Sepasang tangan hangat sang ibu mampu meredam isak tangis Donghyun. Seharusnya Donghae tidak memperlakukan anaknya demikian, walau bagaimanapun status Donghyun adalah anak kandungnya. Mengapa lelaki itu tega bersikap begitu, jika dia memang membenci Jihyun itu bisa sedikit ditolelir. Tapi kenapa dia juga harus membenci darah dagingnya sendiri. Oh ayolah, apa dia begitu bodoh untuk menyadari hal itu.
"Jangan menangis sayang, ibu janji besok akan menemanimu ke kebun binatang" ujar Jihyun seraya mengusap kedua pipi Donghyun yang basah karena air mata.
"Iya ibu" balas Donghyun lemah.
"Sekarang sudah malam, ayo kita tidur. Bukankah kita harus bangun pagi jika kita ingin ke kebun binatang". Sebenarnya Jihyun sangat tak tega melihat buah hatinya seperti ini. Disaat usia Donghyun seperti saat ini, seharusnya ia mendapat kasih sayang melimpah dari ayah dan ibunya. Tapi sepertinya takdir berkata lain, anak berpipi gembil itu malah mendapatkan hal sebaliknya diabaikan oleh ayahnya. Sungguh miris.
Tepat pukul 7 pagi semua hidangan yang Jihyun masak sudah tertata rapih di meja makan. Tak lama kemudian seorang anak lelaki kecil keluar dari kamarnya dengan masih menggunakan piyama bermotif tokoh kantun sebuah mobil berwarna merah. Ya, anak lelaki itu begitu menyukai kantun cars, sebuah mobil berwarna merah terang yang terdapat angka 95 pada badannya.
Senyum Jihyun mengembang mendapati jagoan kecilnya sudah bangun.
"Kau sudah bangun sayang" sapa Jihyun yang masih mengembangkan senyum hangatnya. Bocah berumur 3 tahun itu hanya mengangguk seraya mengucek matanya pelan. Lalu mendudukkan dirinya disalah satu kursi meja makan.
"Selamat pagi Ayah" seru Donghyun girang tatkala menemukan sang ayah ikut duduk bersamanya di meja makan. Hal yang sangat jarang Donghae lakukan selama ini. Lelaki itu tak pernah mau jika diajak sarapan bersama, dan dia akan langsung berangkat ke kantor begitu saja tanpa mengatakan apapun.
"Hmm" respon Donghae yang sama sekali tak diharapkan Donghyun. Lelaki itu hanya bergumam malas menanggapi sapaan selamat pagi yang dilontarkan anaknya. Tanpa banyak bicara lelaki itu menerima sebuah mangkuk yang telah berisi nasi putih yang masih mengeluarkan uap panasnya. Terlihat jelas terdapat raut kecewa di wajah Donghyun, tapi dengan pintarnya bocah lelaki itu menutupinya dengan sebuah senyuman. Hati Jihyun seolah teriris melihatnya, bagimana bisa Donghyun mendapatkan perilaku dingin dari suaminya. Tak apa jika Donghae bersikap dingin seperti itu padanya, tapi haruskah dia bersikap seperti itu juga pada Donghyun?.
"Ayah mau pergi?" tanya Donghyun yang melihat sang ayah akan beranjak dari meja makan.
"Eoh" sahut Donghae singkat, terlalu singkat mungkin.
"Ayah mau kemana?" tanya Donghyun lagi, yang membuat Donghae harus memutar kedua bola matanya malas.
"Ayah ada urusan di luar". Walau malas, lelaki bermarga Lee itu tetap menjawab pertanyaan yang dilontarkan anaknya.
"Tapi.. Bukankah Ayah bilang Ayah lelah kemarin, dan tidak bisa menemani Donghyun ke kebun binatang? Lalu kenapa Ayah sekarang pergi?". Dengan lancarnya Donghyun mengucapkan kalimat tersebut. Walau umurnya baru 5 tahun, tapi anak lelaki itu sudah mampu berbicara dengan lancar. Selain tampan dan menggemaskan, dia juga sangat pintar.
"Lalu kau mau apa? Kau mau marah pada Ayahmu? Marah saja, karena aku tak peduli". Lagi, untuk kesekian kalinya Donghyun menangis karena ucapan Donghae yang begitu kejam.
"Kau tak seharusnya bicara seperti itu dihadapan anakmu sendiri Lee Donghae" ucap Jihyun geram. Bahkan dia tak memanggil lelaki itu dengan sebutan oppa seperti biasanya. Donghae tak menggubris sama sekali ucapan Jihyun, baginya itu hanya angin lalu saja.
"Ayah jahat, Donghyun benci Ayah". Anak berumur 5 tahun itu pun berlari ke kamarnya sambil menangis.
"Kau keterlaluan Lee Donghae, lihat bahkan anakmu sendiri membencimu". Emosi Jihyun tidak dapat ditahan lagi, sudah cukup kesabarannya selama ini. Dia sudah tidak tahan dengan sikap Donghae yang seenaknya seperti ini.
"Lalu kau mau apa? Kau ingin berpisah denganku? Dengan senang hati aku akan mengabulkan permintaanmu itu, asal kau tau saja selama ini aku bertahan karena aku ingin menjaga perasaan orangtuaku saja".