[TWO] My Mad Love

2 1 1
                                    

Naela diantar kerumah naik motor bersama Ansel. Di belakang Ansel, cewek itu menahan gemetar tubuhnya. Jantungnya berdegub kencang, perutnya mulas, dan ia tak menyangka semesta mempertemukan mereka setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan cowok itu.

Ansel fokus pada jalanan. Naela? Ya Tuhan, perutnya benar-benar mulas!

Tak lama kemudian, mereka memasuki kompleks perumahan yang ditinggali Naela. Ansel memberhentikan motornya tepat di depan rumah cewek itu, Naela langsung turun.

"Thanks," kata Naela pelan.

Ansel tersenyum mengangguk diatas motor, "Santai aja kali," katanya.

Naela tersenyum kaku sambil mengusap lengannya.

"Umm, gue gak diajak masuk?" tanya Ansel.

Naela melongo, apa yang semesta rencakanan untukku? Tuhan...

"Ehh... Iya, iyaa.. Ayo masuk dulu deh..." kaya Naela akhirnya.

Ia merutuki dirinya dengan sebal. Pasti Ansel akan menyangka ia aneh. Pasalnya, tingkah lakunya sungguh memalukan.

Ansel tertawa, "Kenapa sih? Kaku gitu, biasa aja kali, La."

"Ih, siapa yang kaku? Perasaan lo aja kali."

"Iyadeh, iya. Gak kaku, cuma... Gerogi. Ya, kan?" seru Ansel menahan tawa.

Sudah pasti seratus persen wajah cewek itu memerah. Naela mengepalkan tangannya dan langsung memukul lengan Ansel.

Cowok itu menahan tangan Naela. "Dasar, nyebelin! Pulang sana," kata Naela seraya berbalik badan.

Ansel tersenyum geli melihat tingkah teman SDnya itu.

"Makasih!" kata Naela sebelum benar-benar meninggalkan Ansel dan masuk ke dalam rumah.

Benar saja, cewek itu masuk kerumah dan tidak memperdulikan Ansel lagi.

"Dari mana kamu, La?" itu mamanya Naela.

"Kan aku MnG, Ma. Udah izin kan waktu itu," jawab Naela.

Naela langsung buru-buru ke jendela, ia mengibaskan sedikit gordennya untuk mengintip Ansel.

Cowok itu masih disana, bersiap-siap pergi dari depan gerbang rumah Naela.

"Siapa, La? Kayaknya mama pernah liat deh." kata mamanya.

"Ansel. Temen Lala waktu SD." jawabnya pelan.

Di luar sana Ansel sedang memakai helm dan menyalakan mesin. Deru motor terdengar samar dan... Pergi.

"Kamu pulang sama dia?" tanya sang mama.

Naela hanya berdeham sebagai jawabannya.

"Anaknya manis, mama suka."

"Ya, terus?"

"Kapan-kapan suruh masuk, yaa."

Naela menutup telinganya. Ia berjalan meninggalkan mamanya menuju kamar.

"Jangan lupa, besok suruh main ya, La."

"Siapa tadi namanya? Ansel ya?"

"Pokoknya harus diajak kesini,"

God damn! Kenapa dia dateng lagi? Udah mati-matian mau lupain cinta pertama yang freak itu malah dia dateng lagi. Ya tuhan!

***

Setelah bersih-bersih, Naela langsung mengerjakan PR kimianya. Cukup banyak, hingga ia tidak ada waktu untuk mengecek ponselnya.

Setelah semuanya selesai, Naela rebahan di ranjang lalu membuka ponselnya yang sedari tadi tidak ia sentuh.

Ada beberapa pesan masuk disana, salah satunya dari Jeffin dan tentu saja Ansel.

Yesterday
Jeffin A : P
Jeffin A : P
Jeffin A : Nae?
Today
Jeffin A : Nae?

Naela mengetik balasan untuk Jeffin, setelah itu ia membuka pesan dari Ansel. Tangannya sedikit gemetar. Ansel mengirim pesan itu dua puluh menit yang lalu.

Ansel : La?
Ansel : Gue udah dirumah nih.
Ansel : Bales dong, La. Gue nungguin nih

Kalo gue bales sekarang, dia bales lagi gak ya? batin Naela.

Naela Ans : Sorry, gue abis ngerjain tugas. Gak sempet bls chat lo

Send...

Haruskah Naela menunggu? Ini sudah hampir tiga menit setelah balasan itu terkirim. Naela hendak beranjak, namun ponselnya bergetar.

Ansel membalasnya.

Ansel : Beneran sibuk ya wkwk pantesan jomblo

Naela kembali berbaring. Ia tersenyum sendiri. Ia larut dalam percakapan absurd dengan pujaan hatinya sejak sekolah dasar itu.

Lucu memang melihat realita bahwa semesta malah ingin mempersatukan kembali dengan apa yang hampir sukses kita lupakan.

Jauh disana, Ansel tidak jauh beda dengan Naela. Hanya saja, ia sedang rebahan di karpet lantai dengan posisi telungkup bersama adik laki-lakinya, Arsen.

"Bang, dipanggil Bunda tuh. Budeg lo, yaa?" kata Arsen yang sudah duduk dibangku kelas sembilan itu.

Ansel menghela nafas, dan meninggalkan ponselnya untuk menemui Bundanya di bawah. Melihat ponsel Ansel yang menganggur, Arsen berniat mengisengi kakaknya itu.

Ia mengetikkan sesuatu disana. Sambil cekikikan dengan waspada takut kakaknya itu kembali.

Naela Ans : Emang inget apa gue gimana waktu SD?

Ansel : Gak sepenuhnya sih, tapi yang gue tau lo itu selalu bikin gue cenat-cenut tiap kali ngeliat lo. Lo itu bagaikan rembulan di peraduan yang selalu indah untuk dipandang.

Naela Ans : Hah?

Arsen menahan tawanya. Ia memang benar-benar usil.

Ansel : Gue serius. Gue udah naksir lo dari SD asal lo tau aja la

Tak lama, Ansel datang dan kembali telungkup disamping Arsen yang berpura-pura ingin buang air kecil dibawah. Ia-pun langsung turun meninggalkan Ansel sebelum cowok itu ngamuk-ngamuk.

"What the hell!? ARSEN!!!! LO KURANG AJAR BANGET JADI ANAK YA. AWAS LO!" teriak Ansel geram.

Mendengar jeritan Ansel diatas, Arsen cekikikan disamping Bunda. Ia turun ke bawah untuk menghajar adiknya itu.

"Kenapa sih?" tanya Bunda.

"Lo jangan suka pegang-pegang HP gue. Iseng banget, sini lo gue hajar." kata Ansel yang berusaha menggapai baju Arsen yang berlindung dibelakang Bunda.

Bunda berusaha menahan lengan Ansel, "Sudah-sudah, Bunda pusing liat kalian!" kata Bunda.

"Gue cuma bercanda, Bang."

"Sini lo, jangan ngumpet diketek Bunda!"

Ansel masih saja berusaha menggapai adiknya itu.

"Ansel, stop!"

"Ansel!"

"Denger tuh kata Bunda, udahan."

"ANSEL YUGOSTHIRA, STOP!" teriak Bunda.

Ansel berhenti. Ia menghela nafas dan memelototi adiknya itu. Cowok itu kembali keatas dan meraih ponselnya.

Harus bilang apa dia pada Naela? Astaga!

Setelah berpikir-pikir, akhirnya ia memutuskan untuk menelepon Naela.

"Halo, Ansel."

Suara Naela terdengar jelas.

"La, sorry banget..."

BERSAMBUNG...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang