Yang pertama kali aku rasakan adalah ranjang yang keras namun lingkupan di sekitar tubuhku terasa hangat. Mungkin itu adalah satu-satunya yang membuat tidurku lelap sekali setelah..
Setelah..
Sebentar..
Oh, kepalaku terasa sakit sekali mengingat apa yang terjadi sebelum aku terlelap. Aku mengangkat tanganku untuk memijat pelipisku tanpa membuka kedua mataku karena sungguh kepalaku berdenyut menyakitkan. Lalu bongkahan ingatan masuk kedalam memoriku.
Seingatku, aku sedang tidur di tempat tidurku dengan badan yang mengigil dan pusing yang nyaris sama dengan yang aku rasakan saat ini. Aku sudah menghubungi kakakku untuk datang karena sungguh, aku bahkan tidak bisa untuk sekedar menggerakan kepalaku. Seolah berton-ton bongkahan batu sungai menindihnya. Merepotkan memang, tapi tidak ada yang bisa aku mintai tolong selain kakakku. Sedangkan aku membutuhkan segelas air untuk membasahi tenggorokanku yang terasa kering. Lalu kakakku datang dengan berderet kata omelan yang sudah lama sekali tidak pernah terdengar olehku. Aku tidak benar-benar mendengarkannya, awalnya. Namun saat namanya terucap. Intuisiku seluruhnya berada pada Chanyeol oppa.
"...kemana Sehun saat kau sedang kesakitan seperti ini?"
Nama itu seperti racun yang menyerang kesadaranku.
Yah.. Itulah ingatan sebelum aku terbangun seperti saat ini.
Lalu tiba-tiba aku mendengar suara tirai terbuka di susul dengan suara kakakku.
"Nah sepertinya nona Park ini sudah bangun,"
Aku membuka mata, dominan cahaya beserta warna putih terlihat mataku. Sangat menyilaukan pada awalnya dan aku baru tersadar jika tempat tidur ini, langit-langit berwarna putih ini bukan kamarku.
"Oppa.."
Aku menoleh pada pria jangkung yang berlabel sebagai kakakku berdiri di sebelah kananku.
"Merasa lebih baik?"
Suara baritonnya terdengar kembali beriringan dengan denyutan di kepalaku yang kian terasa menyakitkan. Aku hanya mampu menggeleng lemah dan memejamkan mata. Itu satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk sedikit mengurangi sakit kepalaku.
"Biar aku priksa terlebih dahulu."
Suaranya lembut, terdengar sangat feminim namun karena suara itu aku membuka mataku seketika dan jangan tanyakan seberapa sakitnya kepalaku dan....
..perasaanku.
"Apa yang kau lakukan?" suaraku terdengar parau dan lemah. Aku membenci ini.
"Memeriksamu, tentu saja."
"Apa tidak ada dokter lain yang-"
"Kau pingsan hampir 6jam. Biarkan dokter Bae memeriksamu tanpa menawar Park Sema!"
Suara bariton yang menyebalkan menginterupsi perkataanku. Aku tidak bisa melanjutkan protesanku dan hanya terbaring pasrah ketika jari lentik itu melakukan prosedur pemeriksaan.
"Jika kau menginginkan Sehun yang memeriksamu, aku minta maaf. Sehun sedang mendapatkan jadwal libur hari ini. Tapi pagi nanti aku akan mengalihkan data pasien atas namamu padanya. Untuk sekarang kau harus beristirshat di sini, dan untuk beberapa hari kedepan. Demam membuatmu dehidrasi cukup parah dan anemia." wanita itu beralih pada kakakku yang sedang bersidekap tangan di sebelahnya, "setelah menyelesaikan administrasinya, pasien bisa di pindahkan ke ruang rawat inap."
Chanyeol mengangguk mengerti dan berterimakasih pada Irene. Dokter yang aku akui cantik itu pamit meninggalkan kami. Lalu Chanyeol kembali menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
For a Second Time
Fanfiction"Tidak ada kalimat penyelesaian yang masuk ke dalam telingaku. Dan berprasangka baik itu sulit. Meski aku ingin. Apa yang aku lihat saat itu adalah alasannya." - Sema. TwoShoot.