Johan
Semuanya terlihat seperti "kotoran". Tidak ada yang beres. Dinding-dinding batu yang mulai berubah warna, balok kayu setengah keropos sebagai penyangga langit-langit, lengkap dengan interior usang lainnya. Noir la Saintete, Bar kumuh yang sebentar lagi akan menjadi milikku. Sebentar lagi, dan nyaris.
"Perkenalkan, Dokter, mereka ini para pegawai baru di sini. Sebastian, Maurice, Scarlet dan Vanesa," kata Amandeus, dengan cara kelewat ramah-cari muka. Pemilik lama berkepala botak ini menyuguhiku nama-nama dari makhluk-makhluk menjijikan. Seorang pemuda tinggi dengan tampang berandalan, lalu tiga pelacur di bawah usia dengan dandanan berlebihan.
"Pecat mereka!"
"Ta-tapi?"
"Pecat, atau kesepakatan gagal!"
Amandeus menurut. Benar-benar pria tak berprinsip. Mudah sekali memanipulasi pikirannya. Kini pria botak itu tengah berbisik pada karyawan-karyawan kotornya. Memecatnya. Satu-satu lalu mereka berjalan melewatiku-mendelik-tanpa menyapa.
"Bagus. Baiklah, Amandeus, sekarang katakan laporan terkini tentang bangunan reyot ini."
Hanya butuh beberapa menit si botak menyampaikan laporan keseluruhan-karena memang tidak ada yang baru selain laporan kerusakan tambahan-setelah itu aku segera keluar, disapa hujan salju ringan yang tengah membekap seisi kota. Kuhampiri putriku, Claire Blanche, yang setia menunggu di samping kereta kuda kami.
"Terima kasih sudah menunggu, putri kecil. Dari kapan salju turun? Mengapa tidak meneduh? Baiklah, mau makan apa kita sekarang?"
"Aku ingin yang hangat-hangat, Mr. Johan Strauss."
"Sehangat hadiah terbaikmu besok!" aku tergelak. "Ya sudah, ayo kita buru makanan hangat itu."
***
Claire
Sebuah pesta yang diadakan oleh ratu, sangat menarik minat. Bayangkan, ini kesempatanku memakai baju bagus untuk diperlihatkan ke semua orang. Mereka pasti akan terkejut!
***
Akhirnya! Istana yang megah dengan taman yang sangat luas. Oh, Tuhan! Seandainya aku adalah putri dari kerajaan ini, pasti sekarang aku akan menjadi tuan rumah penyelenggara pesta, bukan sekadar tamu.
Taman-taman dengan beberapa lampu yang menghiasi, menjadi pendamping di sisi kanan dan kiri saat aku melangkah menuju pintu besar yang di sana. Pintu menuju aula, tempat pesta diadakan.
Aku hampir sampai ke pintu utama, saat seorang pemuda-dengan badan tinggi dan tegap, memakai setelan jas berwarna biru tua dan waistcoat putih, menghampiriku. Ia membungkukkan badannya dan memberi hormat.
"Nona cantik, bolehkah sudinya saya berbicara satu-dua hal kepada nona?" tanyanya saat mengulurkan tangannya kepadaku
Aku terenyuh oleh suaranya yang sedikit berat, dan tanpa ragu menerima uluran tangannya. Pemuda itu menggandengku, mengajakku pergi.
"Mau ke mana kita?" tanyaku yang sedikit kebingungan pada saat itu.
Pemuda tampan itu membawaku ke luar halaman istana melewati bagian belakang yang baru kuketahui ada jalan kecil disana. Ia membawaku menuju ke sebuah tempat di mana danau cantik yang membeku tampak indah disinari rembulan.
Aku masih menatap keindahan danau saat kusadari, ada tangan-tangan yang menahan kedua tanganku dari belakang. Tangan-tangan itu juga membekap mulutku dengan suatu kain. Ada orang lain disini!
"Mmmphhh ...." aku berusaha berteriak, tetapi tidak bisa. Mereka lebih kuat!
Aku melihatnya, wajah mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/20138371-288-kd51938.jpg)