Jujur saja aku tak pernah merasa hebat ataupun bangga telah dicintai pria seperti dirinya.
Aku bahkan muak dengan omong kosong yang selalu dia katakan sebagai definisi cinta yang senarnya tak pernah ada.
Dia mencekik ku, membunuhku dan memusnahkan perasaan itu perlahan nyaris tak lagi ada. Dan aku berani bersumpah bahwa pernah mencintainya adalah kesalahan terbesarku.
Dia tak pernah tahu apa apa, caranya menunjukan perasaannya sangat berpotensi besar membunuh ku. Dia seolah memiliki gravitasi sendiri untuk membuatku jatuh berkali kali kedalam lubang yang sama tanpa ada yang berani membangunkanku.Dia Alexander Maheesa Widjaya, pria gila yang mengurungku dalam labirin cintanya.
***
Aku menarik nafasku lega ketika mobilnya berhenti di sebuah parkiran restoran mewah dan itu artinya aku akan segera bebas, setidaknya menghirup udara segar lagi setelah segala ketidak nyamanan introgasi yang sebenarnya tidak penting dilakukan alex padaku selama perjalanan kemari.
Semakinhari semakin besar saja rasanya rasa benciku padanya. Dia bahkan sudah tidak waras menuduhku berselingkuh hanya karna aku terlambat datang kekantornya dan kalian tahu siapa pria yang dia curigai sebagai selingkuhan ku? jangan tertawakan aku jika ku beritahu dia adalah Pak Darta, supir pribadi yang dia sewakan untuk mengantar jemputku. Astaga, aku tahu dia cemburu tapi untuk cemburu pada bapak bapak yang lebih cocok menjadi kakekku sama saja dia merendahku, menghinaku yang dia elulukan sebagai kekasihnya. Gila!sudah tidak waras memang si Alex ini dan lebih gilanya lagi dia bahkan tak main main dengan ucapannya. Setelah terjadi keributan hebat dengan tak tahu rasa kasian dia memecat supirku, maksudku supirnya saat itu juga. Aku bahkan tak habis pikir, dimana letak otak kebanggaannya? dimana sih? Dia benar benar selalu membuat ku pusing dan muak setiap harinya.
Aku membuka pintu mobil, mendorongnya namun terasa begitu keras.
Oh shitttt!!! Apalagi ini? dia masih menguncinya?"Ini sudah sampaikan?" Tanyaku memastikan jika tujuan kami memang restoran ini, tapi dia diam. Matanya menatap lurus kedepan, bahkan kedua tangannya masih di atas kemudi. Wajahnya tampak dingin dan— entahlah dia memang paling sulit ditebak. Setelah selesai memarahi pak Darta dia menyeretku kemobil. Dia bilang lapar tapi sepertinya lapar yang dia maksud bukan karna perutnya keroncongan melainkan luapan amarah yang harus ia selesaikan padaku. Dia ingin memarahiku dan benar saja selama perjalanan yang dia lakukan hanya memaki maki dan berkata kasar padaku. Dia pikir aku tong penampungan emosi apa? Sabar Keira, sabar.
"Kau mau disini saja? buka kuncinya" ucapku dengan penuh kesabaran. Dia menatapku lalu tersenyum. Senyum menyebalkan yang demi Tuhan aku muak melihatnya.
"Maaf memarahimu"
Aku mengerutkan alisku. Dia bahkan tidak sadar dengan kata kata yang dia ucapkan selama perjalanan tadi. 'Keira murahan, kau berani berselingkuh dibelakangku? dasar pelacur. Brengsek' itu hanya sebagian dari kata kata kotornya. Aku memang murahan, pelacur dan brengsek, lalu mengapa masih menahanku jika sudah tahu? percuma kukatakan. Dia kan gila, tidak waras jadi hanya buang tenaga dan buat bibirmu pegal saja meladeninya.
"Kau lapar?"
Dia bertanya seolah aku baik baik saja. Aku memang tak pernah membalasnya karna percuma toh aku akan selalu kalah dan mengangguk adalah pilihan yang paling baik untuk saat ini.
"Baiklah, ayo keluar"
NIT..
Suara kunci terbuka, kudorong pintu mobil untuk keluar tapi sebelum kakiku menginjak tanah Akex menarik bahuku lagi, memelukku nyaris saja membuatku terkejut setengah mati. Dia memang berencana membunuhku secara perlahan lahan, Ya Tuhan..
"Maaf untuk yang tadi" Ucapnya pelan sebelum mendaratkan bibirnya di keningku.
Rasanya seperti apa? seperti ingin kau menghilang atau memaki dia balik tapi kau tak sanggup karna terlalu takut. Dia sakit jiwa, aku berani bersumpah itu dengan semua daya khayal dan kelakuan gilanya padaku. Tak jarang dia memperlakukan ku seperti anjing peliharan, aku budaknya dan dua majikan, dia lebih berhak menyiksaku jika aku tak menurut padanya.
Setelah keluar dari mobil, Alex menggiringku kedalam restoran yang tak begitu ramai. Dia menarik kursi yang akan kududuki layaknya seorang putri. Menjijikan, kemudian memilih duduk di depanku. Tangan nya ia angkat keatas dan setelah itu seorang pria muda, hmm boleh ku akui cukup tampan datang kearah kami. Dia tersenyum pada kami tapi lebih tepatnya kearah ku, sontak kubalas dengan senyuman setelah itu memberikan daftar menu yang sudah sangat kuhapal.
Setelah menyebutkan beberapa jenis menu yang dicatat pelayan tadi aku mengembalikan daftar menunya dan dia segera pergi meninggalkan kami. Ku ucapkan terimakasih padanya yang dia balas anggukan. Alex hanya diam saja dan barulah setelah hanya tinggal kami berdua dia menatapku dengan.. dingin dan— dia terlihat marah. Masabodo, aku lapar dan apa dia marah karna banyak menu berkarbohidrat yang kupesan? Cihh apa dia harus mengatur juga apa apa yang masuk kedalam tenggorokan ku? Astaga!
"Apa kau harus tersenyum seperti tadi?"
Eh? aku menatapnya tak mengerti. Tersenyum apanya?
"Aku tidak suka kau tersenyum padanya dan ucapan terimakasih mu itu sangat tidak perlu!"
Aku melotot terkejut karna setelah itu dia langsung menyeretku keluar restoran setelah sebelumnya mengeluarkan beberapa lembar uang yang dia simpan dimeja untuk membayar pesanan yang belum bahkan tidak sampai kulihat.
Gila!!
Aku hanya pasrah dan kembali duduk di mobil dengan kesal. Alex memasangkan selfbeltku namun cepat cepat ku tepis. Aku marah padanya, dia sangat keterlaluan dan apa lagi ini?, bentuk kecemburuannya lagi?
"Kenapa? kau marah padaku?" Tanya nya sedikit membentak.
Aku menatap Alex benci.
"Apa kau harus melakukan ini?"
"Jika yang kau persoalkan adalah makanan. Aku bisa membuatkanmakan siang diapartemant ku. Jangan berdebat jika ini terjadi karna ulahmu yang berlaku murahan" Ucapnya dingin. Dia tak berteriak namun dalam setiap perkataannya dia seolah menegaskan bahwa aku adalah pelacur yang selalu menebar pesona. Aku tersenyum sinis. Ingin rasanya ku cakar wajah putihnya jika aku sudah siap mati sekarang. Aku hanya mengucapkan terimakasih dan dia memperbesar tindakanku seolah aku melorotkan seluruh pakaianku dihadapan pelayan itu.
"Jangan pernah perlihatkan senyummu pada siapapun atau akan ku robek mulutmu" Dia menyentuh bibirku namun segera kutepis dengan jijik.
"Aku tidak suka itu, Keira Andriawan. Kau milikku. Milikku!"
"Dan ika kau melakukannya lagi—" Dia sedikit menjeda kalimatnya
"Kupastikan hukuman mu lebih berat dari yang pernah kuberikan" dia berbisik ditelingaku sebelum menancap gasnya keluar dari area parkir. Aku hanya menatapnya tak habis pikir. Kau sudah benar benar rusak dalam pandanganku Alexander Maheesa Widjaya
"Tidak waras" makiku setelah mobil benar benar membawaku menembus jalanan. Alex terkekeh pelan, kedua tangannya mengacak rambutku dari belakang, benar benar menjijikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Madness
Short StoryDia Alexander Maheesa Widjaya pria dengan segala bentuk kekuasaan nya.