Bab 1

37 5 8
                                    


Pagi yang dingin, walaupun matahari telah memunculkan eksistensi di ufuk timur. Sarapan dengan dua lembar roti dan segelas susu mungkin menjadi pilihan yang terbaik, tetapi berbeda dengan pemuda pendek bernama Park Jimin.

Setiap pagi, Jimin bukan dihidangi sebuah sarapan sehat ataupun manis lainnya. Ia hanya mendapatkan pemandangan—

"Kook, sempak gue mana?!"

Ya, begitulah rupanya. Setiap hari, ia harus menonton Kakak dan Adik angkatnya bertengkar karena dalaman hilang. Jimin masih sendiri, maksudku Single. Tidak ada orang yang menarik hatinya, tetapi banyak orang dibencinya.

Seperti Min Yoongi, Mahasiswa semester lima di Konkuk University. Satu angkatan dengannya, tapi otak mereka berbeda. Penggambarannya begini; Jimin masih Windows XP, sedangkan Yoongi sudah Windows 8.

Kalau di dalam serial game "Burnout" Jimin ini masih tertinggal jauh, sedangkan Yoongi sudah mendapat roket di setiap tikungannya. Berbanding balik 'kan?

Jimin sudah memakai atasan kemeja biru. Duduk manis di meja makan sambil meminum kopi. Kalau di fanfiksi lain, pasti si pria sambil membaca koran 'kan? Berbeda dengan Jimin, pagi-pagi sudah membaca komik dengan matanya yang fokus dan pinggulnya terus bergerak tidak nyaman.

Kalian tahulah komik apa yang ia baca.

"Weh, Jim. Baca apaan tuh?" seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

"Kepo lu." Jimin kembali fokus, mengabaikan adik angkatnya yang cemberut.

"Jim, gue udah dapet seme. Memang dasarnya gue semok makanya laku, gak kek lu yang jomblo karatan."

Jimin hanya diam dan terus membaca, si pria bergigi kelinci di depannya memasang ekspresi sinis. "Bego lu fokus amat, komik hentai nih pasti."

Merasa kesal, pria itu mengambil sesuatu di pinggir pantri di dekatnya. Lalu memasukan sesuatu ke dalam cangkir.

"Jim, gue duluan, ya? Yayang Taehyung udah nelpon buat berangkat bareng nih. Oh ya, bilang ke Bang Jin kalo sempaknya gue pake lagi." tidak ada balasan, si pria yang bernama Jungkook itu pergi setelah mendengus.

Jimin merasa haus, ia melihat ke arah cangkir kopinya, masih banyak. Dengan segenap dahaga, ia meminum kopinya.

SRUT!

BRUT!

"Jengkok sialan, asin kopi gue!"

***

Segini dulu, saya susah ada waktu buat menulis.

Dimas

Perfectionis [YM] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang