Alissa

14 1 0
                                    

ALISSA
Karya : Nicki R. Alpanchori

"Sudahlah, nak. Lupakan lelaki bajingan itu!"

Alissa menoleh. Hanya menoleh. Wajahnya melukiskan penyesalan yang teramat dalam. Air matanya mengering, tidak seperti hujan sore, semakin bersemangat menghunjam bumi.

"Sampai kapan kau akan seperti ini, nak? Kasihanilah dirimu. Karena ibu telah memaafkanmu."

Berbagai upaya dilakukan ibu untuk membujuk Alissa agar bisa bangkit dari keterpurukannya. Semuanya sia-sia. Alissa lebih memilih diam, memeluk kedua lututnya dengan erat. Sesekali mendaratkan pukulan-pukulan keras di perutnya.

Tidak kuat melihat pemandangan seperti itu, ibu kembali menutup pintu kamar Alissa. Demi Tuhan, tidak ada seorang ibu pun tega melihat anaknya tersiksa, meski telah dikecewakan, bahkan harga dirinya sebagai seorang ibu diinjak-injak oleh kelakuan anak-anaknya.

Tiga hari sudah Alissa terpaku di sudut ruangan berukuran 3 m x 4 m itu. Foto-foto kemesraan bersama sang kekasih pun kini tidak lagi berfungsi sebagai penghias dinding ataupun pemanis ruangan. Melainkan sebagai sampah, berserakan, mengotori lantai berkeramik hijau muda. Alissa sungguh tersiksa. Seperti ratusan ekor semut yang berhamburan keluar sarang, satu per satu kenangan indah bersama Fredy muncul dari setiap sudut ingatannya.

"Ah, semua laki-laki sama saja. Gombal."

"No! Aku akan membuktikan kalau pernyataanmu itu salah."

Fredy tersenyum. Ia mengelus pelan rambut panjang Alissa. Lalu pergi begitu saja.

Alissa termenung. Memandang Fredy yang kian menjauh meninggalkannya sendiri di kantin kampus ini. Dalam hati, Alissa merasa Fredy benar. Tidak semua laki-laki itu sama. Dan Fredy tidak perlu membuktikan apa-apa kepadanya, karena dialah buktinya.

Hari demi hari, kehadiran Fredy memberi warna baru di kehidupan Alissa. Ia terlihat lebih sering tersenyum, karena Fredy selalu berhasil menyanjungnya. Ia benar-benar suka cara Fredy mendekatinya, juga memperlakukannya.

"Seandainya saja ada mawar."

"Emang kenapa?"

"Gak, gak apa-apa kok Lis. Eh, dengerin lagu ini deh."

Fredy menyodorkan sebelah headset smartphonenya kepada Alissa. Fredy ingin bangku panjang taman kampus ini menjadi saksi atas satu perilaku romantisnya.

* Aswe walk the golden mile
   Down the pretty aisle
   I know that you are mine
   And there's nothing in this world

   That I know I wouldn't do
   To be near you every day
   Every hour, every minute
   Take my hand and let me lead the
   way....... *

"Sudah ah, sisanya dengerin sendiri di rumah. Nanti kamu malah gak sadar meluk aku. Kan malu dilihatin banyak orang."

Fredy menekan tombol pause pada layar smartphonenya. Lalu seperti biasa, Fredy pergi begitu saja.

Dan Alissa, Alissa suka lagu itu. Meskipun ia sedikit kesal dengan ucapan Fredy, namun tidak bisa dipungkiri bahwa ia juga mulai jatuh cinta kepada sosok lelaki bernama Fredy itu. Lelaki yang selalu pergi meninggalkan rasa penasaran dalam dirinya.

"Loh, kok balik?"

Alissa heran melihat Fredy kembali menghampirinya. Ia mengerti, sepintar apapun ia berpura-pura, hati tidak akan pernah bisa dibohongi. Karena ia pun sebenarnya ingin bersama-lama bersama Fredy.

"Aku lupa."

Sepasang bola mata Alissa spontan bergerak menyusuri setiap inci bangku panjang itu. Tapi ia tidak menemukan barang milik Fredy yang tertinggal.

"Aku lupa ngomong kalau aku mencintaimu. Dan lagu itu, lagu kesukaanku."

Bagai disambar petir di siang bolong, Alissa membisu. Ungkapan yang ia tunggu akhirnya keluar dari mulut Fredy. Lelaki yang juga ia cintai.

"Alissa, aku tidak peduli. Aku akan selalu mengejar cintamu, karena aku ingin kau menjadi milikku. Pergilah kemanapun kau mau, but don't go where I can't follow."

Alissa semakin membisu. Kini ia benar-benar memeluk tubuh Fredy, bukan tanpa sadar, melainkan dengan kesadaran penuh.

"Aku juga mencintaimu, Fredy."

Di sela tangisan haru, ia berbisik, mewujudkan keinginan Fredy untuk memilikinya.

"Aarrrgh!!"

Alissa berteriak sambil kembali memukul-mukul perutnya. Ia tidak menyangka bisa dengan mudah mengucapkan kalimat sialan itu. Kalimat yang justru menjadi malapetaka bagi dirinya. Padahal, tiga bulan lalu, kalimat itu begitu indah. Seindah makna syair lagu 'Till Death Do Us Part milik White Lion. Lagu yang sering kali dipersembahkan Fredy untuk dirinya.

Hujan masih deras hingga malam. Genangan airnya menghanyutkan sampah-sampah jalanan. Namun Alissa tetap terpaku di tempat yang terang, tidak tersembunyi dari mata manusia. Ia sama sekali tidak menikmati lagi ulasan kalimat-kalimat mesra yang pernah diucapkan Fredy selama tiga bulan bersamanya. Kalimat-kalimat itulah yang sebenarnya menjadi gerbang menuju bukit penyesalan.

Suka atau tidak, Alissa harus rela merawat benih cinta Fredy yang terlanjur tertanam di rahimnya. Sendiri, tanpa Fredy. Sebab sifat Fredy masih sama. Pergi begitu saja. Meninggalkan Alissa bersama janin yang kian menjelma menjadi manusia sempurna.

Alissa yang malang, kehilangan mahkota suci tanpa ikatan sah pernikahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang