Jahreszeit [Bagian I]

351 32 9
                                    

Choi Yoojung (21)


Akhir-akhir ini udara menjadi sangat dingin. Angin bertiup lebih kencang dari biasanya, terlebih saat malam hari seperti ini. Aku merapatkan jaket yang aku kenakan, melangkahkan kakiku keluar dari sebuah minimarket di dekat unit apartemenku, dengan sekantung plastik penuh dengan makanan ringan dan beberapa minuman soda untuk menemaniku mengerjakan laporan malam ini.

Meski udara sangat dingin, tapi malam ini langit sangat indah. Sejenak aku berhenti, mendudukan diriku pada sebuah bangku taman untuk sekedar menatap bintang-bintang, sambil menikmati kopi hangat yang kubeli tadi.

Melihat bintang-bintang di atas sana mengingatkanku pada seseorang. Dia adalah Woojin, Park Woojin, yang menyukai segala hal yang berkaitan dengan benda-benda langit dan ruang angkasa lebih dari siapapun. Berbanding tebalik denganku yang sangat menyukai sastra.

Kedua maniknya akan berbinar indah ketika bercerita tentang hal-hal yang disukainya itu. Woojin bilang, ia akan masuk jurusan astronomi saat kuliah. Ia begitu bersemangat. Memahami model mekanika kuantum jauh lebih mudah baginya daripada memahami karya sastra yang sering ku baca. Katanya, sastra adalah buah pikiran manusia yang melibatkan kondisi budaya masyarakatnya. Memahami karya sastra berarti memahami maksud dari penulisnya. Memahami manusia adalah yang paling sulit menurut Woojin. Manusia itu terlalu rumit, Yoojung-ah.

Ada begitu banyak kontradiksi antara aku dan Woojin, tentang hal-hal yang kami sukai dan tidak sukai. Tapi asal kalian tau, kami sudah lama berteman. Sama halnya dengan potongan puzzle yang perlu berbeda untuk dapat bersama. Melengkapi satu sama lain untuk jadi sempurna.

Setelah kelulusan kami dari sekolah menengah atas, demi mengejar impiannya, Woojin mendaftar di departemen Physics and Astronomy di universitas terbaik di ibu kota. dan menetap di sana. Sementara aku mendaftar di fakultas Art 'n Humanity di universitas negeri di Busan, yang juga merupakan salah satu universitas terbaik di Korea.

Satu hal yang menarik dari Woojin adalah dia orang yang terbuka, tentu ia akan mudah bergaul dengan orang baru. Saat kau mulai dekat denganya, kau akan mengenal Woojin lebih lebih dari sekedar Woojin yang baik dan ramah. Di depan orang-orang terdekatnya, sisi Woojin yang lain akan muncul, Woojin yang akan selalu membuat orang tertawa dengan tingkah-tingkah konyolnya. Dan satu hal lagi... ehm... apaaku sudah pernah bilang ini sebelumnya? Jika Woojin itu tampan. Dan aku yakin seratus persen, sudah ku pastikan Woojin akan populer di kalang mahasiswa di sana.

Saat itu, aku justru mengkhawatirkan diriku sendiri. Woojin adalah satu-satunya temanku, teman yang sangat dekat denganku. Aku tak pandai bergaul seperti Woojin, aku yang yang pendiam dan sulit berteman dengan orang-orang baru. Woojin layaknya rumah bagiku, satu-satunya tempat yang membuatku merasa nyaman. aku terlalu bergantung padanya.


Berada di kota yang berbeda membuat kami sulit untuk bertemu. Bertukar pesan singkat atau melakukan panggilan lewat telepon pintar adalah salah satu hal yang bisa kami lakukan. Lalu menghabiska berjam-jam untuk saling bertukar cerita. Sesekali tergelak dalam tawa kala mendapati cerita yang lucu. Woojin tinggal di asrama, teman sekamarnya bernama Jihoon dari Masan. Jihoon anak yang baik, dia sangat tampan. Tapi aku lebih tampan. Aku hanya tertawa mendengar pernyataanya. Kau lihat, Woojin sangat percaya diri. Kau, mau ku kenalkan padanya? Ia juga sesekali menggodaku. Sebab, Woojin tahu sejak dulu aku tidak pernah dekat dengan laki-laki selain Woojin.


Waktu berjalan begitu cepat dan satu tahun telah berlalu. Woojin datang saat musim gugur. Saat usianya tepat 20, kami merayakannya bersama. Aku merindukanmu, katanya, saat kami sedang duduk di taman bermain menikmati langit malam. Seketika tubuhku meremang, ada sesuatu yang bedebar anomali di dadaku kala itu. Otakku bekerja cukup lambat untuk mencerna ucapannya. Bodoh. Tentu saja ia merindukanku, kami adalah teman dekat, kan? Sudah sewajarnya saling merindukan. Aku mengamatinya cukup lama, sebelum akhirnya turut membuka suara. Aku juga merindukanmu.

All About Us [Park Woojin-Choi Yoojung-Park Jihoon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang