Bagian Pertama

63 0 0
                                    

"Kamu beneran jadi pindah kost-kostan, May?" Rintis mengejutkanku dari bilik pintu kamar yang kubiarkan terbuka setengah. 

"Eh May. Kamu ngagetin aku aja. Iya, ini aku lagi beres-beres pakaian" jawabku sambil memasukan baju kedalam koper.

"Kapan mulai pindah?" 

"Ya nanti malam" jawabku datar. 

"Oke nanti kalau kamu butuh bantuan, aku siap ngebantu ya, May"

Aku membalas pernyataan Rintis dengan anggukan. Rintis dalam sekejap meninggalkan kamarku, dan kembali ke kamarnya. Kamar Rintis tidak jauh dari kamarku,  hanya berjarak sekitar lima kamar. 

Kostan-kostan ini terdiri dari dua lantai. Setiap lantainya ada sekitar delapan kamar. Aku dan Rintis sama-sama berada di lantai dua. Aku menempati kamar 9 sedangkan Rintis kamar 14. 

Aku dan Rintis sudah bersahabat semenjak kami sama-sama tinggal di kost-kostan ini. Aku dan Rintis sama-sama merantau ke Depok untuk berkuliah. Rintis berasal dari Malang, Jawa Timur. Sedangkan aku jauh-jauh dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Rintis mengambil jurusan Farmasi, sedangkan aku mengambil jurusan Hukum. 

Hari ini adalah salah satu hari terberat bagiku karena harus meninggalkan Rintis. Aku pun sebenarnya berat untuk pindah ke kostan baru. Banyak hal yang harus aku tata ulang kembali. Bukan hanya masalah perabotan, tetapi juga budaya di setiap tempat itu pasti berbeda-beda. 

Aku pindah bukan karena mempunyai masalah baik dengan Rintis maupun tetangga kostan ku yang lain. Bukan juga karena aku diusir gara-gara tidak bayar uang sewa. Tapi memang aku sendiri pernah memiliki niat untuk pindah ke tempat baru di tahun ketiga. Dan akhirnya niat itu kesampaian juga. 

Aku pindah ke tempat kost yang jauh lebih murah dari kostku sebelumnya, meskipun jarak kostan ku yang baru lebih jauh dari kampus.  Aku mengetahui kost-kostan ini dari temanku se jurusan. Dia kebetulan juga ngekost disana. Namanya Amanda. 

Amanda berasal dari salah satu kota di Sulawesi Selatan. Aku lupa namanya. Ia mengenalkan ku dengan kost ini saat aku bertandang kesana untuk mengerjakan tugas kuliah. Saat pertama kali kesana bulan lalu, aku langsung menyukainya. Kost nya selain bersih, juga tenang. Sangat cocok bagiku yang segera menyusun skripsi.

Aku memasukan pakaian terakhir dari lemari ke dalam koper. Aku memang tidak memiliki banyak barang kecuali pakaian. Paling ada beberapa buku kuliah yang jumlahnya cukup banyak. Jadi aku sepertinya tidak perlu memesan taksi untuk mengangkut barang ini, cukup minta tolong Rintis untuk mengantarkanku menggunakan motor.

***

Aku dan Rintis tiba di depan kost dengan cat dominan abu-abu tersebut. Amanda daritadi sudah menunggu kami. Amanda membantuku dengan mengangkut buku-buku kuliah yang sudah aku masukan rapih ke dalam box seukuran koperku. 

Aku berpamitan dengan Rintis, dan aku peluk dia erat. "Tis, jangan sungkan untuk main-main kesini ya. Lagian kan gak jauh juga dari kost kita yang dulu" nada bicaraku bergetar. Ada perasaan kehilangan saat mengatakannya. 

"Aduh jangan sedih gitu dong. Kan kamu pindahnya di daerah sini juga. Iya, semoga betah ya May" Rintis kembali memeluku erat . Ia lalu pergi meninggalkan ku dengan sepeda motor matic berwarna pink yang ia bawa dari Malang.

Aku berdiri di depan pintu gerbang kost baruku dan masih tidak percaya apa yang membuatku pindah ke tempat ini selain karena tempatnya yang bersih dan tenang. 

"Ayo May, masuk. Jangan bengong ah" Amanda mengejutkanku ketika aku melihat sesosok perempuan dibelakang Amanda saat ia menuruni tangga. Aku enggan bertanya dengan Amanda, toh paling itu penghuni kost ini juga. 

"Kamarmu di lantai dua ya, May. Tapi sayangnya kamar kita gak berseberangan. Kamu dekat tangga ke lantai tiga. Lantai tiga dapur kok. Jadi kamu kalau mau masak, kan deket. " Amanda menjelaskan dengan rinci layaknya seorang pelayan hotel bintang lima. Aku hanya mengangguk, dan sesekali berucap oh.

Kamar bernomor tiga belas itu terbuka. Ya pasti Amanda yang membukanya. Aku masuk dan melihat sekelilingnya dengan seksama. Hal pertama yang aku cek adalah kamar mandinya. Aku sudah melihat gambar yang dikirimkan Amanda minggu lalu, namun aku hanya memastikan saja apakah apa yang terlihat digambar sesuai dengan aslinya. 

Amanda meninggalkanku tepat saat ia menyerahkan kunci kamar. Aku bergegas membereskan kamar-kamarku. Tiba-tiba bunyi kran dari kamar mandi berbunyi. Astaga aku lupa mematikannya  batinku. Aku segera pergi ke kamar mandi, dan mematikan kran yang terbuka. 

Aku kembali membereskan barang-barangku, dan tidak terasa jam sudah menunjukan pukul sebelas malam.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 19, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Di Kamar 13Where stories live. Discover now