sesinis mungkin. "Aku tahu kalian menyimpan banyak persediaan di belakang sana. Kalian tidak pernah mengeluh habis bahkan saat Tsunade-sama menghabiskan dua kali lebih buannyyyak dari ini".

"Jadi jangan berbohong!" ucapnya sambil menggoyangkan telunjuknya ke kiri dan kanan sambil menggembungkan pipinya kesal.

Teuchi, paman pemilik kedai yang baru keluar dari dapur pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat pelanggan setianya yang sedang bersikap kekanakan saat mabuk.

"Ojii-san, lihat Ayame tidak mau memberiku sake."

Ia terdiam sebentar sebelum akhirnya berkata dengan lebih pelan. Kepalanya menunduk. Mood orang mabuk memang berubah dengan cepat.

"Lagi-lagi si bodoh itu tidak datang. Ojii-san, Apakah ia berencana menghindariku seumur hidup ?" akhirnya paman Teuchi menghela napas sambil menyodorkan satu botol sake berukuran sedang

"Ini benar-benar botol terakhir"

------------------------  TBC ------------------------

Thank you for your time ..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UnwantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang