Lembaran Baru

1.5K 29 1
                                    

Sam POV

Setelah kepergian Dady, aku sangat depresi, satu-satunya orang yang aku cintai harus pergi dengan begitu cepat. Beruntung aku masih memiliki 3 asisten yang selalu setia bersamaku.

Seluruh asisten Dady pamit pulang kampung setelah menerima bagian dari harta waris Dady. Sesuai dengan surat wasiat yang disampaikan oleh Kuasa Hukum keluarga kami, bahwa Dady menghibangkan 90 persen harta kekayaannya untuk beberapa yayasan di hampir seluruh sektor Negara Api, termasuk untuk seluruh asistennya yang telah mengabdi kepada Dady selama lebih dari 50 tahun.

Sebenarnya ketiga asistenku pun mendapat bagian, walaupun tidak sebesar jatah asisten Dady. Harta warisan yang diberikan Dady kepadaku berupa satu buah rumah yang sudah aku dan Dady tempatin sejak aku kecil, 1 unit Toyoda Vellwater dan uang sekitar 1 milyar dollar Negara Api, serta seluruh barang yang ada di rumah. Meskipun hanya 10 persen dari seluruh harta kekayaan Dady, namun itu sudah lebih dari cukup untuk memberi makan ribuan orang selama setahun penuh.

Setelah menimbang satu dan lain hal, akhirnya aku memutuskan untuk mengelola harta warisan dari Dady, namun aku belum menemukan ide.

"Sam, mau sampai kapan kamu seperti ini?" Jo berkata dengan cukup serius, tidak seperti biasanya.

"Maksudnya?" Aku menjawab setengah hati, jujur saja aku belum tahu maksud dari pertanyaan Jo, salah satu asistenku.

"Tuan besar kan sudah lama meninggal, perkebunan kan sudah dialihtangankan kepada pihak lain, terus kamu mau bagaimana? Nggak mungkin kan mau seperti ini terus?!" Sepertinya Jo memang sedang ingin berbicara serius denganku.

Jo merupakan anak dari Pak Taslim, salah satu asistenku. Ketika Pak Taslim memutuskan untuk mengundurkan diri menjadi asistenku karena usianya yang sudah lanjut, Dady menyetujuinya bahkan membelikan beberapa petak sawah di kampung halaman Pak Taslim sebagai tabungan hari tuanya. Namun Dady memberikan syarat yaitu harus ada orang yang menggantikan posisi Pak Taslim sebagai asistenku. Akhirnya Jo, sebagai anak paling bungsu yang terpilih.

Memang dari jauh hari aku sudah mengeluhkan kinerja Pak Taslim kepada Dady, tapi Dady tak pernah menggubrisku.

"Dad, sepertinya Pak Taslim sudah nggak bisa jadi asistenku lagi deh" ucapku hati-hati di samping Dady yang sedang membaca koran pagi.

"Memangnya kenapa?" Dady masih serius membaca koran, tanpa sedikitpun menoleh kepadaku.

"Kemarin waktu mandiin aku, masih banyak sabun nempel di belakang punggung, terus tadi pagi kasurku basah, kotoraku kemana-mana, kayaknya semalam Pak Taslim lupa merekatkan popokku!" Dengan semangat aku menjelaskan kepada Dady.

"Ya maklum saja, Pak Taslim kan sudah tua, lagipula Pak Taslim kan udah ngurus kamu hampir 30 tahun, kamu sabar aja" jawab Dady santai, kali ini Dady menatap wajahku yang kusut.

Itulah terakhir kali aku mengeluhkan kinerja Pak Taslim kepada Dady, hingga akhirnya Pak Taslim sendiri yang mengundurkan diri sebagai asistenku.

Dady-ku memang luar biasa, dia adalah manusia paling dermawan yang aku tahu, sudah tak terhitung berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh Dady untuk membantu orang lain, memberikan beasiswa kepada siswa dan mahasiswa berprestasi, mendirikan rumah sakit, berbagai yayasan sosial, hingga tak segan untuk membagi beberapa lembar uang seribu dollar Negara Api (pecahan terbesar di Negara Api) kepada pengamen yang ia temui di persimpangan jalan.

Namun, tetap saja masih banyak orang yang tidak menyukai Dady, hanya karena Dady seorang Agnostic. Dady sama sekali tidak percaya dengan agama, tapi Dady merupakan orang paling religius yang aku kenal. Dalam memulai segala hal, Dady selalu berdoa.

"Sam, ingatlah semua hal yang kita miliki ini sementara, hanya sekedar titipan Tuhan" ucap Dady di suatu hari.

"Itukah yang membuat Dady selalu membantu sesama?" Jawabku singkat.

"Suatu saat kamu pasti mengerti Sam, kenapa Dady tidak memeluk agama tertentu" Kali ini ucapan Dady sedikit lebih berat dari sebelumnya.

Lamunanku tentang Dady buyar seketika, Jo dengan sengaja melemparkan koran pagi tepat ke depan wajahku. Beruntung aku sempat menghindarinya.

"Gimana, Sam?"

"Mmmm, gimana kamu aja Jo" jawabku seadanya.

Setelah Jo menggantikan Pak Taslim sebagai asistenku, Jo sudah kuanggap sebagai teman dan sahabatku satu-satunya. Selain karena umur kita tidak terpaut jauh, Jo paling mengerti perasaanku dan paling jago untuk mengurus segala kebutuhanku.

Jo selalu berhasil membujukku untuk mau keramas dan sikat gigi, dimana kedua asistenku yang lain sudah pasrah kalo aku menolak untuk keramas dan sikat gigi, ya aku memang keras kepala, sama seperti Dady-ku. Berkat Jo juga aku sekarang mulai bisa mengganti popokku sendiri, kecuali kalau sudah buang air besar, aku pasti minta Jo untuk membersihkannya.

--------
Part ini sudah ada dialognya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AGNOSTIC: Diaper LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang