SATU

21 0 0
                                    

  “Merelakan sesuatu saat ini. untuk suatu saat diraih kembali ”

    Angin berhembus menerpa setiap pepohonan ditaman kota ini. Namun, hembusan angin itu tak mampu mengalahkan panasnya sinar matahari yang terasa dikulit manusia. Anak-anak kecil berlarian dengan ceria kesana kemari seperti tak punya beban. Aku hanya memandang mereka sambil tersenyum. Membuatku berasa ingin kembali ke masa kecil. Yang belum punya beban dan tuntutan. Kujulurkan kaki direrumputan. Menikamati lelah yang saat ini menguasai diri.
Seharian ini,kakiku berjalan mengitari kota Jogja untuk melamar pekerjaan. Sebagai seorang sarjana yang baru resmi wisuda 1 bulan yang lalu mengharuskanku untuk mencari pekerjaan. Malu, karena sudah satu bulan ini pula menjadi pengangguran. Meski,  Ibu tak menyuruh mencari pekerjaan tapi sadar diri ini sudah saatnya untuk memberi dan berhenti meminta.

    Tulisan ini akan berisi mengenai diriku. Aku, Sekar Putri. Biasa disapa “Sekar”, usiaku menginjak 21 tahun cukup muda bukan untuk menyadang gelar sarjana. Tapi, nyatanya Sarjana diusia muda tidak menjamin cepatnya mendapat sebuah pekerjaan.  Hampir satu minggu mengitari Jogja. Memasukkan surat lamaran ke perusahaan ini itu. Interview diberbagai perusahaan. Namun, masih menyadang status pengangguran ini.

“Gimana udah dapat kerjaan?”  Tanya Nisa yang baru datang dan langsung duduk disampingku.

“ Yah, kalau gue udah dapat kerjaaan. Muka gue gak bakal kucel gini, Nis.” Jawabku sambil kutunjukkan wajahku kearahnya.

“ hahaha. Ya kan gue kira udah. Tadi gue lewat perpustakaan kota. Disana lagi ada lowongan. Coba ngelamar kesana.” Nisa memberitahu dengan antusias.

“ Ngaco deh… gue kuliah jurusan hukum. Masa iya, gue kerja diperpustakaan. Apalah kata tetangga gue.” Jawabku sebal.

Nisa menarik kedua bahuku yang membuat kami saling berhadapan.

“Gak penting jurusan kita pas kuliah dulu apa, Kar. Yang penting kita dapet kerja dulu. Seenggaaknya gak dipandang sarjana nganggur.”

Aku hanya menghela nafas mendengar sebait kalimat yang diucapkan Nisa. Ya, benar. Mungkin lebih baik bekerja meski itu tak sesuai pendidikan kita. Daripada harus di cap  Sarjana ngangur. Setidaknya, perpustakaan bukanlah tempat yang uruk untuk bekerja.

“ Yaudah. Besok gue coba kesana.” Nisa tersenyum mendengar ucapanku barusan.

Aku dan Nisa berteman sejak awal masuk bangku perkuliahan. kami sudah banyak menghabiskan waktu bersama. Melakukan hal gila yang akan membuat kami tertawa terbahak-bahak. Saat ini Nisa tengah menunggu untu ikut tes untuk menjadi Pengacara. Jujur,dalam hati. Aku juga ingin menjadi seorang Pengacara, tapi biaya yang disiapkan tak sedikit. Mana tega diriku meminta ibu untuk membiayai semuanya.
Aku tahu beratnya perjuangan yang harus ibu lakukan untuk membiayai kuliahku. Bekerja siang malam tanpa mengeluh lelah. Terkadang , aku berkata akan mencari perkerjaan paruh waktu. Tapi, beliau melarang. Tugasku hanya satu yaitu, belajar. Suatu saat pasti aku dapat meraih citaku. Selama aku yakin , akan selalu ada jalan untukku.
****
Tanganku sibuk menulis surat lamaran yang besok akan diajukan ke perpustakaan. Mala mini bulan dan binta memenuhi langit malam ini. Berteman secangkir kopi dan sepiring buah –buahan. Mataku sesekali melihat kearah ponsel yang ada disamping cangkir. Berharap ada satu pesan masuk dari seseorang yang baru saja aku kirimi pesan. Mengaburkan fokus yang sedang menulis surat lamaran.
Sebagai wanita yang normal. Yang tak hanya fokus mencari pekerjaan. Kisah cinta juga perlu dirasakan. Kisah cinta ini, tentang sebuah kisah ngambang. Ngambang? Iya, ngambang. Karena disini gak ada yang jelas statusnya. Terkadang aku merasa begitu dekat dengan dia tapi kadang dia seperti orang asing yang tak kukenal.
Baru saja aku hendak mengirim pesan lagi. Dia sudah mengirim balasan dari pesanku tadi.
From : Andra
“ kerja dimana aja gak penting. yang pentig halal dan bikin kamu nyaman.
Tersenyum sendiri membacabalasan dari Andra. Tadi, kutanyakan pendapatnya bagaimana jika Aku bekerja diperpustakaan.

To : Andra
“ ehmm.. iya kak. Seenggaknya kerja dulu ya”

Berharap segera dibalas pesanku tadi. Nyatanya, 30 menit menunggu tak ada balasan. Mungkin dia mulai sibuk dengan pekerjaannya.
Sedikit cerita tentang Kak Andra, dia kakak tingkatku dulu sewaktu dikampus. kami ikut satu UKM yang sama. Selalu bertemu dan duduk bersebelahan disetiap pertemuan. Sampai ahirnya dia mengajak berkenalan. Dan sejak saat itu kami semakin dekat. Dan tanpa sadar mulai ada perasaanku untuknya. Kadang kami pergi kepantai berdua, mandaki gunung dan banyak hal yang dilakukan bersama.
Angin malam berhembus menusuk kulit dan menciptakan hawa dingin. Aku segera meninggalkan balkon kamar, tak kuat dengan dingin yang terasa. Menghempaskan tubuh kekasur. Menatap langit-langit kamar dan memejamkan mata. Membarkan bayangan Kak Andra memenuhi pikiran. Beginilah insane muda yang tengah dimabuk citnta. Tolong pahami, kawan.
Kuakhiri khayalan ini . Bergegas menarik selimut untuk menutupi tubuhku. Dan perlahan menuju pulau kapuk. Besok bangun pagi dan bersiap untuk berjuang kembali. Semoga, gelar Sarjana Nganggur ini segera lepas.
****
“ Kar! Sekar, bangun sudah pagi. Katanya mau pergi hari ini.” suara lantang khas dari Ibuku. Membangunkan aku dari lelapku.
Aku sibakkan selimut lalu bergerak melihat kearah jam. Astaga, waktu sudah menginjak pukul 06.30 WIB. bergegas menuju kamar mandi, tanpa sempat merapikan tempat tidur. Perpustakaan berada dipusat kota. Dengan waktu tempuh sekitar satu jam dari rumahku. Sedangkan, Interview dimulai pukul delapan. Setidaknya jam 07.00 WIB, sudah harus bergegas berangkat.
“ Buk, kenapa gak bangunin dari jam enam tadi.” Gumamku yang saat ini sibuk merias diri didepan kaca.
“ sadar diri, kar. Ibu bangunin kamu dari jam lima. Tapi, kamu ini yang gak dengar. “ dumel Ibuku yang saat ini membantu merapikan rambutku.
Kukecup kening wanita ini. memeluknya sebentar. Lalu berpamitan untuk berangkat. Berjalan cepat menuju halte bus yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah. Tak perlu menunggu lama, segera Aku naik bus yang baru saja berhenti dan duduk dikursi kosong yang ada dipojok.
Jantungku berdebar kencang. Berharap semoga ada keberuntungan untuk hari ini. Tiba diperpustakaan bergegas menuju kantor yang berada dilantai dua. Ada ketakutan tersendiri dihati. Melihat banyaknya pelamar yang saat ini antri untuk melakukan wawancara. Setelah menyerahkan berkas yang harus dipenuhi, Aku bergabung bersama yang lainnya.
Satu persatu pelamar mulai dipanggil.  Jantungku berdebar semakin tak beraturan. Keringat dingin mulai keluar. Kutarik nafas dalam lalu kuhembuskan. Kesibukanku terhenti ketika namaku dipanggil. dengan langkah berat dan grogi yang menguasai. Aku berjalan masuk kedalam ruang Wawancara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PEMERAN UTAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang