Sepanjang perjalanan, sebelumndan sesudah melewati danau nan indah, yakni danau ranukumbolo yang tak sejernih dulu. Aku melihat, begitu banyaknya kesombongan dan keangkuhan pegiat alam palsu. Yang senang dan bangga atas deklarasinya sebagai pencinta alam, yang namanya di ukir dibebatuan tak berdosa. Rasanya, ingin sekali aku bawa semen 1 sak di pundakku dan ku tutupi semua luka di batu itu. Namun itu hanyalah kecemburuanku semata, tindakanku seperti itu hanyalah menambah luka dan lantas apa yang harus kulakukan. Terbesit jauh di alam bawah sadarku, bahwa lumut bisa menutupi itu semua. Namun kembali lagi, keadaan tidak akan sanggup, dan lumut pun enggan tumbuh dalam bekas goresan luka yang tak kunjung sembuh itu.
Bayangkan, setiap kali kutemui shelter tempat persinggahan para pendaki selalu saja dikotori oleh tulisan tulisan vandalisme yang ku fikir hanya ada di kota saja. Bahkan berpuluh puluh jauhnya langkah kaki berjalan dan berlari, itu semua tampak sama.
Setidaknya, untuk menikmati ciptaan tuhan yang maha sempurna ini, pandanganku tak fokus disitu. Aku terpana dengan indahnya iring iringan kabut lembut yang turun mendekati ribuan pohon pinus berjajar, seakan ingin memeluk dan tetap menyatu sebelum celah celah awan tembus terbelah oleh sinar sang fajar. Sunggu syahdu, sungguh pagi yang romantis.
Iya, aku kini sedang menikmati hidup di kalimati. Ingin rasanya aku tinggal lebih lama lagi disini, jika saja dingin ini benar benar bisa kulitku menahanya jangan sampai menusuk tembus ketulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Bimbing Kau Ke Lereng Semeru
AdventureDinginmu mendekap aku dalam kehangatan, kabutmu membawa rindu , gemericik ranukumbolo seakan mengajaku bernyanyi dalam keheningan malam. Ya mahameru aku rindu.