00

718 75 29
                                    


Dengan tatapan datar, tetapi tajam miliknya, Irene memandang dua orang yang kini duduk berseberangan dengannya.

“Hasil kerjamu selalu memuaskan, Bujangnim. Pantas saja Hwang Sajangnim sangat mengandalkanmu.” Puji lelaki usia empat puluhan itu pada lelaki muda dihadapannya yang tak lain adalah tangan kanan salah satu partner kerja perusahaannya.

Lelaki itu tersenyum hingga matanya membentuk sepasang bulan sabit yang indah. “Terimakasih, Kang Biseo. Tapi kurasa anda berlebihan.”

Mereka yang berada di meja itu pun tertawa bersama untuk sesuatu yang tak lucu itu, kecuali seorang gadis cantik yang duduk di samping Sekretaris Kang. Ia tetap pada wajah datarnya dan tentu saja pemandangan itu tertangkap oleh dua manik tajam milik Song Mino.

“Wah pesanan kita sudah sampai. Silahkan dinikmati.” Sekretaris Kang mempersilahkan, saat semua menu makanan yang mereka pesan sudah tertata rapi di atas meja.

Semua yang ada di sana mengangguk dan bersiap menyantap makanan mereka sampai akhirnya sebuah kecelakan kecil terjadi.

“Akh, joesonghamnida, Bujangnim.” ujar perempuan yang duduk di samping Mino panik. Ia menarik banyak tisu dan mengusap dengan ceroboh bagian kemeja Mino yang terkena tumpahan jus milik lelaki itu sambil terus mengucapkan kata maaf.

“Ah iya, gwenchana, Yura-ssi.” Mino ikut mengambil banyak tisu dan mengusap sendiri kemejanya. Ia mengangkat tangan kanannya di depan dada sebagai isyarat jika dia baik-baik saja sekaligus tanda jika asistennya itu bisa berhenti membersihkan kemeja miliknya.

Yura masih menatap bagian kemeja Mino yang kotor, dia menahan diri untuk tetap diam meskipun masih ingin membantu atasannya itu untuk membersihkannya, itu karena Mino sudah menginterupsinya tadi.

Sebuah ‘kecelakaan’ singkat itu menyita perhatian pengunjung restoran ini. Tak terkecuali Sekretaris Kang dan Irene, yang awalnya sempat terkejut tetepi kini kembali pada mode tanpa ekspresinya.

“Bujangnim, kau yakin tidak apa-apa?” tanya Sekretaris Kang cemas.

“Ne, aku baik-baik saja. Aku permisi ke toilet sebentar.” Mino bangkit dari kursinya hendak ke toilet membersihkan kemejanya, sebelumnya ia menyempatkan diri mencuri pandang ke Irene yang mulai sibuk memotong daging steak dihadapannya.

Makan siang itu pun kembali berlanjut meski dalam suasana canggung pasca kejadian tadi. Beberapa kali Yura menggumamkan kata maaf pada Mino, meskipun lelaki  itu sudah bilang jika ia baik-baik saja dan yang barusan terjadi hanya sebuah kecelakaan kecil yang tidak disengaja. Yura bahkan baru berhenti meminta maaf ketika Mino mengancamnya untuk kembali ke kantor sendiri dan justru tidak memaafkannya. Perempuan itu pun akhirnya menyerah dan menikmati makan siangnya yang tidak terasa nikmat itu. Tentu saja semua hal kecil itu tidak luput dari perhatian, Irene.

***


Irene membuka pintu mobil SUV putih yang sudah menunggunya di halaman lobi dengan kasar dan juga sedikit membantingnya saat menutup. Tak diindahkan olehnya pandangan heran seseorang di balik kemudi yang heran dengan kelakuannya itu, justru ia sibuk memasang sabuk pengaman dan mengecek ponselnya. Lelaki itu mendesah dan memutuskan untuk segera melajukan mobilnya.

"Apa seleramu yang setinggi langit sudah jatuh hingga inti bumi?” tanya Irene dengan perhatian masih pada ponselnya. Mino, lelaki yang kini duduk di kursi pengemudi, meliriknya sekilas pada Irene sebelum akhirnya dia meloloskan napas panjang, mengerti apa yang membuat mood perempuan cantik itu buruk.

“Seleraku masih sama dan selamanya akan tetap sama, Irene-ah,” jawabnya coba menenangkan, tapi justru decihan tak suka dari perempuan itu yang ia dapatkan.

PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang