Angel of Death

1K 10 0
                                    

Hai readers...

Ini adalah sequelnya dari Luft Och Vind. So, nice read ya

2 dagar i förväg...

"Adakah cara lain?"tanyaku tergesa mengetahui nyawa Fruste di ujung tanduk "Ada beberapa pilihan.."ia tampak berfikir fikir "Dumma (bodoh *Swedia)... cepat lanjutkan!"cecarku "Berhentilah mengumpatku matte (nyonya *Swedia) dan tenanglah, aku mencoba berfikir"ia terdengar sebal "Bagaimana bisa aku tenang? aku melihat tubuhku terbaring di sana, dan di hadapkan pada kemungkinan bahwa vän ku akan meninggal 2 minggu 2 hari lagi!!!"bentakku dengan amarah yang menggebu gebu "Huh kau ini memang tidak sabaran ya?"katanya cuek "Um.. salah satu caranya adalah förändra liv (menukar nyawa *Swedia)"

"Apa maksudmu?"

"Matte kita sudah tenang rupanya"

"Fabrizio...!!!", bisa bisanya ia bercanda di saat genting _menurutku_ seperti ini? hal itu tidak lucu kan?! "Iya iya. Maksudku, kau bisa menukarkan jatah nyawamu padanya, karna kau kan bilang bahwa..."

"Aku tak ingin merusak hidup bahagianya"selaku sambil menatap kosong Fruste yang tengah tertidur di samping tempat tidurku "Tepat”ia tersenyum tipis mengikuti arah pandanganku "Konsekuensinya?" "Kau akan menjadi arwah... Ehm ku ralat, mati maksudku. Kau menggantikan hari kematiannya"ucap Fabrizio "Baiklah, aku setuju"jawabku cepat "Matte tak ingin berfikir ulang?"Fabbrizio memandangku dengan tatapan aneh, aku menggeleng "Tidak" "Lagipula ia sudah berkorban terlalu banyak untukku"kataku.

"Baiklah jika itu maumu"ia bangkit dari tempatnya "Ku tunggu kau di sini besok malam"ia mengambil senjatanya lalu pergi begitu saja meninggalkan aku yang masih meretapi kaputusanku.

Aku melayangkan kaki mendekati Fruste_karna kakiku tidak menyentuh tanah_ dan berdiri di sampingnya "Fruste..."panggilku "Jag är ledsen...Ini demi kebaikanmu"aku mengelus rambutnya yang hitam. Merasakan tiap tiap helainya menyentuh tanganku, "Andai aku bisa melakukan lebih..."ucapku lirih, aku agak kaget ketika menemukan butiran bening mengalir di pipiku. Karna setahuku, arwah tak dapat menangis ataupun merasakan hal hal mengenai perasaan.

Andai aku masih berbentuk manusia sekarang, pasti Fruste akan memelukku. Ia takkan membiarkan aku tersakiti, ia akan selalu melindungiku, menghapus luka yang menjalar di hariku lebih dari 10 tahun ini. Ia yang biasa menyibakkan air mataku saat aku tak sanggup lagi melakukannya.

Bahkan di saat terakhir sebelum aku koma, ia juga yang menggendongku ke balkon rumah sakit untuk menikmati hujan, hanya untuk itu. Dan besoknya ia terserang flu, tapi aku tak bisa merawatnya lagi. Tubuhku sudah tembus pandang ketika aku bangun.

Aku dan dia memang bukan anak anak lagi, kami sudah remaja. Aku menginjak 15 tahun, sementara Fuste, 16 tahun 2 minggu 2 hari lagi. Tapi masih janggal di ingatanku bahwa mati di usia muda adalah harapan seseorang.

Natt....

Tak terasa, kini langit sudah berwarna hitam seluruhnya. Itu tandanya, tak lama lagi Fabrizio akan datang.

"Sudah siap matte?"kata orang itu mengagetkanku "Apa aku tak bisa mengucapkan kata kata perpisahan Fabrizio?"tanyaku melembut "Sudahlah... jangan cengeng begitu"responnya melihat mataku mulai berkaca kaca "Aku hanya menyayanginya... Sangat"spontan aku memeluk sang malaikat maut yang menyebalkan itu. Aku menangis di dadanya "Coba ku fikirkan..."bisiknya halus.

"Ya, tentu kau bisa. Akan ku pinjamkan kau kekuatanku"ia menenangkanku, mengelus elus puncak kepalaku. "Tapi ingat, itu hanya sebentar", aku mengangguk "Tack (Terima kasih *Swedia)". Ia mencium puncak kepalaku, saat itulah aku merasakan hawa dingin mengalir ke seluruh tubuh. Hawa dingin yang dapat membekukan.

Aku tak sanggup membuka mata, aku ingin berteriak, tapi tak ada suara yang keluar dari bibirku. "Lu? Kau sudah sadar?!"tanya seseorang mengagetkanku. Ia mengelus elus punggung tanganku. "Lu?"panggilnya lagi. Aku memberanikan diri membuka mataku, mencoba menggapai suara itu.

"Fruste.."bisikku, tenggorokanku sangat kering sampai sampai berbicarapun sulit. "Aku di sini"ku lihat ia tersenyum padaku, wajahnya begitu pucat, kantung matanya semakin terlihat menghitam dan tubuhnya semakin kurus. "Fruste..."panggilku lagi "Kau begitu kurus"candaku, ia terlihat tertawa di paksakan. Seperti menertawai dirinya sendiri "Aku harus pergi... Ku mohon relakan aku"ucapku lirih "Apa yang kau bicarakan Luft? Kau tak kan pergi ke manapun"ia terlihat mulai panik.

"Aku harus. Jadi ku mohon, jangan bersedih karnaku. Itu hanya membuatku tersakiti"aku mengelus wajahnya yang rupawan, menelusuri setiap incinya dengan jemari tanganku, melakukannya untuk yang terakhir kali "Ku mohon Lu... Jangan pergi"ia menggenggam tanganku yang ada di wajahnya. Aku hanya bisa tersenyum sedih melihan Fruste seperti itu.

"Ini demi kebaikanmu"kataku meyakinkan, Fabrizio mulai mendekat menandakan waktuku mulai menipis "Luft, ada satu hal yang ingi ku katakan padamu"bisik Fruste ketika ku sadari aku mulai melemah "Katakanlah"suaraku mulai tercekat di tenggorokan "Jag älskar dig (Aku mencintaimu *Swedia) Luft"ia mengecup punggung tanganku "Aku juga"bisikku "Lebih dari vän"katanya lagi.

Aku tercengang karna di detik berikutnya sebelum aku menjawab, aku sudah merasakan hawa dingin itu mengalir di seluruh tubuhku lagi. Dan beberapa saat kemudian, aku sudah berada dalam kondisi semula, arwah. Aku menangis berlutut di samping Fruste. Menangisi kata katanya yang terlambat di ucapkan, menangisi takdirku yang takkan bisa bersamanya lagi.

Menangisi segala hal yang dapat ku tangisi saat itu. Aku ingin memeluknya untuk terakhir kali, tapi kini aku hanya arwah yang tembus pandang, arwah yang tak terlihat, arwah yang tak tersentuh. Aku melihat banyak suster dan donkter yang mondar mandir mencoba mengembalikan denyut jantungku. Ada alat pacu jantung juga di sana, tubuhku terlonjak, tapi tak ada respon. Tentu saja, karna aku ada di sini.

Aku hidup tapi tak bernafas, aku melihat tanpa bisa di lihat. Aku ARWAH sekarang!!!

"Maafkan kami Fruste, Luc sudah tiada"ucap salah satu dokter "Itu bohong.... Katakan dia masih hidup dokter. Aku melihatnya tadi!!! dia hidup... Dia masih hidup"Fruste memberontak mencoba mendekati jasadku tapi di halangi oleh para suster dan penjaga keamanan yang ada di ruangan itu "Kau bohong dokter... Kalian semua bohong!!!"

2 vecka går....

"Baru baru ini di ketahui sebuah berita yang mengejutkan dari pengusaha besar Albert Vind dan designer ternama Salya Och yang ternyata mempunyai seorang anak dari hasil hubungan mereka semasa kuliah"

"Semua berita itu terkuak ketika seorang anak bernama Fruste membeberkannya ke media masa. Sayang, anak mereka yang bernama Luft Och Vind telah meninggal dunia dan di makamkan di hutan pinus setempat bersebelahan dengan makam pengasuhnya Iljus yang sedia merawat dan membesarkan gadis itu"

"Demi ke bahagiaan anaknya, akhirnya Albert dan Salya resmi menikah di depan pusara. Mereka berharap, Luft dapat tersenyum melihat mereka bahagia" Drpp... layar TV itu seketika menjadi hitam karna di matikan. "Tetaplah menjadi angin dan udara bagi setiap orang Luft"ucap Fruste lirih.

"Ibu, ayah..hmmm"aku bergumam sendiri "Tack Fruste... Aku agak tenang sekarang. Tack untuk segalanya..."bisikku dari sudut ruangan "Tack karna kau sudah menemukan orang tuaku, tack karna kau telah mempersatukan mereka dan tack untuk din kärlek (rasa cintamu *Swedia)"

Angel of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang