Andino Pranata. Si trouble maker yang baru saja menduduki kelas dua belas pada tahun ajaran baru. Pemuda dengan tubuh tinggi besar tersebut melangkah dengan langkah angkuh melewati koridor sekolah.
Menampilkan wajah sangar yang membuat para siswa merasa takut kemudian menyingkir untuk memberinya jalan. Meski para siswa itu sudah memberikan jalan untuknya, terkadang ia masih saja dengan sengaja menyenggol kawanan siswa-siswi tersebut dengan tubuh tegapnya kemudian melewati mereka dengan wajah tanpa dosa.
Yah, itulah Andino atau yang lebih akrab disapa Dino. Sang pemilik wajah tersangar di SMA Nusantara Bakti dan selalu dengan bangga mengatakan bahwa dirinya adalah pemilik tetap peringkat 31 dari 32 siswa di kelas XII-IPS 3 selama dua tahun berturut-turut.
Pemuda yang sudah membuat guru BK menyerah dalam menghadapi masalah-masalah yang ia lakukan tersebut kini hampir sampai di depan pintu kelas dengan papan nama KELAS XII-IPS 3.
Setelah sampai di ambang pintu kelas, Dino tak langsung masuk dan malah berdiri sembari memegang pintu kayu berwarna cokelat di hadapannya. Sesaat kemudian, pemuda itu mengambil ancang-ancang untuk bersiap melakukan sesuatu yang sudah pasti akan mengganggu ketentraman anggota kelas tersebut.
Lengan kekarnya kemudian mengayun dan memukul pintu kayu tersebut dengan cukup keras hingga menimbulkan suara bising yang membuat siapapun merasa terganggu. Bahkan ada beberapa yang terlonjak kaget.
Brak ... Brak ... Brak ...
"WOI! UDAH NGOPI BELOM? DIEM-DIEM BAE!"
Ragina, gadis berpostur tubuh kecil yang selalu menjadi sasaran dari kegaduhan yang Dino buat, saat itu sedang duduk di bangkunya yang berada di deretan tengah. Gadis itu menatap sengit ke arah Dino yang kini malah menyengir tanpa rasa bersalah.
"Heh Dinosaurus. Lo tuh nggak bisa, ya sehari aja nggak bikin orang jantungan? Rese amat, sih," semprot Ragina dengan wajah kesal.
Bagaimana tidak? Sepagi ini, di hari pertamanya sekolah setelah liburan akhir semester, ia malah mendapati gangguan dari pemuda super menyebalkan yang selalu mengganggu ketenangannya. Ragina berpikir ia patut bersukur karena dua minggu liburan akhir semesternya terasa amat nyaman tanpa gangguan dari si biang kerok Dino.
Ia pikir, Dino mungkin akan sedikit berubah setelah kenaikan kelas. Mengingat kini mereka telah berada di kelas dua belas, yang merupakan tingkat akhir di SMA. Namun ternyata, pikirannya salah. Bukannya semakin baik, kegilaan Dino semakin menjadi-jadi. Seperti hal yang baru saja ia lakukan tadi.
Dino melangkah mendekati tempat duduk yang Regina tempati setelah mendengar pertanyaan gadis itu, kemudian berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis itu, walau tetap saja, Dino tetap lebih tinggi daripada Ragina.
"Woi, bocah! Siapa yang lo bilang Dinosaurus?" Dino menoyor pelan kepala Ragina dan hal itu membuat Ragina memajukan bibirnya beberapa senti.
"Gue bukan bocah." Dino tak menghiraukan pernyataan Ragina dan kembali mengulang pertanyaannya.
"Siapa yang lo bilang Dinosaurus?"
"Elo. Kenapa? Mau protes? Kan emang bener nama lo Dinosaurus." Ragina menekankan kata terakhirnya dan membalas tatapan Dino tanpa rasa segan.
"Dasar bocah ingusan."
"Elo om-om girang."
"Elo cucu Miper."
"Elo suaminya."
"Sehun dong."
"Najis, ngayal lo udah setingkat Miper."
"Kan, suaminya."
"Dih, ngaku."
Aksi saling mengejek itu terus terjadi dan menjadi tontonan bagi anggota kelas yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Kelas Sableng (CERPEN)✔️
Short StoryKetua kelas pinter? Sudah biasa. Ketua kelas culun? Ah, masih biasa. Ketua kelas tegas? Berwibawa? Punya jiwa pemimpin? Apalagi. Mainstream lah. Tapi gimana ya jadinya kalau kelas yang terkenal dengan anggota kelasnya yang hampir seluruhnya trouble...