Tiga

169 2 0
                                    

Sudah lebih dari dua bulan Sophia tidak pulang ke rumah orang tuanya. Padahal jarak dari kontrakan ke rumah orang tuanya tidaklah terlalu jauh. Sophia saat ini tinggal di pusat kota Yogyakarta, tidak jauh dari masjid Syuhada. Sementara orang tua Sophia tinggal di Bantul. Hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk mengunjungi ibunya di kampung. Oleh sebab itu, Sophia telah sepakat dengan Uswatun untuk sama-sama pergi ke Bantul minggu ini. Sophia akan mengunjungi orang tuanya dan Uswatun pun akan mengunjungi orang tuanya. Mereka berdua sama-sama dari Bantul tetapi berbeda desa.

Sebelum mereka meninggal Yogyakarta untuk beberapa hari, tak lupa mereka menyelesaikan semua masalah pekerjaan yang mereka hadapi saat ini.

Langit sore Yogyakarta sangat sejuk hari ini. Menentramkan setiap jiwa-jiwa yang diselimuti olehnya.

"Nah, ini nih. Mendung-mendung gini enaknya makan kue adrem sambil minum jahe susu," ucap Sophia seraya menaruh nampan berisi sepiring kue adrem dan dua gelas jahe susu di atas meja ruang keluarga.

"Wiiih... Mantap ini." Tanpa aba-aba Uswatun langsung mengambil kue adrem yang baru saja dibuat oleh Sophia.

Sophia tertawa geli ketika melihat Uswatun melemparkan kue adrem yang barusan ia ambil.

"Kamu ini, Us. Sudah tau kue baru matang baru aku angkat dari penggorengan main di comot saja." Sophia kembali terbahak-bahak.

"Ya habisnya, sudah lama tenan aku ndak makan kue adrem. Apa lagi kue adrem buatan ibuku." Uswatun meniup-niup kue adrem yang telah ia lempar tadi, beberapa saat setelah melemparnya Uswatun kembali mengambil kue itu dan meniup-niupnya.

"Iya, Us kamu benar. Aku juga sudah lama ndak minum jahe susu buatan ibuku. Minggu ini kita jadi pulang, yo."

Uswatun hanya mengangguk dan mulai menggigit kue adrem buatan Sophia.

Kling!

Satu notifikasi masuk dari facebook Sophia.

Assalamualaikum...

Waalaikumsalam...

Maaf ya Sophia, semalam aku tidak sempat membalas pesanmu.

Tidak apa apa

Jadi apa kamu masih ingin tau mengapa aku menghubungimu?

Move WA saja.
08224xxxxxxx

Syukran

"Idiiih... Senyam senyum, kenapa to kamu ini, Soph?"

Sophia menggeleng, enggan untuk menjawab pertanyaan Uswatun. Namun, bukan Uswatun jika tidak kepo dengan segala hal yang terjadi pada Sophia.

Uswatun merebut ponsel Sophia dan membuka pesan facebook dari Fattan. Lelaki yang mungkin sedang berusaha meluluhkan hati Sophia.

"Hmmmm... Bau-baunya ada yang sedang berusaha move on nih," Goda Uswatun.

"Apa to kamu ini, Us." Tak bisa di pungkiri saat ini wajah Sophia memerah seperti udang rebus.

Uswatun menggelengkan kepalanya. Ia tau bahwa Sophia menaruh rasa penasaran terhadap pemuda yang baru saja ia beri nomor whatsappnya. Sebenarnya Sophia tergolong orang yang tertutup, tak semudah itu ia akan memberi nomornya kepada orang yang baru ia kenal. Apa lagi orang itu berkenalan dengan Sophia melalui media sosial. Yang setip hari berusaha mendekatinya melalui tatapan muka langsung saja jarang ia gubris. Namun, Sophia sendiri tidak mengerti, mengapa rasa penasarannya terhadap Fattan begitu besar, hingga ia memberikan nomor whatsappnya kepada Fattan.

"Yang penting selalu hati-hati, Soph. Jangan sampai patah hati untuk yang kedua kalinya. Ingat, media sosial juga rawan kejahatan," nasihat Uswatun.

"Iya, Us. Jika memang dia jodohku, aku akan langsung memintanya menikahiku. Tanpa memacariku."

"Ish... Percaya diri sekali kamu ini, belum tentu dia ada niatan seperti itu." Uswatun mencubit paha Sophia.

Sophia hanya meringis menahan sakit akibat cubitan maut Uswatun.

ααα

Gerimis perlahan turun, mulai membasahi atap dan halaman rumah Sophia di kampung.

Seorang ibu paruh baya, sedang menatap sendu, menyaksikan rintikan hujan yang serentak jatuh di hadapannya.

"Ibu kenapa," tanya seorang pria yang terlihat 5 tahun lebih tua darinya.

"Sudah dua minggu Sophia ndak pulang ya, Pak. Ibu rindu sekali dengan dia," ucapnya seraya menyeka air mata yang mulai membasahi pipi tuanya.

"Sudah to, Bu. Mungkin Sophia sedang banyak kerjaan. Kenapa ndak di telfon saja kalau memang kangen," jawab Pak Jasim, ayah Sophia.

"Nanti kalau Ibu telfon, yang ada ibu malah nangis, Pak," jawab bu Sri, ibu Sophia.

"Ya sudah kalau gitu tunggu saja sampai Sophia pulang."

"Bapak ini, selalu begitu."

"Loh... Bagaimana to Ibu ini. Bapak suruh telfon ndak mau, Bapak bilang suruh tunggu sampai Sophia pulang malah ngatain Bapak." Pak Jasim menggelengkan kepalanya. "Sudah, ayo masuk. Nanti Ibu malah masuk angin lagi, hujan-hujan kok ngelamun di luar."

Pak Jasim dan Bu Sri pun masuk ke dalam rumah mereka. Sesekali Bu Sri masih menengok ke belakang. Berharap, siapa tahu tiba-tiba anak kesayangannya pulang. Tapi itu tidak mungkin, Sophia akan selalu mengabari orang tuanya jika memang ingin pulang.

Dering ponsel Bu Sri berbunyi.

"Sophia..." Matanya mulai berkaca-kaca begitu melihat anak kesayangannya menelefon. Karena takut Sophia bersedih jika mendengar suara tangisnya, Bu Sri pun memberikan ponselnya kepada Pak Jasim

"Hallo, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Nduk."

"Bapak? Tumben Bapak yang angkat telfon Sophi. Ibu ke mana, Pak?"

"Biasa ibumu di dapur. Kebetulan bapak lagi pegang hp ibumu. Ada apa, Nduk? Kamu baik-baik saja?"

"Alhamdulillah, Pak, Sophi baik-baik saja. Bagaimana Ibu dan Bapak?"

"Alhamdulillah Bapak dan Ibumu sehat. Kamu kapan pulang?"

"Insyaa Allah besok Sophi akan pulang, Pak."

"Ya sudah kalau begitu hati-hati selalu, Nduk. Bapak sama ibu tunggu di rumah."

"Nggih, Pak. Kalau gitu Sophi tutup dulu ya telfonnya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. "

SOPHIAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang