II. The Matches of Hope : Perjanjian

374 79 9
                                    

Shinhye POV

Aku terbangun dalam ruangan putih yang tak kukenali. Dalam hati aku bertanya – tanya dimanakah ini? Kenapa aku bisa tiba – tiba berada disini? Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Puluhan pertanyaan memenuhi pikiranku. Namun tak dapat kutemukan satu jawaban pun dari puluhan  pertanyaanku. Seseorang terlihat berdiri sejajar dengan tempat tidur yang tengah kutempati. Laki – laki itu memakai setelan jas kitam lengkap dengan kemeja hitam dan juga dasi hitam. Ia menatapku dengan tatapan tajam yang menakutkan. Siapa orang itu? Dan kenapa ia menatapku seperti itu? Batinku. Ia mengeluarkan secarik kertas dari balik jas hitamnya. Kertas itu terlihat seperti kontrak dengan tempat tanda tangan di sisi kiri surat. Untuk apa surat kontrak tersebut?

 Ia berjalan menghampiriku dengan langkah yang sangat lambat.. Rasanya aku ingin turun dari ranjang ini dan segera menghampirinya karena tidak sabar menunggunya sampai kehadapanku. Ia berjalan sangat amat lama untuk ukuran seorang manusia. Sayangnya aku tak bisa turun dari ranjang ini, ada sesuatu yang seolah menahanku untuk tetap duduk diam di tempat. Langkahnya terhenti tepat tiga langkah dari tempatku terduduk. Ia menyodorkan surat kontrak itu kepadaku, dan kuambil dengan tangan kananku. Disana tidak banyak yang tertulis. Hanya sebuah perjanjian untuk bersikap tenang, menerima dan tanpa amarah. Tapi aku harus bersikap tenang untuk apa? Di sana juga tertulis sebuah kolom permintaan yang masih kosong. Sepertinya aku bisa meminta apa saja pada orang itu.

 “Ini surat untuk apa?” tanyaku. Aku berusaha melihat wajahnya yang tersembunyi poni panjang berwarna hitam obsidian miliknya.

 “Hanya isi saja permintaanmu lalu tanda tangani. Kau tidak diberikan hak untuk banyak bertanya.” Ucapnya. Cih... dasar rambut hitam mrnyebalkan. Aku akan mengganti pemikiranku mengenai rambut hitamnya yang seperti batu obsidian, rambutnya tidak lebih hanya seperti warna hitam dari arang.

 “Bagaimana aku bisa mengisi permintaanku kalau aku tidak tahu ini untuk apa!” protesku. Dia menghela nafasnya.

 “Kau orang paling menyusahkan dari lima orang yang aku temui hari ini, nona.” ujarnya. Aku merengut tak suka dengan apa yang dia ucapkan. Enak saja dia menyebutku menyusahkan.

 “Dan kau orang paling menyebalkan dari semua orang yang aku temui di dunia.” balasku.

 “Kau bebas mengisi kolom permintaanmu dengan segala hal yang kau mau.” ucapnya singkat, padat, jelas. Sungguh laki – laki menyebalkan yang membosankan,

 “Aku tak percaya padamu.” Ucapku ketus.

 “Cih... Terserah.” ucapnya tak peduli.

 “Aku mau pergi dari sini.”

 “Tidak sebelum kau menandatangani surat itu.” ucapnya ketus.

 “Baiklah...baiklah.” kuputuskan mengisi kolom permintaan dan menandatangani surat itu. Pada kolom permintaan aku hanya menulis korek api harapan. Kalian pasti pernah mendengar dongeng the little match girl, kan? Ya... Aku ingin memiliki korek api seperti yang dimiliki gadis kecil itu. Sebenarnya aku tak terlalu percaya akan hal ini, jadi aku asal saja mengisinya. Setelah itu ku bubuhkan tanda tangan di atas kertas perjanjian itu dan melemparkan kertas itu kepada si hitam didepanku.

 “Sudah! Biarkan aku pergi.” titahku.

“Berapa korek yang kau butuhkan?” tanyanya. Serius? Ia bertanya banyaknya korek yang kubutuhkan? Apa ia benar – benar akan mengabulkan permintaanku? Wah... harusnya aku minta mobil saja sekalian.

“Berapa banyak yang bisa kau beri?” Tanyaku menimbang nimbang.

“Sebanyak yang kau inginkan.” Ucapnya.

“Kalau 7 bagaimana? Apa itu terlalu banyak? Kau tidak akan memberiku korek api biasa, kan?” tanyaku memastikan.

“Ya.” Ia mengangguk mengartikan bahwa ia setuju, dan akan membawaku pergi dari tempat aneh ini.

The Matches of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang