Jika kubisa, aku ingin kembali pada hari itu...
"Hhh... T-Taehyung–"
Pemuda manis berambut hitam ini berlari dengan nafas terengah. Kakinya melangkah cepat, membuatnya hampir tersandung anak tangga. Sayangnya, pemuda itu tidak terlalu peduli. Bangunan megah dengan lambing salib sudah berdiri di hadapannya. Langkah kakinya semakin lambat tatkala bangunan itu semakin dekat.
Tangannya meraih pintu besar di hadapannya, membukanya dengan perlahan. Dari sanalah air matanya menetes tanpa ia sadari. Dari ujung sana, ia mampu melihat sosok lelaki yang dicintainya berdiri berhadapan dengan seorang wanita cantik yang mengenakan gaun putih yang indah.
"Aku–terlambat?" Bisiknya hampir tak terdengar.
Namun entah bagaimana sesuatu membuat sosok yang dicintainya itu menoleh padanya, seolah menyadari keberadaan si rambut hitam. Tatapan mata yang bertemu, si pemuda manis hanya bisa menyunggingkan senyuman kecilnya. Lalu ia membalikkan tubuhnya, membiarkan kakinya membawanya pergi.
Pergi–
Kembali lari dari rasa sakit.
***
Malam itu aku berdoa, dengan sekuat tenagaku, agar aku mampu meraihmu lagi...
Ketika ia membuka matanya karena sinar matahari pagi yang terasa menusuk, ia menyadari satu hal. Bahwa memang ia masih terbangun di tempat yang sama. Masih dengan tempat tidur yang sama. Namun suasana dan kehangatan yang berbeda. Di kamarnya, bukan dengan bingkai foto yang dijatuhkan, bukan dengan bantal yang terasa hangat seolah baru saja digunakan seseorang."Oh? Sudah bangun, sayang?"
Suara itu–sebuah suara yang sangat dirindukannya sejak saat itu. Suara husky yang terasa hangat, dengan sosok pria tampan berambut abu-abu yang baru saja keluar dari kamar mandi, dengan rambut yang tentunya masih basah.
"Tae–hyung–?" Panggilnya. Menatap tidak percaya.
Jelas saja, sosok di hadapannya saat ini adalah sosok yang kemarin dilihatnya di altar, bersama seorang wanita, bukan dirinya.
Taehyung, yang dipanggil, menaikkan satu alisnya, tersenyum seolah bertanya, "ya, sayang?"
Tanpa sadar pemuda manis itu menangis kembali, sebuah tangisan yang berbeda dengan yang kemarin. Bukan tangisan yang membuat dadanya terasa sakit. Bukan tangisan yang menyesakkan hati. Hanya sebuah tangisan yang terdengar seperti sebuah ekspresi kelegaan.
Taehyung buru-buru menghampiri pemuda manis yang menjadi kekasihnya itu. Ia duduk dihadapannya dengan cepat, menyentuh kedua sisi pipi gembul kekasihnya. Tatapannya melembut, ia mencium dahi kekasihnya.
"Jungkook–sayang, kenapa menangis? Apa kau bermimpi buruk? Atau apakah aku memang terlalu kasar semalam?" Ia bertanya cepat. Panik.
Jungkook, si pemuda manis itu menggelengkan kepalanya. Tertawa kecil lalu memeluk leher prianya, membenamkan wajahnya pada ceruk leher kekasihnya.
"Sayang?"
"Aku baik-baik saja, Taehyung hyung. Aku hanya–" Ia menarik nafasnya sejenak, lalu menghelanya dan melanjutkan kalimatnya. "Hanya terlalu senang karena kau masih disini."
Taehyung terlihat bingung. Jungkook melepaskan pelukannya. Menghapus air matanya dan tersenyum senang.
"Aku selalu disini, bersamamu, sayang." Ujar Taehyung, mencium punggung tangan kanan Jungkook dengan sayang.