[I] UNKNOWN

59 10 0
                                    


Waktu menunjukkan pukul 23.45 ketika ia melirik jam yang melingkar pada pegelangan tangannya. Lima belas menit sebelum shiftnya berakhir. Omong-omong, namanya Park Woojin. Seorang pekerja paruh waktu di sebuah minimarket tak jauh dari flat sederhana tempatnya tinggal. Upahnya tak seberapa, setidaknya dapat ia gunakan untuk tambahan biaya kuliahnya.


Udara bertambah dingin seiring malam yang semakin larut. Woojin tengah menata beberapa minuman pada mesin pendingin kala sesuatu menarik 

perhatiannya. Seorang gadis tengah terduduk di sebuah kursi yang tersedia di depan minimarket.Wajah gadis itu tertunduk, sementara kedua tangannya meremat sekaleng minuman hangat yang Woojin yakini sudah dingin. Sejenak Woojin termangu. Terbesit sebuah tanya apa yang gadis itu tunggu hingga berdiam diri di tengah malam yang dingin seperti ini. Tapi aku mencoba untuk tidak peduli. Itu bukan urusannya. Sama sekali.

Shift Woojin berakhir tepat pukul 24.00. Saat ia melangkahkan kakinya keluar dari minimarket, gadis itu masih di sana. Tak beranjak barang sedikitpun. Rasa penasaran membawa langkahnya menghampiri sang gadis. Saat berada pada jarak beberapa langkah, bahunya tampak bergetar. Gadis itu menangis, sepertinya.


"Kau baik-baik saja? Bisa ku bantu sesuatu?"


Woojin menyentuh pelan bahu gadis itu, bertanya ragu-ragu. Untuk sesaat gadis itu diam, tak bergeming. Baiklah, mungkin ia sedang tak ingin diganggu. Begitu pikir Woojin. Lalu detik berikutnya, saat Woojin hendak pergi meninggalkanya, gadis itu meraih tangan Woojin. Membuat Woojin sontak menghentikan langkahnya lalu mengalihkan pandangan padanya. 

"Tidak bisakah kau temani aku, sebentar saja? "

Ujar sang gadis. Raut wajah gadis itu tampak lusuh. Meski begitu, bibirnya masih mencoba menyunggingkan sebuah senyuman. Kedua maniknya berkaca-kaca. Saat sepasang manik itu tak mampu lagi menampung ruah air matanya, bulir-bulir bening mulai mengalir perlahan melalului sudut matanya.

Keheningan menjelma, sebab Woojn begitupun gadis dihadapannya tetap membisu, saling enggan membuka suara.

"Kenapa perasaan manusia cepat sekali berubah?"

Gadis itu membuka suara. Sangat pelan tapi cukup terdengar oleh Woojin, lalu Woojin menatapnya lamat-lamat. Menunggu sang gadis melanjutkan kalimatnya. Di saat seperti ini, ia hanya butuh seseorang untuk mendengar keluh kesahnya, begitu pikir Woojin. Untuk kali ini Woojin hanya ingin menjadi pendengar yang baik.

"Aku seharusnya tidak pernah mempercayai orang lain.Bukankah aku begitu bodoh? Begitu saja percaya dan memberikan hatiku hanya karena satu kata cinta."

Matanya kembali berkaca-kaca.

"Kenapa tidak ada hal yang berjalan dengan baik?"

Suaranya bergetar. Lalu tangan Woojin terulur memberinya sapu tangan miliknya, saat bulir-bulir bening itu kembali mengalir dari sudut matanya.Terhitung satu jam berlalu setelah ia puas meluapkan semua emosinya. Setelah cukup tenang ia berterimakasih dan pamit untuk pulang.

"Kau mau ku antar?"

Woojin menawarkan diri. Tapi gadis itu menolak. Tidak apa, aku baik-baik saja. Katanya. Tubuhnya terhuyung saat ia mencoba bangkit dari tempatnya. Sontak membuat Woojin menahan tubunya agar tidak terjatuh. 

"Aku akan mengantarmu, itu akan lebih baik kurasa."

"Kita bahkan tidak saling mengenal. Tapi aku justru mengeluh banyak hal padamu. Maaf."

Gadis itu kembali membuka suara setelah hening beberapa saat selama perjalanan. Suasana canggung menyelimuti mereka berdua.

"Hm. Tidak masalah. Terkadang dalam hidup, kita ingin mencurahkan isi hati kita kepada orang asing, sebab orang asing tidak perlu menjaga rahasianya. "

Kata Woojin kemudian. Sepenuhnya ia sadar bahwa mereka hanyalah dua orang asing yang tidak sengaja bertemu. Bahkan setelah malam ini berakhir, mereka mungkin tidak akan bertemu lagi.

Langkah mereka terhenti di depan sebuah unit sederhana. Gadis itu mengulurkan tangan, lalu Woojin menjabatnya. 

"Terima kasih."

Senyuman di bibir gadis itu terkembang. Itu tampak lebih tenang dari sebelumnya. Meski udara dingin menerpa, Woojin justru merasa kehangatan merambat di seluruh tubuhnya. 

"Aku berharap kita tidak akan bertemu lagi."

Gadis itu mengakhiri kalimatnya, lalu melepas jabatan tangan Woojin. 

"Selamat tinggal. "

Meski gadis itu berkata demikian, tapi Woojin justru mengharapkan hal sebaliknya. Entahlah.

All About Us [Park Woojin-Choi Yoojung-Park Jihoon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang