Prolog

124 18 11
                                    

"Kok makin gendut lo, Koy?" (Read: Kok makin cantik lo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kok makin gendut lo, Koy?" (Read: Kok makin cantik lo..., Koy?)

💮

"Koy, Mama kan udah bilang, yang ini pasti ndak akan salah pilih. Mama kenal dia, dia pun kenal kamu. Ndak kamu coba deket dulu gitu? Jangan mentang-mentang kamu nuruti setiap perjodohan mama, tapi setiap ketemuan langsung kamu buat illfeel itu calonnya! Seendaknya kamu coba jalani pendekatan sehari dulu gitu lho, kalau ndak sreg wis baru kamu tolak, tapi ndak buat orang jijik juga."

Mamaku di sebrang meja terus saja berceloteh, panjang lebar, dengan tempo kuda berlari karena dipecut bokongnya, sudah begitu tak tahu tempat pula. Nggak sadar gitu kalau kita sedang berada di restoran bintang lima yang suasananya nggak seperti warung pecel lele pinggir jalan, sepi, di sini hening walau nggak sehening kuburan. Tapi kan, kalau mama bicaranya pakai nada begitu seluruh pengunjung jadi tengok ke meja kami. Tuh-tuh, malah yang di meja nomor 4 terang-terangan menatapi nggak suka ke arah kami. Pasti terganggu banget tuh makan malam romantisnya.

"Heh, kamu dengerin Mama ndak siii? Kalau dibicarakan sama orang tua tuh ya diperhatikan, jangan mengalihkan tatapan." Aku segera menatap mata keabuan mama ku.

Menghembuskan napas lelah. Lama juga ya ini keluarga yang bakalan bawa anaknya buat dijodohin sama aku. Nggak tau apa time is money, juga mama ku kembarannya Soimah, yang kalau sudah berbicara kata-katanya nggak mau putus. Gendang telinga ku mau pecah rasanya.

"Iyaaaaa," aku menyahut lesu, sudah hampir satu jam aku menunggu. Tak memperdulikan perkataan ibu-ibu umur on the way 50, tapi gayanya mirip tante-tante umur 30-an yang sedang mencari pasangan hidup mapan, tampan, jantan itu wajahnya mulai kusut juga.

Ashri Sleyara Adikarsa, mamaku, wajah Belanda logat Jawa, yang sekarang sedang berjuang menyelesaikan tugasnya sebagai orang tua dengan cara ingin menjodohkan anak bontotnya dengan seorang lelaki yang dikatakannya kenal dengan ku. Kenal? Sabodo teuing lah, yang penting perjodohan ini segera berlangsung, agar aku bisa mengiyakannya, pulang, lalu menemui kekasih hatiku lewat bunga tidur yang Indah.

"Masih lama nggak sih, Ma? Kalo masih, Koya mau ke toilet dulu deh," konfirmasi ku. Pasalnya ini lubang di bawah tiba-tiba pingin ngeluarin sesuatu. Aku jadi gemeteran karena ditahan-tahan dari berangkat ke restoran.

Mama tak menjawab masih berapa lama laginya, tapi membiarkan ku pergi menuju toilet.

Aku segera meraih tas ku dan melenggang ke kamar kecil. Masuk ke bilik paling ujung, mengeluarkan sesuatu itu, dan sebelum keluar mampir dulu ke wastafel dengan kaca besar yang tersedia di sana. Rambutku yang dicatok lurus mulai kembali curly, balik ke bentuk asli rambutku. Mataku yang terpasang kontak lensa berwarna brown mulai tak terasa nyaman untuk digunakan sebagai pengganti kacamata ku. Netra asliku sama seperti mama, agak ke abu-abuan, tapi cenderung ke jingga. Jadi tak terlalu abu-abu muda sekali.

Ku teteskan air kontak lensanya, melihat sekali lagi penampilan ku agar nggak terlihat tak minat dengan perjodohan ini.

Ya, sekarang seorang Koyastria Ajengdya Adikarsa sudah siap menjadi calon tunangan entah pria mana yang akan dijodohkan mamanya kali ini.

"Eh, Koyastria, ya?" aku menoleh mendengar sapaan itu ketika keluar dari toilet.

"Wahh bener. Eh, Ndut, beningan lo sekarang!"

Tapi sepertinya, sebelum seorang Koya bisa kembali ke meja yang sudah dipesan sang bunda, seorang koya harus menabok bibir lemes pria di depannya ini terlebih dahulu.

"Kok makin Gendut lo, Koy?" Dia memasang tampang bingung.

Namun seketika berubah, mungkin karena aku mengeluarkan tampang sangar, keberatan dengan body shamming yang dia lakukan.

Tapi, bibir tipis itu merekah lebar, kedua tangannya terbuka luas di depanku.

"Ndutt, diem ajaaaa. Peluk lah siniii, nggak kangen babangmu ini? Gendut ku sayanggggg." Pria di hadapan ku terus saja mengeluarkan kata tak senonoh.

Masih aja nih orang, "Ralingga Bangsat!!!!"

"Wuanjirrr, buah zakar gueee," teriak dia heboh.

Aku puas dengan hasil kerja kaki ku, mengusap ujung sepatunya pelan untuk menghapus sisa-sisa najis yang tersisa, lalu melenggok pergi meninggalkan pria tak berperikemanusiaan itu yang berlutut memegangi telur dan sosisnya.

💮

Helloo ini cerita pertama akuu, semoga suka...
Kritik dan saran sangat dibutuhkan...
Tolong koreksi penggunaan kataku apabila nggak sesuai EYD dan KBBI yaa..

Terima kasih... Salam Julid 😟

KYN 🐱

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Uncommon ConsortTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang